Mohon tunggu...
Wahyu Hidayat
Wahyu Hidayat Mohon Tunggu... IT Programmer -

Seorang Pemerhati Netizen

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Tahun Politik "Asal Beda Sikat Bos"

19 Februari 2019   14:39 Diperbarui: 19 Februari 2019   16:00 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

         Tahun politik merupakan tahun yang sangat menegangkan, khususnya untuk negara yang menganut sistem demokrasi dan tata cara pemilihan presidennya dilakukan secara langsung. 

Amerika Serikat sebagai negara role model “demokrasi”, pada setiap tahun politik menciptakan persaingan antara calon presiden dari partai republik dan partai demokrat. Persaingan antara kedua calon presiden tersebut menciptakan energi positif untuk saling berlomba menyampaikan visi dan misi dari masing-masing calon presiden. Namun ketika sampai kepada pendukung masing-masing calon presiden, energi tersebut terkadang berubah menjadi energi negatif.

Sangat menarik ketika Indonesia sebagai negara yang memiliki sistem pemilihan Kepala Negara paling demokratis (one man one vote), juga mengalami hal yang sama. Ketika persaingan tersebut tercipta, energi positif yang bisa membangun bangsa ini malah menjadi energi negatif yang berpotensi memecah belah kehidupan berbangsa. Sayangnya energi negatif ini terus berlanjut walau tahun politik (pemilu 2014) telah berakhir.

Masih teringat dengan jelas peristiwa bersejarah 212 di Jakarta tahun 2016, ada hal menarik yang terjadi. Saat ada pembagian gratis produk sari roti dan viral di social media. Manajemen Sari Roti berkeinginan produk mereka tidak dikaitkan kedalam kegiatan politik langsung mendapat respon untuk memboikot produk dari Sari Roti.

Ajakan memboikot juga terjadi terhadap Traveloka. Pada tahun 2017 aplikasi pencarian tiket pesawat ini pernah mengalami seruan untuk di boikot (Uninstall). Hal ini di picu oleh aksi walk out pianis Ananda Sukarlan saat Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berpidato, yang mana Anies Baswedan didukung oleh Gerinda dan koalisi ketika Pilgub DKI.

Memasuki tahun politk 2019, saat ini yang sedang heboh adalah seruan meng-uninstall Bukalapak. Bukalapak sebagai salah satu online marketplace terkemuka di Indonesia, juga tidak luput dari energi negatif yang tercipta akibat persaingan antara calon presiden di saat tahun politik. Bisa di lihat di berbagai platform sosial media terdapat ajakan untuk meng-uninstall  Bukalapak. Seruan ini ramai diperbincangkan karena cuitan dari CEO Bukalapak Achmad Zaky di Twitter.

Sedikit cerita di atas merupakan isu besar yang tercipta akibat energi negatif tersebut, dan masih banyak energi negatif yang terjadi di masyarakat akibat persaingan antara Calon Presiden. Sosial media merupakan salah satu tempat perkembangan energi negatif ini. Saya menyebutnya energi negatif karena hal ini dapat merusak persatuan dan kesatuan bangsa. Kalau kita lihat masing-masing Calon Presiden sudah mendeklarasikan kampanye damai, tapi kenapa energi positif tadi malah kembali menjadi energi negatif seperti pemilu tahun 2014.

Ketika pemilu 2019 selesai, menurut saya energi negatif ini akan terus membesar dan berkembang apabila tidak di antisipasi mulai dari sekarang. Demokrasi Pancasila merupakan energi positif yang besar apabila di lakukan secara maksimal dan saling menghargai. Tinggal bagaimana masing-masing Calon Presiden menurunkan energi positif kepada masing-masing pendukung, agar saat pemilu selesai Calon Presiden terpilih dapat bekerja maksimal tanpa terganggu energi negatif yang tercipta pada tahun politik dan ego “Asal Beda Sikat Bos” tidak turun kepada generasi penerus bangsa.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun