Mohon tunggu...
Wahyudi Adiprasetyo
Wahyudi Adiprasetyo Mohon Tunggu... Sang Pena Tua

Pena tua memulung kata kemudian menuang wacana dari tumpahan nurani untuk mengisi pojok ruang kosong literasi publik.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Secangkir Kopi Bagi Ritual Kekinian

28 Juni 2025   07:37 Diperbarui: 28 Juni 2025   07:37 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kopi, Rasa, dan Riset: Menyeduh Masa Depan dalam Secangkir Inovasi

Di dunia yang terus bergerak cepat, secangkir kopi tak pernah kehilangan tempat. Ia bukan sekadar minuman. Ia adalah jeda. Ia adalah teman pagi yang membuka mata, dan sahabat malam yang menemani pikiran. Tapi di tangan Mas Agung dan Mas Ali, kopi tidak berhenti sebagai kebiasaan harian. Ia menjadi ruang eksplorasi, bahan eksperimen, bahkan ladang ilmu pengetahuan.

Siapa pun tahu, kopi berasal dari buah mungil berwarna merah: cherry yang ranum, manis, dan menyimpan rahasia kehidupan di dalamnya. Dari satu buah cherry, diambil bijinya. Lalu dicuci, dikeringkan, disangrai, digiling, dan diseduh. Jadilah minuman hitam hangat yang menggoda jutaan lidah di seluruh dunia.

Namun, tak semua orang tahu bahwa kopi bukanlah rasa yang statis. Ia adalah kanvas terbuka. Di tangan barista, ia jadi sajian khas yang menyegarkan. Tapi di tangan periset seperti Mas Ali dan Mas Agung, kopi menjadi medan uji untuk menghadirkan rasa baru dan manfaat baru, tanpa kehilangan jati dirinya.

Melalui riset yang mendalam, mereka menemukan cara untuk menurunkan kadar kafein, mengurangi rasa pahit yang tajam, dan justru memperkuat nuansa rasa alami yang tersembunyi di baliknya---entah itu cita rasa cokelat, floral, atau aroma kacang yang biasanya hanya muncul samar.

Kopi yang dulu dianggap keras, kini bisa menjadi lembut. Kopi yang dulu hanya membangunkan, kini bisa menenangkan dan menyembuhkan.

Mereka lalu melangkah lebih jauh: memadukan kopi dengan berbagai jenis herbal lokal, seperti jahe, serai, temulawak, kapulaga, hingga kayu manis. Proses ini tidak dilakukan asal campur. Semua dicatat, diuji, direplikasi. Rasio, suhu, lama fermentasi---semua menjadi bagian dari riset ilmiah yang rapi.

Hasilnya luar biasa. Lahirlah jenis minuman baru: kopi berbasis herbal. Masih terasa sebagai kopi, masih memberi efek stimulan, tapi tidak membuat gelisah, tidak memicu asam lambung, bahkan bisa menenangkan saraf dan menyegarkan pikiran.

Kini, kopi hasil riset ini tak hanya menjadi minuman selera, tetapi juga berpotensi menjadi terapi---menjaga kebugaran tubuh, memperkuat sistem imun, meredakan inflamasi, bahkan membantu pemulihan dari gangguan metabolik dan tekanan psikologis ringan. Ini bukan sekadar janji rasa. Ini adalah kopi sebagai obat, hasil perpaduan ilmu pengetahuan, intuisi rasa, dan kekayaan rempah Nusantara.

Kopi Sebagai Jalan, Bukan Tujuan

Bagi Mas Agung dan Mas Ali, kopi bukanlah akhir. Ia adalah awal---sebuah titik temu antara tradisi dan teknologi, antara rasa dan fungsi, antara akar lokal dan potensi global.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun