Mohon tunggu...
Wahyu Aji
Wahyu Aji Mohon Tunggu... Administrasi - ya begitulah

Insan yang suka mendeskripsikan masalah dengan gaya santai

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Saya Tidak Ingin Menjadi Malaikat

2 Desember 2019   20:16 Diperbarui: 2 Desember 2019   20:13 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

            Sudah dua kali saya mendapati status media sosial teman saya yang bernada sama. Sebuah foto kemudian caption dengan satu kesimpulan bahwa ada manusia yang bersifat malaikat. Bahasa populernya adalah malaikat tak bersayap.

            Perumpamaan tersebut seringkali disandingkan dengan orang-orang yang baiknya kelewat luar biasa, apalagi jika disokong dengan tampilan fisik yang menarik, maka kalimat malaikat tak bersayap akan terpatri pada dirinya. Entahlah seberapa berharga pertolongan yang teman saya dapatkan dari manusia berkedok malaikat tersebut hingga sampai dua kali ia mengunggah hal yang serupa.

            Beberapa tahun belakangan, saya juga sering mendambakan menjadi seorang sosok malaikat yang turun ke bumi dengan bentuk manusia. Rasanya tentu bangga bercampur bahagia. Bagaimana tidak, malaikat adalah makhluk yang digambarkan dengan kesempurnaan sifat kebaikan dan selalu dekat dengan Sang Pencipta. Siapa yang tidak ingin memiliki kondisi kehidupan seperti itu? ternyata ada, saya.

            Jangan berpikir dulu bahwa saya adalah seorang manusia tanpa kepercayaan. Tetapi ini adalah sebuah pendapat yang ingin saya utarakan. Menjadi malaikat dalam kehidupan dunia memang terasa kharismatik dengan segala khayalan utopisnya, namun juga ada beberapa hal yang membuat saya sadar betapa tidak bersyukurnya seorang manusia. Mungkin kalian masih ingat bagaimana perbincangan Tuhan dengan Malaikat ketika ingin menciptakan manusia pertama kali. Malaikat melayangkan pertanyaan mengapa harus diciptakan manusia yang nantinya akan menimbulkan kerusakan. Namun, Tuhan tetap menciptakan manusia dan berkata bahwa Ia lebih tahu daripada yang lain. Alhasil jadilah saya, kamu dan kita semua yang disebut manusia. Meskipun pada saat itu sudah ada malaikat yang begitu taat, Tuhan punya alasan sendiri untuk menciptakan manusia.

            Perkiraan para malaikat memang benar, manusia seringkali mengakibatkan kerusakan dan pastinya iblis begitu bangga akan hal itu. Tetapi sekali lagi, hingga sekarang Tuhan tetap menjaga manusia tetap ada. Bahkan dengan segala kemunafikan manusia, Tuhan belum berubah pikiran untuk mengubah manusia menjadi malaikat agar selalu menurut dan patuh kepadaNya.

            Tentu ada kelebihan tersendiri yang dimiliki manusia hingga Tuhan menciptakannya. Adapun hal tersebut adalah akal pikiran. Beberapa kali dalam kitab suci diingatkan untuk manusia selalu berpikir. Bukankah berbeda orang yang berpikir dengan yang tidak berpikir?. Selain itu, manusia juga diselimuti oleh hawa nafsu, salah satu sahabat karibnya iblis ketika ingin menggoda manusia. Tak jarang pula, nafsu yang mengendalikan manusia dan pada akhirnya seperti yang malaikat perkirakan, manusia kembali menjadi perusak.

            Malaikat hanya mengerti perintah Tuhan dengan jawaban mutlak yaitu iya. Kemudian, iblis memiliki semangat untuk mengalihkan jalan manusia sesuai kehendaknya. Lalu bagaimana dengan manusia?. Hebatnya iya dapat menjadi malaikat dan iblis dalam waktu yang sama. Terkadang sifat seperti malaikat, kadang juga kesetanan. Oleh karena itu, adanya akal pikiran akan membuat sebuah perbedaan. Tindakan apa yang akan kemudian dilakukan. Baik bak malaikat atau sebaliknya, jahat seperti iblis inginkan.

            Ujung-ujungnya, semua diperintahkan untuk taat kepada Pencipta. Beda manusia punya beberapa jalan yang mesti dilewati. Ia dapat berjalan semestinya ataupun tidak tahu mesti kemana. Menjadi malaikat tentu aman-aman saja, mereka diprogram untuk taat selalu. Manusia tidak begitu. Perbedaan itulah yang membuat kata istimewa semestinya tersemat pada makhluk berakal seperti manusia.

            Saya tentunya tak ingin menjadi malaikat. Toh, Tuhan bersikeras untuk menciptakan manusia dan mestinya kita bangga. Tentu tak ada prank yang berujung pada manusia menjadi malaikat nantinya ketika kelewat baik. Manusia tetap saja manusia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun