Mohon tunggu...
WAHYU TRISNO AJI
WAHYU TRISNO AJI Mohon Tunggu... Mahasiswa - Selamat datang. Dalam pemikiran sebebas mungkin dalam ruang prespektif bahasa. Yang dimana sejalan dengan rasio dan empirik yang kritik. Mari berkontribusi untuk mengkonstruksi paradigma berfikir menjadi lebih ambivelensi terhadap kehidupan yang penuh jawaban yang bercabang

Selalu sehat para kaum berfikir

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Berkeyakinan seperti Immanuel Kant, Transendental Vs Transenden

29 Agustus 2022   01:16 Diperbarui: 29 Agustus 2022   01:17 1128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Qamar Magazin

Hematnya, dalam pemikiran Kant tersebut memaparkan bagaimana pengetahuan yang dimiliki oleh manusia terpaku pada pengalaman dan diidentifikasi oleh akal manusia dalam ruang-waktu yang telah mensyaratkan 12 kategoris. Sehingga apa yang pantas untuk disebut sebagai pengetahuan hanya sebatas itu saja. Namun menjadi pertanyaan apakah Tuhan bisa dijadikan sebagai pengetahun?

Jawabannya Tuhan bukan berada dalam ruang dan waktu dan seperti yang telah di paparkan sebelumnya. Dia merupakan bagian 3 postulat yang wajib di Terima termasuk dari kehendak kebebasan dan immortalitas jiwa. Tuhan dalam benak manusia tidak mungkin bisa di pikirkan, sebab ia bukan termasuk objek pengetahuan. 

Pastinya dalam hal ini bukan berarti Kant mengatakan bahwa Tuhan tidak ada. Namun ia menjelaskan pengetahuan manusia hanya mengetahui apa yang ada dalam  pengalaman fenomena saja berdasarkan prinsip-prinsip ruang-waktu dan menyesuaikan dengan 12 kategori.

Dengan demikian posisi Tuhan yang di lakukan Kant tidak menjadikan Tuhan sebagai objek pengetahuan, sebab Tuhan bukan objek dari pengetahuan dan tidak memenuhi Syarat pengetahuan. Melainkan menurut kant, Tuhan adalah sesuatu yang tak terjelaskan, namun manusia sendiri tidak memiliki bukti kuat untuk membantah nya tidak ada. Posisi Tuhan bukan dijadikan sebagai objek pengetahuan yang diberikan syarat-syarat (transendental). Tuhan melampaui semua itu sendiri (transenden).

Pengetahuan manusia hanya sebatas landasan relativitas. Jika Tuhan diposisikan sebagai pengetahuan, pastinya akan terjadi antinomi dalam berbagai hal. Tuhan tidak bisa dijadikan objek, melainkan dirinya menjadi subjek. Manusia hanya menjadi subjek saja, sedangkan Tuhan merupakan subjek transendental. Subjek yang memberikan syarat pada subjek lainnya.

Dalam runutan sederhana inilah point penting yang ingin disampaikan bagaimana analisa dalam pemikiran Kant dalam beragama dan berkeyakinan. Bahwa pengetahuan atau ilmu pengetahuan itu sendiri dilandasi pada keraguan untuk meyakin. Sedangkan keyakinan merupakan yang melekat tanpa prinsip keraguan. Dengan maksim(aturan) seperti inilah keyakinan tidak bisa diragukan dengan prinsip ilmu pengetahuan. Sebab keyakinan sudah melampaui dari pengetahuan. Pengetahuan atau sains hanya melihat fakta-fakta berdasarkan metode objektif nya. Namun mereka tahu bahwa objektif tersebut hanya apa yang mereka anggap(subjektif) sebagai kebenaran pada objek atau fenomena tersebut, namun belum tentu berdasarkan apa yang ada pada objek pada dirinya (an sich).

Perubahan didalam pengetahuan manusia akan terus menerus terjadi, karena prinsip ruang-waktu dalam ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh manusia mengalami perubahan, pastinya manusia akan bertambah pula pengetahuan mereka pada objek. Sedangkan untuk keyakinan tidak akan terjadinya penambahan, namun tetap pada satu kekonsistenan, namun itu bukan bagian pengetahuan manusia. Melainkan itu merupakan postulat yang seharusnya ada seperti apa yang Kant adakan sebagian syarat syarat yang memungkinkan syara-syarat tersbut ada, dan seterusnya.

Oleh karena itu, agama atau keyakinan tidak hias dibantah ataupun diragukan. Sebab keraguan ada dalam ranah pengetahuan yang terus berkembang dan memiliki nilai keluasan di dalamnya. Mencari kebenaran yang lebih baharu inilah yang mencirikan khas dari pengetahuan dimiliki manusia. Manusia hanya faham akan kesadaran objek, tapi tidak dengan kesadaran pada apa yang ada dalam objek itu sendiri. Manusia mempresepsikan objek berdasarkan presepsi dirinya, sehingga yang dilihat adalah objek berdasarkan kacamata subjek. Tetapi untuk subjek itu sendiri tidak diketahui (Noumena). Oleh karena itu prinsip pengetahuan selalu mengalami reduksi, penambahan hingga kritikan yang menciptakan makna mkna lain. Sedangkan keyakinan menetap tanpa menjadikannya pengetahuan (sebab keyakinan tidak berdasarkan objek, pengalaman maupun ruang-waktu).  Keyakinan tetaplah keyakinan, tidak ada terma untuk menguji soal keyakinan. Yang di uji oleh manusia hanyalah hasil ciptaan dari Tuhan saja. Namun untuk Tuhan sendiri tidak bisa manusia identifikasi karena sebab manusia hanya terkunci pada ruang-waktu. Mereka hanya bergelut pada hipotesis-hopitesis yang relatif. Pengetahuan terus berkembang. Tetapi keyakinan tetap, namun bukan berarti tidak memiliki nilai lebih seperti halnya pengetahuan. Keyakinan beragama membuat manusia memahami bahwa pengetahuan yang dimiliki oleh manusia hanyalah sebatas dugaan, sedangkan keyakinan dalam agama sudah melampaui demikian(sehingga muncul hal hal yang tak bisa diidentifikasi dalam ilmu pengetahuan seperti mukjizat). Orang beragama sudah terikat dengan keyakinan yang kuat yang mereka kunci dalam hati dan menjadikannya absolut  tanpa menggangugugat. Postulat diberikan pada Tuhan sehingga manusia tidak bisa meragu akan adanya. Tidak ada bukti untuk mengatakan Tuhan tidak ada. Namun orang-orang yang berkeyakinan dalam agama memiliki nilai lebih seperti halnya mereka mampu hidup dengan aturan-aturan agama yang sudah jelas, membuat manusia disiplin, membuat manusia tidak egois, rakus dan lainnya. Sehingga agama pastinya bukan untuk dijadikan ujian candaan. Jikapun Ilmu pengetahuan mencari tahu agama tersebut benar dengan mencari dan menelusuri apakah Tuhan benar ada atau tidak. Maka mereka akan menemukan kekosongan karena mereka beranggapan bahwa Tuhan disana, disitu. Padahal sebelum nya dalam pemikiran Kant apa yang diketahui manusia hanya sebatas presepsi pengalaman yang dalam segi fenomena ruang-waktu yang dijelaskan dalam 12 kategori. Peran akal sebagai subjek hanya mengatur dan mengkonsepkan pengalaman tersebut menjadi runutan yang bisa di fahami sebagai objek fenomena, bukan noumena. Namun dalam keyakinan manusia tidak menggunakan prinsip tersebut, yang ada hanyalah Tuhan sudah Dipostulat kan karena pengalaman terhadap Tuhan tidak manusia miliki atau bukan bagian transendental. Tuhan itu transenden yang melampaui segalanya sebelum segalanya ada. Sehingga kondisi manusia yang penuh kekurangan tidak mampu mengidentifikasi Tuhan, kecuali hanya ciptaannya saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun