Si bayi itu menangis terbata-bata karena terlepas dari ibunya. Lalu, si anak bayi itu merangkak mendekati ibunya lagi yang sudah tak bernyawa itu. Setelah tiba di  tubuh ibunya lalu dia menyusu lagi ke tetek ibunya yang sudah mati itu sambil menangis. Mungkin dia tahu ibunya sudah mati.
Belum lagi puas menyusu datang seorang serdadu Belanda melihatnya dan tanpa belas kasihan lagi si bayi itu ditusuk dengan ujung bayonethingga mati. Memang, prinsip Belanda, semuanya harus mati, tidak boleh ada yang hidup.
Bayangkanlah oleh Anda, kalau sekiranya anak Anda atau adik Anda yang masih bayi mengalami seperti itu, bagaimana perasaan Anda. Penulis saja sewaktu mendengar cerita itu menangis tersedu-sedu.
Seorang nenek tua terhuyung-huyung ingin mendekati anak dan cucunya yang sudah rubuh tidak pula luput dari penyiksaan Belanda. Si nenek itu ditembak lalu tersungkur sedang sakratul maut. Tentara Belanda melihatnya belum mati merasa geram lalu, kedua tetek si nenek itu ditikam dengan bayonetbarulah dia mati.
Perempuan-perempuan dewasa sebelum dibunuh ada yang diperkosa lebih dahulu sehingga dia mati sedang junub. Anak-anak gadis berumur sepuluh tahun tidak luput dari perbuatan jahanam tentara Belanda, setelah diperkosa baru dibunuh.
Ada seorang kakek tua yang diikat tangan dan kakinya, disuruh tiarap. Kemudian si kakek tua itu disuruh mengunyah tanah yang ada dibawah mulutnya. Dikunyahnya juga tanah itu dengan harapan dia tidak dibunuh. Tetapi, akhirnya dia dibunuh juga.
Beragam model penyiksaan Belanda yang dilakukan pada waktu itu sulit sekali untuk dilukiskan disini karena ceritanya amat panjang. Dari manakah kita bisa mendapatkan kisah pedih dari rakyat empatkampung tersebut.
Ada beberapa orang yang lepas dari maut ketika Belanda melakukan penembakan itu. Orang-orang itu ikut juga tersungkur tetapi pura-pura mati. Sedangkan, pihak Belanda tidak melakukan pemeriksaan atas mayat-mayat yang bergelimpangan itu, apakah ada yang sudah mati atau belum karena jumlah mayat itu cukup banyak.
Setelah malam hari barulah orang-orang yang masih hidup itu menyelamatkan diri lari masuk kedalam hutan dan bersembunyi disana. Dari mereka itulah kisah ini didapat oleh orang-orang kampung lain yang ada disekitar Bakongan.
Keesokan harinya tentara MarsoseBelanda mengerahkan penduduk kampung lain untuk menguburkan mayat-mayat tersebut dalam satu lubang besar. Sampai saat ini kuburan massal itu masih ada dan dijadikan kenangan oleh anak cucu mereka bahwa disitu pernah terjadi perang besar melawan Belanda.
Melihat perbuatan Belanda seperti itu akhirnya Teuku Ali Basyahmenyerahkan diri kepada Belanda bersama anak buahnya yang ratusan jumlahnya itu. Merekapun tidak luput dari penyiksaan Belanda sebelum diangkut ke Batavia.