Mohon tunggu...
Wahyu Sapta
Wahyu Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Menyatulah dengan alam, bersahabatlah dengan alam, ikuti alirannya, lalu kau rasakan, bahwa dunia itu indah, tanpa ada suatu pertentangan, damai, nyaman, teratur, seperti derap irama alam berpadu, nyanyian angin, nyanyian jiwa, beiringan, dekat tapi tak pernah berselisih, seimbang, tenang, alam, angin, jiwa, mempadu nyanyian tanpa pernah sumbang...

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Mencicipi Soto Lamongan dengan Bubuk Koya yang Gurih

21 November 2020   22:58 Diperbarui: 22 November 2020   06:40 688
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Satu porsi Soto Lamongan dengan bubuk koya yang gurih. Sedap! | Foto: Wahyu Sapta.

Membahas tentang kuliner soto, tidak akan ada habisnya. Makanan yang berkuah melimpah, di setiap kota hampir memiliki menu ini dengan ciri khas masing-masing. Ada yang berkuah bening, kental, bersantan, memakai tauco dan sebagainya. Misalnya, Soto Semarang cenderung bening. Coto Makasar yang berkuah kental. Soto Sauto yang memakai tauco.Tergantung selera masyarakat di daerah tersebut. 

Lain lagi dengan Soto Lamongan, yang berkuah kuning bening, dengan tambahan koya gurih sebagai topingnya. Nah, jika ingin merasakan Soto Lamongan, pun tidak harus ke Lamongan. Karena soto ini sudah populer, maka di beberapa kota ada yang menjualnya. Di Semarang juga ada, loh. Bahkan di beberapa lokasi, dengan mudah saya bisa menemukan warung Soto Lamongan.

Seperti di hari siang itu ketika jam makan siang, kebetulan saya berada di sekitar daerah Rejosari Semarang Timur. Perut lapar. Pengin makan apa, ya? Tanya saya kepada teman seperjalanan yang ada di samping saya. Setelah berunding, pilihan jatuh pada soto. Siang hari yang terik, ingin makan yang segar. Soto pilihannya.

Memang di sekitar lokasi di Jalan Rejosari dekat Pasar Kartini, banyak warung soto yang berjajar. Ada Soto Semarang, Soto Kudus, dan menu lainnya. Tetapi ketika saya hendak berhenti di warung Soto Semarang, agak susah mencari tempat parkir. 

Akhirnya pilihan jatuh pada warung Soto Lamongan, karena bisa mendapat tempat parkir. Warungnya juga lumayan luas, jadi bisa nyaman untuk tempat makan di masa pandemi ini. Tidak harus berdesakan. Juga sesuai prokes, karena tersedia cuci tangan dengan sabun sebelum masuk warung. Orang-orang yang melayani juga memakai masker.

Di depan warung ada gerobak yang berisi panci besar berisi kuah yang selalu panas. Lalu di situ juga ada beberapa ayam matang utuh yang digantung. Menarik sekali. Setiap menyajikan semangkok soto, ayam utuh yang digantung tersebut diiris untuk isian sajian. Unik, ya.

Saya memesan dua porsi soto ayam dan minumnya teh hangat. Untuk saya dan teman saya. Duduk manis bersama dia sambil menunggu pesanan. Ahai, sedikit berbincang dan sesekali menengok layar handphone, barangkali ada pesan masuk yang butuh dibaca. 

Warung ini bernama Soto Lamongan Cak Kumis. Menyediakan soto ayam dan soto daging. Tetapi saya tadi telah memesan soto ayam. Memang saya pernah merasakan Soto Lamongan di tempat yang berbeda. Soto yang berkuah kuning bening, beraroma segar dengan toping koya. Nah, saya ingin merasakannya kembali. 

Sepertinya warung ini ramai, karena hampir tidak ada jeda. Penikmat soto berdatangan hendak makan. Ketika mereka selesai makan dan berlalu, disusul kemudian pembeli berikutnya. Atau karena jam makan siang, ya?

Pesanan datang. Aduh, besar banget porsinya! Ternyata memang membeli soto di sini untuk pesanan standar adalah porsi besar yang memakai mangkok besar pula. Yah, saya tidak tahu. Padahal bisa memesan dengan porsi kecil atau separuh, loh. Nggak papa deh. Mumpung lagi lapar.

Bau aroma rempah dan bumbunya menguar. Bawang putih tercium tajam. Juga aroma daun salam yang sedap. Kuahnya yang berwarna kuning bening dengan bumbu serai, kunyit, merica, jahe. Hum... harum! Sedap.

Penampakan dari soto itu sendiri, nasi yang diberi sajian ayam yang diiris tipis, irisan sayur kol, tomat, telur rebus, bawang goreng dan seledri. Kemudian disiram kuah kuning bening yang melimpah. 

Soto tersaji tanpa bubuk koya. Jika ingin menambahkan koya, bisa mengambilnya dari wadah yang berbeda yang disajikan di meja. | Foto: Wahyu Sapta.
Soto tersaji tanpa bubuk koya. Jika ingin menambahkan koya, bisa mengambilnya dari wadah yang berbeda yang disajikan di meja. | Foto: Wahyu Sapta.
Ayam yang dipakai adalah ayam kampung, sehingga kuahnya bening dan gurih. Akan berbeda jika ayam yang dipakai adalah ayam negeri. Ayam kampung memang memberikan rasa yang khas, yang lebih gurih jika dibanding dengan ayam negeri.

Nah, ini. Untuk topingnya, bubuk koya tersaji tersendiri dalam wadah besar yang disajikan di meja. Tidak dicampur dalam sajian semangkok soto, melainkan mengambilnya sendiri sesuai dengan selera. 

Bubuk koya merupakan campuran kerupuk udang dan bawang putih goreng yang dihaluskan. Rasanya gurih. Bisa mengambil sesuai dengan selera penikmat soto. Mantap! | Foto: Wahyu Sapta.
Bubuk koya merupakan campuran kerupuk udang dan bawang putih goreng yang dihaluskan. Rasanya gurih. Bisa mengambil sesuai dengan selera penikmat soto. Mantap! | Foto: Wahyu Sapta.
Bubuk koya inilah membedakan dengan sajian soto lainnya. Merupakan ciri khas dari Soto Lamongan. Bubuk koya merupakan campuran kerupuk udang dan bawang putih goreng yang dihaluskan. Rasanya gurih. 

Saya mengambil satu sendok koya, lalu menaburkannya dalam semangkok soto. Bubuk koya memberi cita rasa yang berbeda dalam semangkok soto. Kuahnya menjadi lebih pekat ketika teraduk bersama bubuk koya. Mantap nih. 

Sesuap demi sesuap nasi soto berpindah tempat. Menuntaskan rasa lapar saya sedikit demi sedikit. Agak memaksa karena tadi porsinya besar. Dengan mencomot satu tusuk sate daging yang tersaji di meja, akhirnya semangkok soto habis juga. Ternyata saya memang lapar! Hahaha...

Teman makan soto yang menambah semangat makan. Bisa memilih sate daging, sate ayam, atau sate telur puyuh. Mariii... | Foto: Wahyu Sapta.
Teman makan soto yang menambah semangat makan. Bisa memilih sate daging, sate ayam, atau sate telur puyuh. Mariii... | Foto: Wahyu Sapta.
Kuahnya asin gurih. Jika ingin lebih manis, bisa ditambahkan kecap. Hem, segar! Karena ada irisan kol juga tomat. Dengan kucuran air jeruk nipis menambah segarnya soto. Apalagi dinikmati hangat dan pedas. Badan menjadi hangat dan berkeringat. Kemudian minum teh hangat. Lengkap segarnya. Tertuntaskan rasa lapar dan nikmatnya kuliner Soto Lamongan. 

Dua porsi soto, dua tusuk sate, dan dua gelas teh hangat manis dibandrol lima puluh ribu rupiah. Kenyang tidak pakai protes. Mantap!

Menikmati berbagai sajian kuliner Indonesia memang sangat menyenangkan. Salah satunya adalah mencicipi Soto Lamongan dengan khas toping koya yang gurih. Mengenal dan mencicipi Soto Lamongan, paling tidak menambah perbendaharaan cita rasa kuliner daerah yang ada di Indonesia. 

Seperti yang sudah sebelumnya, saat saya mencicipi soto yang berbeda, dari berbagai daerah yang berbeda pula. Sajian soto bisa dinikmati dengan ciri khas masing-masing daerah. Itu baru satu menu: soto. Belum lagi menu lainnya. Betapa kaya kuliner yang ada di Indonesia, ya. Bangga deh rasanya jadi orang Indonesia.

Nah, mencintai makanan tradisional khas Indonesia, juga salah satu cara mempertahankan kuliner tradisional agar senantiasa ada. Karena makanan itu akan tetap ada dan tersaji, jika ada penikmat dan penggemarnya. Rasanya yang pasti lezat, tidak diragukan lagi, bukan? 

Salam kuliner,

Wahyu Sapta.

Semarang, 21 November 2020.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun