Ciamis, Kompasiana.com - Kamis 12 Juni 2025, suasana di Gedung DPRD Kabupaten Ciamis terasa berbeda. Rapat Paripurna Istimewa digelar dalam rangka Milangkala Kabupaten Ciamis yang ke-383. Para pejabat, tokoh masyarakat, dan tamu undangan berkumpul, termasuk sosok yang sudah lama dikenal publik dengan gaya bicaranya yang khas dan lugas siapa lagi kalau bukan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi atau sering disapa Kang Dedi Mulyadi (KDM).
Dalam forum resmi tersebut, Bupati Ciamis, Herdiat Sunarya, menyampaikan sebuah keresahan. Ia mengungkapkan betapa kecilnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) Ciamis, hanya sekitar Rp100 miliar. Ia pun menambahkan bahwa dari segi fiskal, Kabupaten Ciamis menempati posisi ketiga dari bawah di Jawa Barat.
"Kami bukan kabupaten kaya. Tidak seperempat kaya, tidak setengah kaya, juga tidak terlalu miskin," ujar Herdiat, dengan nada yang jujur tapi penuh harap. Ia mengajak seluruh jajarannya untuk mengevaluasi dan mencari cara meningkatkan PAD agar pembangunan di Ciamis bisa terus berjalan.
Namun, yang mengejutkan justru adalah tanggapan dari Gubernur Dedi Mulyadi. Dengan bahasa yang santai tapi sarat makna, ia menyampaikan bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan.
"Jang naon ningkatkeun pendapatan daerah lamun tunggul dirarug?" ucapnya dalam bahasa Sunda, yang kira-kira berarti, "Buat apa meningkatkan pendapatan daerah kalau akarnya justru dirusak?"
Ia mengkritisi praktik-praktik peningkatan PAD yang merugikan lingkungan, seperti menggali pasir, menebang pohon, atau mengeksploitasi laut. Menurutnya, cara-cara seperti itu hanya akan merusak akar kehidupan jangka panjang.
Lebih dari itu, Dedi Mulyadi menyampaikan visinya yang berbeda. Ia berjanji akan mengeluarkan kebijakan fiskal yang berpihak pada daerah-daerah konservasi salah satunya daerah penghasil udara bersih, oksigen, dan air ; dan Ciamis termasuk salah satunya.
"Ciamis punya peran besar dalam menjaga lingkungan. Maka, akan ada dana konservasi yang disiapkan untuk mendukung daerah seperti ini," ungkapnya.
Ia bahkan menyebut hal yang mungkin dianggap sepele oleh sebagian orang, namun baginya penting: soal domba yang dimangsa macan Gunung Sawal.