Mohon tunggu...
wahyu mada
wahyu mada Mohon Tunggu... Penulis - Pemuda dari Nganjuk yang ingin memandang dunia dari berbagai sudut pandang

Sejarah dadi piranti kanggo moco owah gingsire jaman (KRT Bambang Hadipuro)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sejarah Nganjuk: Mangga Golek Sebagai Komoditas Unggulan Warga Berbek Tahun 1936 - 1941

19 September 2021   18:46 Diperbarui: 19 September 2021   19:19 1119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

KEDIRI (De Mangga-Oogsttijd) https://www.delpher.nl/ Algeemen Handelsblad voor Nederlandsch-Indie, 5-10-1938, (227) Koninklijke Bibliotheek, dipublikasikan di Semarang

Pada tahun 1939 panen mangga di daerah Berbek semakin membaik dan tidak terdapat hambatan yang berarti. Panen buah mangga pada tahun tersebut juga sangat besar dan harganya lebih mahal daripada tahun sebelumnya. Masyarakat dari wilayah Berbek pada saat itu sangat disibukkan dengan memetik buah mangga dari pohonnya. Buah-buah itu sebagian tetap didistribusikan ke berbagai wilayah dengan menggunakan kereta api, sama seperti tahun-tahun sebelumnya.

Daerah Berbek yang sangat disibukkan dengan perdagangan mangga pada tahun itu adalah Cepoko dan Berbek, sedangkan daerah diluar itu yang masih bertetangga dengan Berbek adalah Desa Kuncir. Komoditas unggulan tetap sama, yaitu mangga golek. Mangga madu dan cempora juga ikut diperdagangkan disini, namun jenis-jenis itu tidak banyak dicari dan tidak banyak dikenal seperti mangga golek yang menjadi ciri khas.

Koran yang diterbitkan pada 26 Oktober 1939, yaitu De Indische Courant pada bagian Oost-Java Nieuws dan pada pembahasan Mangga-Oogst, telah memberikan penjelasan yang sangat cukup untuk ditangkap dengan jelas mengenai dunia mangga golek di Berbek tahun 1939. Tidak ada permasalahan antara pemilik pohon mangga dan pembeli karena buahnya bisa dikatakan kualitas yang bagus. Di daerah lokal Berbek sendiri juga ramai didatangi para pembeli buah mangga hasil panen.

 Budidaya Mangga Golek Berbek Masa Akhir Depresi 1940-1941

Budidaya mangga golek di wilayah Berbek pada periode 1940-1941 mengalami pasang surut atau turun naik. Sejatinya pada periode ini perekonomian masyarakat sudah membaik, utamanya masyarakat di Regentschap Nganjuk. Para pemilik pohon mangga mengharapkan panen mangga di tahun 1940 dapat lebih baik dengan mendapatkan untung banyak dibandingkan pada tahun 1939, namun ternyata alam berkata lain. Pada tahun 1940 terdapat ancaman yang serius bagi kelestarian mangga golek di Berbek. Ancaman itu berasal dari alam, lebih tepatnya dipengaruhi kondisi cuaca pada saat itu. Cuaca panas secara terus-menerus pada 1940 sangat berdampak serius pada hasil panen mangga di Berbek.

Fuji Triani dan Ariffin telah meneliti dampak fenomena cuaca panas terhadap produktivitas mangga yang diterbitkan dalam jurnalnya Dampak Variasi Iklim terhadap Produktivitas Mangga (Mangifera Indica) di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, Jurnal Plantropiva (2019, Vol. 4 No.1). Mereka memberikan informasi, bahwa pada saat musim kemarau di beberapa wilayah Indonesia terdapat angin fohn yang dapat merusak tanaman karena angin ini memiliki sifat yang kering dan panas. Mereka juga menambahkan bahwa 68% produktivitas mangga dipengaruhi oleh lamanya penyinaran.

Sangat mungkin cuaca panas secara terus-menerus pada musim mangga di Berbek tahun 1940 dapat memengaruhi pembentukan buah mangga ditangkainya, karena pada masa-masa pembentukan buah mangga dari bunganya merupakan masa yang sangat rawan. Cuaca panas secara terus-menerus juga memiliki keterkaitan dengan lamanya penyinaran pada masa pembentukan buah mangga dari bungannya yang sangat sensitif.

Cuaca dan iklim juga menjadi faktor yang sangat penting bagi suksesnya budidaya tanaman mangga. Banyak pemilik pohon mangga yang merugi akibat panen buah mangga yang dinilai buruk pada tahun 1940. Kerugian dalam budidaya mangga ini tentunya juga berdampak pada harga buah mangga di pasaran. Hal ini karena dua hal tersebut sejalan antara kualitas barang yang ditawarkan dan harga. Harga dan barang yang ditawarkan berjalan lurus.

Harga buah mangga golek menurun diiringi juga dengan menurunnya kualitas buah mangga yang diturunkan pada tahun 1940, sehingga menyebabkan penawaran buah menurun. Sangat besar kemungkinan kita dapat melihat peristiwa ini dengan menggunakan teori hukum penawaran yang merupakan konsep dari Alfred Marshall. Yopi Nisa Febianti dalam jurnalnya yang berjudul Penawaran Dalam Ekonomi Mikro, Jurnal Edunomic (2015, Volume 3 Nomor. 1) menyebutkan bahwa perbandingan lurus antara harga dengan penawaran itu disebut hukum penawaran.

 

screenshot-2021-0816-211834-61471ecd53f9cd4d2b1b8572.png
screenshot-2021-0816-211834-61471ecd53f9cd4d2b1b8572.png

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun