Mohon tunggu...
Muhammad Zikri Waldi
Muhammad Zikri Waldi Mohon Tunggu... Wiraswasta - BSB

KKA since 2014

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Alkisah (Part I)

24 November 2015   13:03 Diperbarui: 24 November 2015   13:17 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

cerita ini tentang apa saya tak tahu, tapi ini adalah sebuah cerita yang maknanya bisa dibuat oleh siapapun pembacanya, karena ini adalah kisah yang dibuat tanpa dikira-kira. 

Kelahiran adalah saat terindah bagi setiap orang tua demi menyambut buah hati mereka, tak kira tika dewasa kelak buah hatinya menjadi seperti apa, yang terpenting setiap orang tua punya harapan yang sama bagi putra-putri mereka, menjadi anak yang baik dan berguna. sebut-menyebut perkara kelahiran, saya lahir 26 September 1989.

Masa kecil adalah masa-masa terindah saat semua perbuatan dianggap menyenangkan, bahkan suatu waktu saya memanjat rak dinding di toko kami yang berlokasi di depan terminal dobok batusangkar itu, saya jatuh dan mendarat di etalase sehingga menyisakan luka robek pada dada kira-kira 7 cm panjangnya, "ama dan apa" kemudian hanya menasehati bahwa setiap pekerjaan ada akibatnya. tanpa ada babibu dengan nada kesal, "ama dan apa" hanya mengajak saya bercerita merintang-rintang hari dan menghilangkan rasa sakit, ceritanya maca-macam yang ujungnya ada pada kesimpulan, besar hati jangan terlalu diturutkan. senang sepanjang masa, malang sekejap mata. lain kali kalu saya mau panjat-panjat lagi itu rak dinding, hati-hati, kalau mau jatuh lagi jangan seperti yang sekarang ini. jatuh tidak boleh dua kali di lobang yang sama. banyak lagi kenangan indahmasa kecil itu, tapi maaf kerana tak pandai saya merangkai kata demi menyampaikannya. mungkin lain kali pada saat yang tepat saya akan cerita dengan judul yang baru.

Taman kanak-kanak tempat saya belajar bernama TK Dharma Bunda, di Nagari Rao-Rao letaknya. Rao-Rao kampung asri dengan penduduk yang penuh persaudaraan, nagari katitiran di ujuang tunjuak julukannya. satu yang saya ingat, kegemaran saya masa itu adalah memakai topi pandan bulat seperti yang dipakai pak tani dan bu tani di banyak buku pelajaran ataupun buku cerita zaman kanak-kanak yang hingga kini membaca buku seperti itu merupakan suatu kenikmatan tersendiri. inspirasi saya memakai topi bulat itu adalah pak harto, presiden kita zaman itu yang rasanya tak akan terganti kecuali jika bapak sudah tak ingin lagi atau bapak bertemu suratannya. saat itu saya merasakan indah dan nikmatnya sekolah, sekolah dibangun dari motivasi instrinsik dan tak hirau apa kata orang, saat saya ingin saya berangkat atau saat saya ingin saya libur. 

Sekolah dasar saya jalani di Kota Dumai sampai kelas enam cawu satu saja, selanjutnya saya kembali ke Rao-Rao kampung tercinta saya, marsnya 'ondeh mak oi, rao-rao mak oi, ibo hati maninggakan rao-rao', sampai tamatlah pendidikan saya tingkat ini. kota dumai adalah kampung kedua bagi saya, pahit manis hadiah kota ini mendewasakan saya selalu terkenang tanpa diingat dengan bersusah payah. bagaimana pesan ibu guru saat pembagian rapor kala itu, saya yang didampingi oleh apa, ibu guru berkata kepada apa "waldi ini kalau dia ndak banyak tingkah dan mengikuti pelajaran dia ni bisa juara pak, tapi kadang dia lebih suka main, isengin kawannya dan macam-macam lah pak. tapi dia bukan degil pak, jadi ndak usah dimarahi pulak nantik e pak, saya cerite ni bukan nak waldi tu bapak tahu dia degil tapi saya yakin pak, yang waldi ni dia bisa dapat nomor pak. sekarang ni dia dapat rengking tujuh pak, itu dia belajar macam yang saya sebut tu lah pak, kalau tambah peratian ja dia sikit lagi pak, dapat juara dia ni pak".  terasa betul kembang hidung, mata berbinar bangga, dan wajah malu-malu, saya adalah juara dalam bentuk yang lain.

di luar sekolah, saya sering habiskan waktu dengan kegiatan yang kebanyakannya ama dan apa tak tahu, op, tapi bukan karena ama apa tak perhatian tapi memang kepercayaan ama dan apa penuh sama saya, saya adalah juara dalam bentuk lain. tahu-tahu hari sore hampir pukul lima saya pulang bawa tentengan plastik isinya kue, banyak tapi pecah-pecah, ama tanyakan saya, "dari ma di?, a ko di?". "kue ma, wak tadi tampek wandi, amanyo yang buek pakai kuali hitanm gadang, banyak bana ma, tu ko wak diagiah etek tu ma". "lamak kan ma?". oh ya, kue itu saya lupa namanya, bentuknya seperti silinder seukuran jari 0.75 cm dilipat dan digulung kembali sehingga seperti karet yang dipelintir itu, dan bagian luarnya dilapis gula, dan kue ini renyah. kriuk.

tamat dari SD di kampung tercinta, SD Gudang lebih dikenalnya, saya lanjutkan sekolah ke PPM Subulussalam di Padang Pariaman letaknya, tepatnya di lubuak pandan naik mobil angkutan warna merah dari pasar sicincin adanya dua hari dalam seminggu lewat sedikit dari Ka U De. di sini saya benar-benar dibentuk, dan saya jadi jura dalam bentuk aslinya. tahu kenapa?, sebab bagi saya ini adalah pesantren rehab. kawan seangkatan saya mungkin mencapai bilangan 35 orang, tapi 16 saja yang sanggup sampai tamat. semuanya adalah siswa berkarakter kuat namun tentu saja pendewasaanya belum cukup karena memang usianya masih anak-anak. seungguhnyalah jika saya mengamalkan kehidupan saya sebagai muslim hari ini, saya beroleh bekal dasar yang kuat dari sini.

karena ini adalah mengarang bebas seperti masa saya di SD yang menceritakan pergi jum'atan bersama apa, maaf jika kacau balau modelnya. mungkin sampai di sini perkenlan kita kita tahap mula ini.

pembaca akan tahu, kadang kejujuran sulit disampaikan dalam bentuk yang indah meski kejujuran itu sendiri indah adanya. penuh estetika kata orang sekarang. 

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun