Mohon tunggu...
Wahyu Sapta
Wahyu Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Menyatulah dengan alam, bersahabatlah dengan alam, ikuti alirannya, lalu kau rasakan, bahwa dunia itu indah, tanpa ada suatu pertentangan, damai, nyaman, teratur, seperti derap irama alam berpadu, nyanyian angin, nyanyian jiwa, beiringan, dekat tapi tak pernah berselisih, seimbang, tenang, alam, angin, jiwa, mempadu nyanyian tanpa pernah sumbang...

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Cerpen | Menuju Fitri, Bahagia yang Datang Tepat Waktu

23 Mei 2019   09:45 Diperbarui: 23 Mei 2019   10:10 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Dok. Wahyu Sapta

Runi sudah berusaha menebus kesalahan dengan menghubungi Sakti terlebih dahulu. Beberapa kali ia menelponnya. Tidak diangkat. WA juga belum dibalasnya. Padahal ia tahu, Sakti telah membacanya. "Baiklah, tak mengapa, mungkin ia masih marah padaku. Ini salahku. Aku harus bisa menerima jika ia marah, bukan?" batinnya.

Bodohnya ia menuduh Sakti telah berpaling darinya. Suatu hari ia menemukan sebuah pesan singkat. Berisi ucapan mesra dari seorang perempuan bernama Desi. Bagaimana ia bisa menerimanya? Bukan hanya sekali, tetapi berkali-kali.

Saat ia mengkonfirmasikan pada Sakti, ia tampak berkelit dan mengatakan bahwa Desi adalah sahabatnya sejak kecil. Ia biasa bercanda dengan kata-kata yang mesra, padahal sebenarnya tidak. Bagaimana ia percaya? Jika Desi ternyata masih lajang dan belum bersuami?

Emosi yang meletup itu, membuatnya pamit. Runi kembali ke rumah orang tuanya. Bahkan hingga berbulan-bulan. Lebih dari empat bulan. Sebenarnya ada perasaan rindu yang menggema dalam hatinya. Apalagi Ibrahim selalu menanyakan ayahnya.

***

Benar saja, Runi hanya salah paham. Desi memang tidak bermaksud ingin merebut Sakti. Ia telah memiliki kekasih. Orang Perancis dan setelah menikah, Desi dibawanya ke negara tempat asal suaminya. Runi tahu, Sakti adalah orang baik. Sehingga kadang-kadang kebaikan itu disalah artikan oleh orang lain.
Karena tuduhan Runi itulah, maka Sakti marah. Kemarahan itu ditunjukkan dengan sikap diamnya. Dan membiarkan Runi.

***

Lamunan Runi berlanjut. Ia pernah menuliskan sesuatu di buku hariannya. Ia buat ketika keadaan hatinya masih kacau. Dan hatinya sedikit lega, ketika ia menuliskan segala keluh kesah hatinya. Ia baca kembali sambil menunggu Ibrahim menemui ayahnya.

Cinta dan Rindu di Tanganmu
Kau memberikan bibit cinta dan rindu. Kau menyiramnya dengan setulus hati serta kasih sayang. Hingga cinta dan rindu tumbuh dengan baik. Bahkan sesekali kau memberikannya pupuk cemburu. Agar mereka tumbuh dengan subur.
Tetapi saat cinta dan rindu bertumbuh sempurna, kau memangkasnya tanpa ampun. Bersih tak bersisa.
Lalu kau menyiram dan memupuknya kembali, hingga mereka tumbuh kembali. Cinta dan rindu ada kembali, tumbuh kembali.
Begitulah terus menerus.
Oh,
Tahukah kau?
Betapa sakitnya saat kau memangkas cinta dan rindu itu? Mereka mengalami luka.
Lalu dalam luka mereka bertumbuh kembali,
Luka lagi.
Bertumbuh kembali?
Cinta dan rindu ini merasakan riang, lalu nestapa. Begitulah terus menerus.
Mereka merasa, dirinya tak akan pernah menjadi sesuatu yang sempurna, meski kau merawatnya dengan baik, menyiramnya baik pula. Bahkan memupuknya dengan yang terbaik.
Mereka tak akan pernah tumbuh menjadi liar untuk menemukan jati dirinya. Mereka akan selalu patah dan patah. Luka demi luka. Lalu tumbuh, patah, luka, tumbuh, patah, luka, oh.
Cinta dan rindu di tanganmu,
: menyisakan lara.

***

Hari ini adalah ramadan ke delapan belas. Sepertiga bulan kedua dari ramadan suci. Saatnya bulan penuh ampunan. Ia selalu berdoa kepada Allah SWT, agar kesalahannya diampuni. Dan ia juga berharap agar Sakti membukakan hati untuk memaafkannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun