Mohon tunggu...
Kris Wantoro Sumbayak
Kris Wantoro Sumbayak Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Laskar Duwet di Musim Ramadan

28 April 2020   15:46 Diperbarui: 28 April 2020   15:49 585
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buah Duwet, gambar: kumparan.com/Tugu Jogja

Betapa bangga diriku. Jabatan yang diberikan bukan karena kehebatanku, tapi karena satu-satunya yang tidak puasa, hehe. Begitu pun ada temanku yang curang. Sudah tahu menjalankan puasa, dia sok-sokan mencicip buah duwet. 

Saat ditegur oleh anggota lain dia berkilah, "Oh iya, aku lupa", sudah begitu dilanjutkan pula menghabiskan sebiji duwet, bukannya dimuntahkan. Namanya juga bocah.

Dari salah satu dahan, kami bisa menyaksikan kampung kami di bawah sana hanya kelihatan jalan aspal seperti sikuit tamiya dan genteng rumah-rumah di balik daun pepohonan. Rupanya rumah kami kecil saja, apalagi yang mendiaminya.

Perjalanan Laskar Duwet menjadi sesuatu yang menarik, jauh sebelum kami mengenal teknologi gadget dan internet. Terdiri dari kawanan satu kelas dengan mengajak beberapa adik atau kakak kelas. 

Tak perlu grup WA atau undangan apalagi kong-kalikong yang rumit dan berbelit. Biasanya sepulang sekolah kami rapat sambil berjalan kaki. Libur puasa, berarti siap menjalankan aksi. Lagipula rumah kami berdekatan. Tinggal panggil nama dari jalan, anggota rombongan siap berkumpul.

Perbekalan kami pun sederhana. Sendal jepit, dan kantong kresek hitam. Tak ada alat komunikasi. Tak perlu senjata tajam. Bahkan botol minum pun kami tak berpikir untuk membawa. Ya iyalah, 'kan pada puasa. Selain memang botol tuppe*ware belum populer saat itu. Botol air mineral? 

Jangankan air mineral, kami biasa minum dari air kendhi (tempat air minum dari tanah liat, teko, poci), atau minum langsung dari air yang dialirkan di tempat pemandian umum. Jajan minuman berasa sirop pun hanya sesekali menyesuaikan uang saku.

Dengan perabot seadanya itu kami bisa saling menjaga diri, memastikan agar selamat kembali ke rumah masing-masing. Memang tidak ada ancaman macan tutul ganas di perbukitan kampung kami. Sesekali monyet mungkin ada, kata orang tua. 

Namun jalan yang kami tempuh terkadang melewati tepi jurang yang memisahkan bukit kami dengan bukit desa tetangga di seberang sana. Kami juga tak kenal takut jatuh, satu pohon kecil dipanjat hingga lima orang, dan si pohon tetap ikhlas.

Terkadang kami sering teriak-teriak sendiri, terheran-heran suara kami seolah ada yang menirukan padahal di bukit sebelah tidak ada orang. Pernah pak guru menjelaskan, aku sendiri tak paham apakah itu gaung atau gema. Bodo amat. 

Kami kan mendaki untuk mencari duwet, bukan mengulas pelajaran. Saking dungunya aku, tak pernah menyadari bahwa teori yang kami bahas di kelas terkait dengan hal-hal di sekitar. Salahkan guru kami, mengajar hanya di dalam kelas. Padahal letak bukit ini bisa ditempuh hanya dalam 15 menit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun