Mohon tunggu...
Wahyu Sapta
Wahyu Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Menyatulah dengan alam, bersahabatlah dengan alam, ikuti alirannya, lalu kau rasakan, bahwa dunia itu indah, tanpa ada suatu pertentangan, damai, nyaman, teratur, seperti derap irama alam berpadu, nyanyian angin, nyanyian jiwa, beiringan, dekat tapi tak pernah berselisih, seimbang, tenang, alam, angin, jiwa, mempadu nyanyian tanpa pernah sumbang...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hariku bersama Kinan

15 Mei 2018   15:04 Diperbarui: 17 Mei 2018   05:47 885
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: shutterstock

"Lalu?"

"Tidak ada lalu, seperti inilah ayahmu."

Kemudian Kinan akan sedikit menggerutu, yang entah berbicara tentang apa, karena aku tak ingin mendengarnya. Aku mengerti, ia menginginkan sesuatu, agar aku menjadi bahagia. Tetapi aku memiliki pengertian tersendiri tentang bahagia, yang mungkin sedikit berbeda dengannya. Bukankah aku cukup bahagia? Batinku.

***

Memang kuakui, bahwa pernah aku mencintai wanita lain, selain mamanya Kinan. Tetapi aku tak pernah berani untuk mengatakannya. Keberadaan jiwa wanita yang kucintai yang pernah melahirkan Kinan, masih saja membelenggu. Tak pernah bisa aku pergi darinya. Tak pernah bisa. Aku cukup bersyukur masih memiliki Kinan, mesti tak bisa seutuhnya karena harus berbagi dengan Dananjaya suaminya dan Aurora, si mungil yang membuatku gemas. Sering aku meminta Kinan agar membawa Aurora saat mengunjungiku. Tetapi ia selalu beralasan, bahwa tak bisa membawanya, karena ia ke sini langsung dari tempat kerjanya.

"Tak bisa, Ayah. Aurora ada di rumah. Repot jika aku kembali ke rumah, lalu ke sini dan mengembalikan Aurora ke rumah lagi, baru ke kantor. Jika ayah menginginkannya, Kinan janji nanti hari minggu berkunjung kemari," sergahnya saat itu, ketika aku merajuknya, karena kangen Aurora. Baiklah, aku memakluminya. Dan aku tak cukup kesepian, karena Kinan mampu membawa suasana yang bisa membuatku bahagia.

Kemudian anganku melayang pada sosok berbeda. Maya. Ia adalah wanita lembut, yang bisa mengisi hatiku. Meski hingga sekarang masih belum bisa menoleh kepadanya utuh. Pernah aku dekat dengannya. Soal perasaan, aku tak bisa menebaknya. Tapi aku bisa merasakan getarannya. Bagai sebuah radar, ia bergetar dan menyala selalu. Entahlah. Aku hanya bisa mereka-reka, dan tak berani memastikannya.

Wanita ini, yang diinginkan Kinan agar aku mau menerimanya di rumah ini. Aku menyukainya. Ia hampir mirip dengan Dena, mama Kinan. Tetapi Dena lebih disayang Tuhan. Dan tak bisa menemaniku lagi.

"Tante Maya itu baik loh, yah. Kinan nggak promosi. Tetapi ayah akan bahagia jika ada tante Maya di sini menemani ayah. Kinan rela, jika harus berbagi kasih sama tante Maya. Toh, ayah tetap ayah Kinan. Ayah pasti tetap sayang sama Kinan." Celotehnya. Dan pasti setelahnya aku sedikit menjambak rambutnya gemas.

"Kamu ah, cerewet. Memang cinta mama mau di kemanain?" Kinan terbahak. Jika ia sedang dihadapanku, adalah seorang anak gadis, seperti dulu saat masih menemaniku di rumah ini. Tetapi ia tetap tak bisa memungkiri sang waktu, bahwa ia juga seorang ibu bagi Aurora.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun