KOMNAS HAM melaporkan dalam satu tahun kepemimpinan Jokowi, 700 kasus pelanggaran HAM di Papua seperti penangkapan, penganiayaan, penyiksaan dan pembunuhan. Dan, dari ratusan itu, tak satu pun tersentuh hukum!
Hendaknya pembaca berpikiran terbuka, tidak menilai tulisan ini dengan sekat sempit etnis atau agama. Lebih luas, ini tentang kemanusiaan.
Banyak pihak di Papua getol menurunkan Pak Socratez, bahkan tidak mengakui kepemimpinan beliau sebagai Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja Baptis Papua. Salah satunya Dandim (Komandan Distrik Militer) Wamena. Beberapa pendeta, yang harusnya turut berjuang, bungkam atas nasib rakyat Papua. Pak Socratez yang jelas melawan kebatilan pemerintah menjadi ancaman. Lebih parah, semua pelanggaran HAM tersebut disahkan dengan alasan keamanan dan ketertiban nasional.
Ancaman pembunuhan
Sekelompok orang membuat siasat untuk membunuh Pak Socratez. Tiga orang di-setting memecahkan kaca gedung Sekolah Tinggi Theologi Baptis Papua, Kotaraja, Papua. Keributan terjadi. Situasi kacau. Tiga orang polisi melepas tembakan ke udara. Dalam kekacauan ini Pak Socratez diminta datang untuk menenangkan situasi. Diduga tiga polisi ini disiapkan untuk menembaknya. Tuhan menolong. Seorang perempuan yang mendengar rencana pembunuhan ini berlari dan memeluk Pak Socratez. Beliau diminta segera meninggalkan kampus.
Pencobaan pembunuhan kembali terjadi pada 16 Maret 2006. Pak Socratez berada di tengah kerumunan mahasiswa Universitas Cendrawasih. Beliau datang untuk menenangkan mahasiswa agar membuka jalan yang diblokir. Tiba-tiba kakaknya menelpon. Ia mendengar pembicaraan intel yang mencari cara untuk menembaknya. Pak Socratez segera keluar dari kelompok kerumunan menuju ke Sentani, Jayapura. Telepon selulernya berbunyi, pesan dari seorang intel yang bertugas di Polsek Abepura. Ia diminta kembali untuk memberikan arahan kepada massa. Menolak kembali, mobilnya dihancurkan anggota gabungan brimob dan tentara.
Ancaman lainnya terjadi di Makki, Lanny Jaya. Pada 20-22 November 2006 dilakukan pertemuan dengan gembala-gembala Baptis dengan agenda membahas sejarah gereja Baptis di Tanah Papua. Tiba-tiba sepasukan tentara dan polisi mendatangi lokasi. Mereka diperintahkan menangkap Pak Socratez atas laporan pertemuan tersebut membahas sejarah Papua Merdeka. Dengan sabar, Pak Socratez menjelaskan bahwa mereka memang membicarakan sejarah, tapi sejarah gereja-gereja Papua Barat, bukan sejarah Papua Merdeka. Ditunjukkannya spanduk di depan gereja dan di dalam gedung pertemuan.
Percakapan ditutup dengan makan siang bersama seluruh anggota tentara dan polisi. Antara malu dengan laporan palsu (hoaks) atau kecewa pulang dengan tangan hampa.
Penelitian LIPI
Para peneliti Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia (LIPI) telah melakukan penelitian selama 2004-2008 terkait akar-akar konflik dan persoalan antara Jakarta dan Papua. Hasilnya dibukukan dalam tulisan Papua Road Map.