Mohon tunggu...
Kris Wantoro Sumbayak
Kris Wantoro Sumbayak Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Salah Jurusan? Tak Apa, Asal Terus Bergerak

30 Maret 2021   23:17 Diperbarui: 31 Maret 2021   00:14 560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah jurusan tak apa, asal terus bergerak | olah gambar: KRAISWAN

Kalau sama-sama jadi guru Fisika, sesuai jalur dan tidak melanggar undang-undang, lalu apa urusan sama judul? Sabar, jek. Aku lanjutkan curhatku ya...

Baru saja mengawal satu angkatan belajar Fisika, nasibku gejolak. Dalam keadaan masih diikat kontrak, aku dipanggil melayani di satu lembaga pengembangan anak di Salatiga. Jadi koordinator. Wih.... Keren, ya?

Begini, dalam dunia pelayanan acuannya bukan gaji, koordinator pun. Jadi, meski gajiku di Surabaya lebih tinggi, aku memilih menerima panggilan itu. Melanggar kontrak. Kena pinalti. Bukan menjadi guru. Menyusahkan diri sendiri, ya? Begono, ada fase dalam diriku yang tak bisa aku jelaskan di sini. Tak cukup waktu. Singkat cerita, aku kembali ke Salatiga.

Di luar gaji, aku senang bisa pelayanan di Salatiga. Bisa bersama anak-anak dan teman-teman mentor yang dulu menjadi mentorku. (Ceritanya, aku alumni pernah dilayani di tempat itu begitu.) Tapi siapa sangka, kurang dari enam bulan, pelayanan di tempat yang aku dipanggil itu, diakhiri oleh otoritas lebih tinggi. Akibatnya, aku menganggur lima bulan! Tabungan selama di Surabaya yang tak seberapa itu menguap.

Begini nasib. Sudah salah jurusan, tertimpa tangga pula. Berkali aku mendaftar kerja lagi di Surabaya, Jakarta, Bandung dan Semarang. Nihil. Menyerah? Hampir. Tapi selama jantungku masih berdetak, ...darahku masih mengalir, selama itu pula engkau milikku... #tabok! Mulai ngelantur.

Intinya, sesuai itikad bapak ibuku memberi nama, Harsel Bersuap: harus selalu bersyukur apa pun keadaannya. Aku ikat kain merah di kepala. Aku masih bisa menyeret kaki, mencari tempat yang mau menerimaku bekerja. Tak soal jika harus kerja di pabrik. Kan keren, kerja pabrik gelarnya sarjana, uhuy!

Lima bulan kemudian. "Mister Harsel, besok silahkan datang ke sekolah pukul 7." Iya, setelah meronta-ronta, survei ke berbagai kota akhirnya aku dapat panggilan, sob. Tak jauh-jauh, di sekitar Salatiga saja. Ibu tak rela gelar sarjanaku diupah setara pabrikan. Selama itu aku bertahan di "ketek" orang tua.

Nasibku tak banyak berubah sejak kunjungan Jonno di Surabaya itu. Aku jadi guru lagi. Jenjang SD. PNS? Tidak. Kerja di jenjang SD pun aku salah jurusan, boi. Menurut peraturan pemerintah, guru yang mengajar SD harus jebolan PGSD. Sedang aku, sains matematika. Begitu pun ada yang menerima. Syukurlah.

Ke mana tujuan panjang lebar aku ngoceh di sini? Tak apa salah jurusan asal terus bergerak. Seperti kata fisikawan fanatik yang suka melet itu, lho. Bergerak kayak sepeda, biar seimbang. Terus mencoba. Kalau gagal, bangun lagi. Gagal lagi, bangun lagi. Asal tak memalukan orang tua. Tidak menjual benih lobster. Jangan meledakkan tempat ibadah. Tidak membeli sepeda lipat dalam pesawat. Jangan makan beras sembako di tengah pandemi. Atau tindakan-tindakan rendah serupa.

Salam,

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun