Mohon tunggu...
Agus Wahyudi
Agus Wahyudi Mohon Tunggu... Akuntan - Guru SD, mencoba belajar menulis dan mendongeng

Guru SD, sekarang tinggal di Lampung.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Review Film: Seaspiracy (2021) Jangan Makan Ikan Laut!

3 Juli 2021   10:37 Diperbarui: 3 Juli 2021   10:58 1643
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: instagram.com/seaspiracy

Percaya deh, kecepatan merusak karang dari pukat raksasa ini di dasar laut, jauh lebih cepat dari kecepatan penebangan hutan di Kalimantan, Sumatera, atau hutan hujan di Amazon.

Film dokumenter ini juga menampilkan fakta bahwa ada peran besar industri penangkapan ikan mengubah cara hidup nelayan Somalia yang diberitakan banyak membajak kapal. 

Hal itu terpaksa mereka lakukan karena ikan semakin sulit didapat oleh perahu mereka yang kecil, sementara sebagian besar ikan sudah dicuri oleh kapal-kapal besar dengan pukat raksasa mereka.

Masih ingat warga Indonesia yang menjadi budak dari sebuah kapal penangkap ikan di luar negeri? Ternyata perbudakan marak dilakukan oleh industri seafood ini. Tambak udang dan kapal-kapal penangkap ikan di Asia Tenggara banyak mempraktekkan perbudakan yang memperlakukan pekerja mereka secara tidak manusiawi. 

Di Thailand, banyak kru kapal yang dibunuh oleh bos-bos mereka. Mayat-mayat disimpan di ruang pendingin kapal atau dibuang ke laut. Ali dan tim bahkan harus mematikan kameranya dan segera meninggalkan tempat saat melakukan wawancara rahasia di Thailand Selatan, karena polisi sedang menuju ke lokasi mereka.

Kamera juga merekam pemandangan dramatis yang menyorot mata ikan paus pilot setelah disembelih dalam budaya "Grindadrap", berburu dan menyembelih paus di kepulauan Faroe, Atlantik Utara. 

Ratusan paus digiring ke pinggir pantai, disembelih, lalu air laut memerah. Untuk kedua kalinya, terlihat Ali mengusap air matanya di fim tersebut. Sebelumnya ia melakukannya saat melihat penyembelihan lumba-lumba di Taiji.  

Film ini memberikan penyadaran baru kepada saya, bahwa ternyata yang jauh lebih merusak adalah eksploitasi berlebihan industri penangkap ikan. Kerusakannya multidimensi: 

Kerusakan ekosistem, korupsi, perbudakan, kesehatan, dll. Menurut saya, bahkan lebih merusak daripada pembalakan liar di hutan. 

Setidaknya, pembalakan liar di hutan dilakukan di darat dan lebih mudah untuk dipantau. Kalau industri ikan dilakukan di tengah samudra, kerusakannya sampai ke dasar laut yang tertutup oleh air laut di permukaan.

Apa yang bisa dilakukan? Pesan dari film ini cukup sederhana: Berhenti makan ikan Laut!!!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun