Mohon tunggu...
Wahita Damayanti
Wahita Damayanti Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

suka pengetahuan baru :)

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Membangun Indonesia dengan Kalkulasi Praktis bin Ngawur

5 Maret 2014   03:32 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:14 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhir-akhir ini sering berseliweran note-note tulisan teman-teman, baik teman yang saya  kenal ataupun yang saya tau dia, tapi dia nggak tau saya (miris) di beranda facebook saya. Berhubung saya belum bisa jaditrendsetter dan baru bisa jadi follower jadilah saya ikut-ikutan. Note-note itu macem-macem jenisnya. Ada yang tentang nikah-nikahan, ilmu-ilmu perkuliahannya, ide-ide bombastis dan sebagainya.  Pokoknya yang exelcior gitu lah.  Exelcior? Bunyi dan baunya mirip sama mantranya Severus Snape atau yang mistis-mistis  gitu ya?(exorcism -Red). Tapi bukan men. Bahkan jauh. Kata itu saya dapat tadi malam pas mbak yu ku liat film Silver Lining Playbook di tipi. Film yang dibintangi oleh Jennifer Lawrence ini menjadikannya best actress  di ajang Golden Globe  sekaligus membuatnya menjadi sorotan karena gaun yang dikenakannya di red carpet ketika menerima penghargaan tersebut. (Lah, salah fokus)
Eh, serius-serius. Exelcior di film itu jadi sebuah kata mujarab yang berulang kali diucapkan. Kata penerjemahnya sih artinya berpikir positif. Kata ini kemudian saya bawa sampai tadi pagi ketika kuliah. Jadi ceritanya tadi pas kelas hukum Internasional, karena suara Prof Marsudi yang begitu halus dan membuat saya terkantuk-kantuk dan memerlukan sebuah ice breaking(padakne outbound) tiba-tiba saya teringat kata itu. Kantuk bercabang jadi lamunan, lamunan berbunga jadi pikiran  dan pikiran  berbuah jadi excelsior.  Aha!! Aku puny ide.

Duduk di barisan terdepan tak menyurutkan niat saya  untuk merogoh hape guna mencari data yang saya mau. Cepat-cepat saya ketik “jumlah penduduk usia produktif di Indonesia “ di mesin pencarian. Langsung saya buka situs teratas di halaman pertama, karena gak ada waktu lagi buat milih-milih web. Dapatlah di bisnis.com. Di situ dituliskan bahwa dari 251 juta jiwa penduduk Indonesia, 44,98 persennya adalah penduduk usia produktif (15-64 tahun). Itu berarti ada sekitar  112.899.800 orang Indonesia yang bisa menghasilkan sesuatu . Lalu di kertas, sesuatu itu saya bagi menjadi sesuatu-sesuatu yang lain. Tak memandang kasta dan profesi, bah bocah kuliah, bah pengamen, bah pengemis pokoknya usia-usia produktif itu harus bisa menghasilkan ini :

1. SampahKalau yang satu ini orang Indonesia ahlinya memang. Di rumah, di jalan bahkan di twitland  pun kerjaannya adalah nyampah (ya, saya termasuk).  Tapi bukan membuat sampah yang dimaksud di sini. Melainkan memungut sampah. Andaikan  112.899.800 orang itu tiap hari ngambilin sampah yang mereka liat dan mau masukin ke tempat sampah terdekat (karena minim sarpras , 5 km bisa jadi adalah jarak yang terdekat. Maklum lah). Apalagi kalau mau misahin sampah berdasarkan jenis-jenisnya. Bisa bayangkan hasilnya? Indonesia pasti bersih kayak Jepang. Meskipun belum pernah ke Jepang tetapi bakalan ke sana tahun depan (aamiin) , menurut berita yang saya peroleh dari sumber yang terpercaya, Jepang adalah negara yang berusaha mengelola semaksimal mungkin sampah- sampahnya. Salah satunya adalah dengan adanya industri yang mengolah sampah plastik menjadi material bangunan macam batako. Kita aja bisa niru bikin sushi, sashimi, takoyaki dan sebangsanya, harusnya sih bisa juga niru ngolah sampahnya. Bayangin men kalau kita punya industri kayak gini. Gak bakal ada tuna wisma. Lhawong semua bahan sudah tersedia. Ada batako olahan, pasir hasil letusan gunung Kelud, air banjir, dan lumpur Lapindo. Kulinya? Siapa mauuu??

2. PohonMengingat jumlah lahan hijau di Indonesia yang semakin kritis, maka ada baiknya jika 112.899.800 orang tadi digiatkan untuk menanam minimal 5 pohon tiap semester atau catur wulan. Terserah  mau nanem apa. Tapi katanya, tanaman yang paling banyak menyerap CO2 adalah pohon trembesi dan bambu. Atau bisa juga nanem pohon yang kalau bahasa jawa disebut Talok, di Cirebon kalo gak salah disebut kersem, dan di Surabaya  diisebut Ceres. Berdasarkan pengamatan saya pohon tersebut mempunyai efek “quickly mengiyupkan”. Apa manfaat dari gerakan ini? Yang pertama jelas,  udara jadi gak panas lagi. Yang ke dua, angka harapan hidup orang Indonesia juga jadi lebih tinggi karena menurunnya angka  overweight dan jantung koroner. Orang-orang jadi gak aras-arasen lagi buat jalan kaki karena jalanan udahiyup. (Lagi-lagi saya termasuk di dalamnya. Overweight dan males jalan kaki).

3. UangWah, kalau yang satu ini jelas tak bisa terbantahkan urgensinya. Dalam kalkulasi ngawur ini saya berandai-andai jika saja 112.899.800 orang Indonesia ini mau menyisihkan dua ribu rupiah per harinya, maka jika benar-benar dihitung hasilnya :112.899.800 x 2000 x 365  = 82.416.854.000.000 (kalo males ngitung titiknya, baca aja 82 triliun)Dalam satu tahun kita para manusia produktif bisa menghasilkan 82.416.854.000.000  rupiah men! Kita bisa  beli Indonesia. Yang bodoh dipinterin, yang laper dikenyangin, yang sakit disembuhin, muslimah yang gak bisa beli kerudung dibeliin (polwan juga dibeliin kok), yang pada pacaran dan belum mampu nikah dinikahin. Hehe. Lumayan kan, memakmurkan masyarakat dan menekan angka maksiat. Itu baru dua rupiah. Silahkan hitung sendiri berapa nilai tabungan ini akhirnya jika angka pertama dan angka nolnya dilipat gandakan.

Yang terakhir ini ni yang paling penting.  Jika saja 112.899.800 orang Indonesia itu MAU kayak gitu. Karena memang segala sesuatu tidak bisa dikerjakan dan dijalankan sendiri. Kalo sholat pahalanya bisa lebih cepet naik dengan jamaah, bangun Indonesia biar cepet bisa makmur ya harus jamaah. Pemerintahnya, aparatnya, cendekiawannya, rakyatnya, semua harus kerjasama. Yang dibangun dan dan yang membangun kesemuanya harus dilakukan secara holistik, penuh integritas dan dedikasi agar tidak terjadi kontestasi sumber daya yang mengakibatkan disparitas (preett). Dan exelcior saya pagi itu diakhiri oleh salam Prof Marsudi. Sekian.


Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun