Perbuatan hukum gadai sering dilakukan untuk mendapat akses pinjaman tanpa harus kehilangan kepemilikan atas benda berharganya. Gadai merupakan perjanjian tambahan/accesoir yang bersifat memberikan jaminan dengan objek benda bergerak untuk menjamin perjanjian pokoknya yaitu perjanjian hutang-piutang. Perjanjian gadai diatur pasal 1150-1160 Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pengertian gadai secara otentik  yaitu Gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh kreditur, atau oleh kuasanya, sebagai jaminan atas utangnya, dan yang memberi wewenang kepada kreditur untuk mengambil pelunasan piutangnya dan barang itu dengan mendahului kreditur-kreditur lain dengan pengecualian biaya penjualan sebagai pelaksanaan putusan atas tuntutan mengenai pemilikan atau penguasaan, dan biaya penyelamatan barang itu, yang dikeluarkan setelah barang itu sebagai gadai dan yang harus didahulukan. Pemegang gadai mempunyai hak didahulukan dalam pemenuhan piutangnya jika berhadapan dengan kreditur lainnya, kecuali atas biaya lelang dan biaya pemeliharaan barang gadai sebagai kreditur separatis.
Dalam perjanjian gadai terdapat dua pihak yang saling mengikatkan diri yaitu pemegang gadai sebagai si berpiutang dan pemberi gadai sebagai si berhutang. Benda gadai diserahkan oleh si berhutang kepada si berpiutang sebagai pemenuhan asas inbezitstelling. Asas tersebut merupakan perwujudan perjanjian gadai sebagai perjanjian riil, objek gadai diserahkan kepada pemegang gadai. Hak kebendaan atas objek gadai hanya sebatas sebagai penjamin hutang, si berpiutang tidak boleh menikmati ataupun mengambil keuntungan atas objek gadai. Barang yang dapat menjadi objek gadai hanya benda bergerak berbentuk maupun tidak berbentuk. Benda bergerak berwujud biasanya barang berharga seperti emas batangan, kendaraan bermotor, ataupun mesin produksi sedangkan benda bergerak tidak berwujud contohnya yaitu tabungan dan deposito. Pasal 1159 KUHPer membuka peluang bahwa objek gadai dapat dijadikan jaminan hutang kedua selama disepakati pemberi dan pemegang gadai.
Langkah dalam perjanjian gadai diawali dengan perjanjian pokok yaitu hutang-piutang kemudian diikuti dengan perjanjian gadai. Perjanjian gadai dibuat untuk menjamin perjanjian pokok hutang-piutang. Bentuk perjanjian dapat dilakukan secara lisan maupun tertulis, para pihak bebas menentukan bentuk perjanjian. Isi perjanjian dapat ditentukan lain sepanjang asas-asas mengenai perjanjian gadai dilaksanakan.
Para pihak yang mengikatkan diri dalam perjanjian gadai tentu memiliki hak dan kewajiban masing-masing. Pemegang gadai mempunyai beberapa hak antara lain, pertama pemegang gadai berhak menjual secara lelang maupun di bawah tangan untuk mengambil pelunasan atas hutang pemberi gadai. Kedua, berdasarkan Pasal 1159 ayat (1) KUHPer pemegang gadai mempunyai hak untuk menahan objek gadai selama hutang belum dilunasi. Ketiga, Hak untuk mendapat pelunasan dari hasil penjualan objek gadai apabila si berhutang tidak dapat melakukan prestasinya. Keempat, hak preferensi yaitu pemegang gadai didahulukan dalam pelunasan dari penjualan objek gadai daripada kreditur lainnya. Â
Adapun kewajiban dari pemegang gadai antara lain, pertama kewajiban memberitahukan kepada pemberi gadai apabila akan menjual objek gadai apabila terjadi wanprestasi. Kedua, memelihara objek gadai seperti bapak rumah tangga yang baik dan melakukan pengurusan secara layak seperti merawat barang milik pribadi. Ketiga, kewajiban untuk memberikan perhitungan antara besarnya penjualan objek gadai dengan besarnya hutang yang masih dimiliki pemberi gadai, apabila terdapat sisa maka wajib dikembalikan kepada pemberi gadai. Keempat, yaitu kewajiban untuk mengembalikan objek gadai apabila hutang sudah dilunasi dan apabila pemegang gadai telah menyalahgunakan objek gadai. Selanjutnya, pemegang gadai mempunyai kewajiban untuk memberitahukan hasil bunga dan sisa hutang diberitahukan kepada pemberi gadai.
Perjanjian gadai berakhir apabila perjanjian pokoknya selesai atau hutang sudah dapat dilunasi. Selain itu, perjanjian gadai juga dapat berakhir apabila pemegang gadai keluar dari kekuasaan pemegang gadai karena kelalaiannya sendiri. Objek gadai juga dapat berakhir karena penyalahgunaan objek gadai maka pemberi gadai berhak menuntut pengembalian atas objek gadai. Apabila pemberi gadai wanprestasi maka pemegang gadai berhak menjual atau melelang objek gadai kemudian perjanjian gadai selesai. Berakhirnya perjanjian gadai juga dapat berakhir apabila pemegang gadai melepaskan objek gadai secara sukarela.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI