Mohon tunggu...
Wahyu Sapta
Wahyu Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Menyatulah dengan alam, bersahabatlah dengan alam, ikuti alirannya, lalu kau rasakan, bahwa dunia itu indah, tanpa ada suatu pertentangan, damai, nyaman, teratur, seperti derap irama alam berpadu, nyanyian angin, nyanyian jiwa, beiringan, dekat tapi tak pernah berselisih, seimbang, tenang, alam, angin, jiwa, mempadu nyanyian tanpa pernah sumbang...

Selanjutnya

Tutup

Foodie Artikel Utama

[Event Semarkutiga] Mencicip Soto Banjar yang Segar dan Beraroma Rempah

5 Juli 2019   15:11 Diperbarui: 6 Juli 2019   11:14 694
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seporsi Soto Banjar ini sedap dan segar sekali. Mantap! (Dok. Wahyu Sapta)

Dalam setiap kesempatan, setiap bepergian, saya selalu saja ada meluangkan waktu untuk mencicipi makanan yang khas. Mumpung! 

Seperti kemarin tanggal 1 hingga 4 Juli 2019, ketika saya berkesempatan mengunjungi kakak saya di Balikpapan dan Tanahgrogot Kalimantan Timur. Dan beruntunglah saya yang memiliki banyak kakak yang tinggal di berbagai kota, sehingga bisa mengunjunginya. 

Saya pergi dengan kakak perempuan saya dan suaminya. Dan lagi-lagi beruntunglah saya, memiliki kakak yang baik hati. Nasib anak bontot yang beruntungnya di sini. Mendapat banyak sponsor ketika bepergian bersama kakak. Hahaha... sudah bisa ditebak kan saya anak nomer berapa jika dilihat dari nama? Keluarga kandung saya, semua memiliki nama depan Wahyu. 

Hari pertama, saya menginap di Balikpapan. Beberapa kali kuliner makanan Balikpapan yang didominasi ikan-ikanan. Seperti ikan Woku, Trakulu Bakar, Palumara Kakap, Kangkung Belacan, Kepiting Saos Padang. Rasanya nendang dan menggoyangkan lidah saya untuk menyantapnya hingga tuntas. Mantap!

Saat di Balikpapan saya mencicipi Ikan Trakulu Bakar. Rasanya gurih. Tidak memakai kecap seperti ikan bakar di Jawa. (Dok. Wahyu Sapta).
Saat di Balikpapan saya mencicipi Ikan Trakulu Bakar. Rasanya gurih. Tidak memakai kecap seperti ikan bakar di Jawa. (Dok. Wahyu Sapta).
Palumara Kakap ini segar dengan aroma bawang putih. Kuahnya bening. Rasanya asin gurih. (Dok. Wahyu Sapta).
Palumara Kakap ini segar dengan aroma bawang putih. Kuahnya bening. Rasanya asin gurih. (Dok. Wahyu Sapta).
Kemudian keesokan harinya saya melanjutkan perjalanan ke Kota Tanahgrogot dengan diantar keponakan memakai mobil. Waktu tempuhnya kurang lebih 4 jam. Dengan menumpang kapal feri menyeberang muara dan selat selama satu jam. Kemudian jalan darat 3 jam lamanya.

Kata sang keponakan, sebenarnya ada jalan darat dan tak harus melewati muara. Tetapi jarak tempuhnya lebih lama dan kondisi jalan masih belum memadai. Jadi lebih baik menyeberang muara dengan naik kapal feri.

Tongkang yang berisikan batu bara menunggu giliran untuk diangkut. (Dok. Wahyu Sapta).
Tongkang yang berisikan batu bara menunggu giliran untuk diangkut. (Dok. Wahyu Sapta).
Dari kapal feri, saya meilihat beberapa kapal tongkang yang berisi batu bara berhenti di tengah perairan. Katanya menunggu giliran untuk diangkut ke daratan dengan kapal angkut. 

Kemudian saya juga melihat kapal speedboat yang melaju kencang. Jika ingin cepat sampai ke daratan bisa menaiki speedboat karena lebih cepat sampai. Tapi yang belum pernah menaikinya mungkin sedikit memacu adrenalin. Juga kapasitasnya lebih sedikit, hanya bisa menampung beberapa orang saja. 

Selain kapal feri, speedboat juga merupakan angkutan sarana menyeberang. Lebih cepat. Tetapi kapasitasnya lebih kecil. (Dok. Wahyu Sapta).
Selain kapal feri, speedboat juga merupakan angkutan sarana menyeberang. Lebih cepat. Tetapi kapasitasnya lebih kecil. (Dok. Wahyu Sapta).
Tak berapa lama, feri sampai ke daratan. Kota Penajam. Perjalanan dilanjutkan dengan mengendarai mobil. Jika melihat kondisi jalan, sudah lumayan bagus. Meskipun ada beberapa jalan yang berlobang, tetapi tidak banyak. Dan jika dibandingkan dengan pulau di Jawa, perjalanan melewati jalan propinsi di sini relatif masih sepi. Kendaraan besar seperti truk belum begitu banyak. Mobil bisa melaju kencang dan tak ada lawan. Lancar jaya. 

Kanan kiri jalan terdapat perkebunan kelapa sawit. Dan saat melewati jalan, berjajar beberapa penjual sawo. Tampaknya baru musim buah sawo. Karena saya melihat beberapa pohon sawo yang ada di pinggir jalan sedang berbuah. 

Ketika di tengah perjalanan, keponakan menawari ingin makan apa. Kebetulan saat itu waktu jam makan siang. Ia mengatakan bahwa di kota Kuaro, ada warung makan Nasi Gandul yang lezat. Sayapun heran. Di sini ada juga yang menjual Nasi Gandul? Karena Nasi Gandul ini adalah makanan khas kota Pati. "Iya Tante, yang jual orang Pati. Merantau ke sana dan membuka warung Nasi Gandul. Laris loh tan." katanya. Saya mengiyakan karena ingin tahu perbedaan rasa nasi gandul yang di sini dengan versi asli di kota Pati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun