Mohon tunggu...
Wahyu Fadhli
Wahyu Fadhli Mohon Tunggu... Penulis - Buku, pesta, dan cinta

tulisan lainnya di IG : @w_inisial

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Mahasiswa-DPR Tergesa Waktu

23 September 2019   20:18 Diperbarui: 24 September 2019   14:12 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

RUU tentang lembaga penanganan tindak pidana korupsi telah diketok palu beberapa waktu lalu. Ada beberapa perubahan yang terdapat dalam UU KPK yang baru. Diantaranya adalah munculnya dewan pengawas pada tubuh KPK, dan kebijakan penyadapan yang harus mendapat restu dari dewan pengawas tersebut.

Secara luar pasal-pasal baru tersebut mungkin terasa sangat membatasi ruang gerak KPK. Komisioner KPK nantinya hanya memiliki tugas sebagai pimpinan saja, untuk penyelidikan harus dikembalikan ke dewan pengawas terlebih dahulu.

Namun sayangnya itu hanya merupakan pandangan awal saja. Secara materiil memang agak mengerikan. Namun, secara formil belum diketahui seperti apa jadinya, belum diketahui dalam proses beracaranya seperti apa. Langkah inilah yang menurut Hukum Tata Negara harus dilalui terlebih dahulu. Uji materil dan formil di Mahkamah Konstitusi.

DPR memang sangat terkesan dikejar waktu untuk mengetok palu RUU KPK. Padahal persediaan waktu yang diberikan masih panjang, dan masih bisa digunakan untuk mendengarkan pendapat dari publik dan dari para ahli. Namun DPR mengacuhkan hal itu. Anehnya, presiden yang diberi waktu cukup lama untuk mempelajari draft yang diberikan oleh DPR hanya menggunakan waktunya selama kurang dari satu minggu. Pemerintah pusat dalam hal ini lebih memilih untuk mengesahkan RUU KPK daripada mengentaskan masalah asap di Kalimantan dan Sumatera.

Ujung tombak dari suara rakyat pun seperti menggebu untuk menolak hadirnya beberapa RUU. Para mahasiswa seakan tanpa diskusi matang datang menyerang dan tak mau pulang. Tercatat beberapa gerakan sudah dimulai sejak tanggal 19 September lalu. Awalnya gerakan hanya terpusat di kota-kota besar, lalu seakan tidak mau kalah dengan rekan-rekannya, kota-kota lain pun serentak mengadakan aksi serupa pada tanggal 23 September.

Memang secara materiil terdapat kejanggalan dalam beberapa RUU yang ada. Namun persoalan ini tidak bisa dibahas secepat kilat lalu memutuskan untuk melakukan aksi penolakan. Sebagai mahasiswa setiap mengambil tindakan politis tidak boleh didasari dengan embel-embel kepentingan, golongan, atau organisasi apapun.

Ada yang sedikit terlupa oleh kita mahasiswa, bahwa patriotisme tidak muncul dari slogan dan hipokrisi, namun dari nalar kita sendiri. Hindari aksi dengan bermodal kata dari elite politik apapun. Kita memang pernah punya luka kelam reformasi. Kita boleh saja paranoid dengan hal tersebut. Namun perlu diingat juga, kita punya luka "kepentingan" yang siap mendomplengi setiap aksi politis yang dilakukan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun