Mohon tunggu...
Wahyu MardhiyanaPutra
Wahyu MardhiyanaPutra Mohon Tunggu... Guru - Guru

Hobi memancing

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perpustakaan: Wadah Peradaban Apresiasi Sastra

7 Desember 2022   10:46 Diperbarui: 7 Desember 2022   10:58 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Perubahan berkembang sesuai dengan peradaban dan perkembangan jaman. Manusia akan meninggalkan sejarahnya tanpa adanya buku. Keberadaan sastra, bacaan sastra, dan tradisi membaca semakin tergeser oleh arus perkembangan jaman. Derasnya ilmu teknologi, sains dan kebutuhan fisik lainnya yang dianggap mendesak semakin menggerus dunia sastra. 

Jaman hadir dengan menyulap aneka peristiwa dan informasi sebagai dunia hiburan yang menjadi trend budaya. Buku dan tulisan akan segera ditanggalkan. Manusia semakin terhanyut oleh derasnya arus jaman berbalut teknologi yang semakin membudidaya dan melekat dalam diri masyarakat sekarang. Tinggallah manusia disebut sebagai lompatan budaya.

Aspek-aspek kesastraan berjalan dengan dinamis dan seimbang. Namun faktanya, tidak demikian adanya.  Karya sastra semakin tergeser dan dikesampingkan, bahkan dianggap kurang penting. Minat baca dan menulis siswa terhadap sastra mulai luntur. Sastra hanya dianggap sebagai hiburan dan pelengkap mata pelajaran di sekolah. Pengetahuan dan pemahaman sastra bahkan masih secuil dan sangat sempit dibandingkan dengan dunia teknologi dan sains, dunia yang menyulap panggung teater manusia menjadi sebuah peradaban dan budaya.

Sastra bukan hanya sekedar naskah yang harus dihafalkan dan dipahami, terutama dalam pembelajaran apresiasi sastra. Siswa tidak hanya dusuguhi dengan sajian menghafal para sastrawan berikut karya-karyanya, teks-teks sastra dari unsur pembungkusnya, namun siswa harus diajak mengapresiasi sastra (teks-teks sastra) yang nyata, sesuatu yang dapat dinikmati isinya bukan hanya sekedar mengetahui dari kulit luarnya. 

Dalam pembelajaran apresiasi sastra, siswa bisa diajak ke perpustakaan untuk membaca buku-buku sastra yang bertujuan mendalami apresiasi sastra berikut proses perealisasiannya, dengan catatan sekolah harus menyediakan buku-buku yang memadai dan bermutu khususnya untuk menunjang pembelajaran apresiasi sastra. Siswa bisa bersentuhan secara langsung dengan berbagai disiplin ilmu melalui perpustakaan yang memadai dan bermutu. Dengan demikian, siswa dapat membangun kepribadian yang aktif, mandiri, berwawasan, berbudaya dan kreatif.

Pembelajaran apresiasi sastra lebih menekankan pada bagaimana belajar menyikapi hidup dan kehidupan. Manusia akan memperoleh asupan batin (rohani), berangkat dari nilai yang terkandung dalam karya sastra sebagai dokumentasi yang mengkristal melalui karya sastra sehingga asumsi hidup dan kehidupan lebih luas dan bermakna. 

Pengetahuan dan pengalaman psikis manusia dapat diaplikasikan dan direalisasikan melalui teks sastra. Permasalahan pokoknya terletak pada bagaimana siswa dapat menikmati teks sastra jika dalam apresiasi sastra mereka masih awam dan hanya menghafal teks-teks luar sastra berikut sastrawan dan karya-karyanya. 

Watak seperti ini yang akan menjadi budaya jika terus menerus sengaja dibiarkan tanpa adanya perubahan sikap dan tindakan yang tegas terkait dengan kepribadian sastra. Jika hal ini terjadi, maka kita sendiri yang akan menjadi budak peradaban tanpa mengindahkan sastra kaitannya dengan apresiasi sastra karena kita tidak bisa menikmati betapa nikmat dan menyenangkan sastra itu.

Beralih dari teks sastra, sudut pandang lain berdalih pada mutu pendidikan yang menekankan pada kualitas dan kemampuan guru terkait dengan pembelajaran apresiasi sastra. 

Bagaimana seorang guru harus mampu membangkitkan minat dan pengetahuan tentang sastra yang bisa dinikmati bukan hanya sekedar naskah hafalan yang bisa dibaca dan dilafalkan mengingat mata pelajaran sastra hanya sekedar tambahan untuk Bahasa. Sedangkan pembelajaran apresiasi masuk dalam lingkup sastra. 

Jika sastra semakin tersisihkan bagaimana dengan pembelajaran apresiasi sastra? Mungkin sastra dianggap tidak terlalu penting dan mendesak, bahkan bisa saja dilenyapkan dan sama sekali tidak disajikan jika guru tidak mampu memberikan asupan sastra yang membangkitkan selera siswa bahwa sastra itu benar-benar nikmat dan bukan hanya sekedar sajian yang bisa dilihat dan diamati.

Perpustakaan bisa menjadi wadah yang memadai, dengan tujuan memberdayakan apresiasi sastra senantiasa mempertahakan kepribadian dan kedudukan sastra supaya tidak tersisihkan dan dipandang sebagai sisa peradapan. Buku-buku di perpustakaan bukan hanya pameran yang dipajang di etalase yang tidak bisa disentuh dan dinikmati secara langsung. Justru dengan adanya buku-buku yang bermutu di perpustakaan, dapat menjadi aset peradaban ilmu pengetahuan dan meningkatkan apresiasi sastra siswa. 

Selain buku, pada dinding tembok bisa dipasang lukisan ataupun tulisan-tulisan sebagai cerminan apresiasi sastra. Lebih efektif lagi jika sekolah menyediakan minimal rak khusus untuk buku-buku sastra, dan dalam lingkup maksimalnya dengan membangun perpustakaan khusus untuk sastra (kebutuhan dan kegiatan apresiasi sastra). 

Namun hal ini masih dirasa sulit untuk diwujudkan mengingat program dan anggaran dari masing-masing sekolah yang otentik. Secara tidak langsung, sastra kembali pada hakikatnya melalui apresiasi sastra yang direalisasikan melalui perpustakaan. Siswa dapat memahami dan menikmati langsung bahwa sastra itu menyenangkan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun