Mohon tunggu...
Kris Wantoro Sumbayak
Kris Wantoro Sumbayak Mohon Tunggu... Guru - Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

dewantoro8id.wordpress.com • Fall seven times, raise up thousand times.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Tebing Terjal Perdamaian di Tanah Papua" (Sinopsis)

4 Maret 2020   15:43 Diperbarui: 6 Maret 2020   08:31 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Akar konflik yang terungkap adalah status politik, pelanggaran HAM, kegagalan pembangunan, dan marjinalisasi penduduk asli Papua. Sayangnya, pemerintah tidak mencerna dengan baik persoalan Papua. Pemerintah justru keliru melakukan pendekatan dan mengambil kebijakan. Pembangunan jalan, jembatan dan infrastruktur tidak menjawab persoalan mendasar orang Papua.

Baca juga: Papua Bukan Tanah Kosong (George Saa)

Pemerintah Indonesia semestinya tahu bahwa satu-satunya provinsi di Indonesia yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia melalui mekanisme PBB adalah Privinsi Papua (Papua Barat). Sehingga persoalan Papua terkait dengan masyarakat internasional, bukan saja status politik dan sejarahnya, tetapi masalah kemanusiaan, keadilan dan perdamaian.

Merindukan 'Ndumma'

Dalam masyarakat adat tentu ada perselisihan yang bisa berujung perang. Yang namanya perang, kedua belah pihak dirugikan. Bedanya, orang Papua berperang dengan cara beradab, mengejar nilai-nilai kedamaian. Suku Lani, contohnya.

Apabila ada musuh datang untuk menyerang salah satu kelompok suku di kalangan suku Lani sendiri, kelompok yang diserang ini memotong daun pisang dan diletakkan daun ubi di atasnya dan ditunjukkan kepada kelompok penyerang. Potongan daun pisang dan daun ubi inilah simbol perdamaian. Ketika penyerang datang, walaupun dengan kekuatan besar dan penuh kemarahan, melihat simbol itu mereka sepakat menerima perdamaian. Mereka hidup kembali berdampingan.


Ketika telah sepakat hidup berdamai, pihak yang diserang harus memberikan beberapa ekor babi. (Babi merupakan hewan ternak yang banyak dipelihara orang Papua karena menjadi bagian upaya perdamaian, selain dari nilai ekonominya tinggi) Nilai-nilai luhur yang dimiliki orang Papua sejak dulu itu, kini justru direduksi oleh nilai-nilai yang dibawa oleh negara.

Dalam kehidupan suku Lani, ada sosok pemimpin yang dikenal sebagai 'Ndumma'. Ialah gelar yang diberikan kepada sosok pembawa damai, yang memberikan ketenangan, kesejukan, dan kebaikan bagi semua orang.

Di era globalisasi, masih adakah sosok Ndumma di bumi Papua?

Kini, nilai-nilai perdamaian di kalangan orang Lani telah hancur saat terjadi konflik dan kekerasan yang dilakukan pemerintah dan aparat keamanan. Kehadiran mereka justru merusak sosok-sosok pembawa perdamaian. Sosok Ndumma ini sangat dirindukan saat terjadi konflik. Orang Papua harus menempuh tebing terjal untuk mencapai perdamaian.

Salatiga, Maret 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun