Ketika Tetangga Terpapar Covid
Pandemi ini, melemahkan segala sektor dari beberapa sisi. Antara lain sisi ekonomi, juga sisi sosialisasi terhadap lingkungan sekitar.Â
Kita dihadapkan pada kebiasaan baru, yang benar-benar menguji kita. Karena jika kita tidak menjalankannya, akan beresiko terpapar.Â
Ada kebiasaan baru yang mau tak mau harus dijalankan. Misalnya memakai masker, menjaga jarak ketika bertemu dengan orang lain di luar orang rumah, harus rajin meenjaga kebersihan, juga hal-hal yang berkaitan dengan pandemi, hingga melebar kemana-mana.
Lingkungan rumah saya termasuk yang taat prokes. Sejak April 2020 ketika pandemi mulai merebak, tidak ada pertemuan rutin yang diadakan sebulan sekali.Â
Masjid dekat rumah juga sangat menaati prokes dengan menjaga jarak dan memakai masker ketika salat berjamaah.Â
Tetapi ketika musibah datang, tetap saja tidak bisa disalahkan.Â
Lalu, ketika ada tetangga yang mengalami musibah menjalani isolasi mandiri di rumah, juga tidak bisa disalahkan. Rumah sakit penuh dan tidak bisa menampung pasien.
Sisi humanis saya dan tetangga lainnya sedang diasah.Â
Sikap saling menjaga antar tetangga, bersyukur masih ada. Memang seharusnya begitu. Tetangga itu ibarat saudara dekat. Saling membutuhkan, apalagi saat diperlukan. Seperti saat kondisi pandemi ini.Â
Meskipun saya berada dalam lingkungan perkotaan yang konon warganya saling cuek dengan tetangga, tetapi di lingkungan saya masih bisa guyup. Jadi ketika menghadapi masalah seperti sekarang, saling membantu. Ketika tetangga ada yang isoman, bukan dijauhi, melainkan didukung dengan memberikan bantuan secara bergiliran.