Mohon tunggu...
Wafiq Zuhair
Wafiq Zuhair Mohon Tunggu... Freelancer - #SahabatPedalaman

insanbumimandiri.org

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Tahun 2035, NTT Terancam Kehilangan Generasi

21 Januari 2020   15:37 Diperbarui: 21 Januari 2020   16:42 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Anda pernah melihat anak-anak yang sangat kurus bahkan sampai tulang-tulangnya terlihat menonjol?  Kira-kira begitulah gambaran penderita stunting atau gizi buruk. Menurut Kementerian Kesehatan Indonesia, stunting adalah masalah gizi kronis yang terjadi pada anak berusia 0 hingga 59 bulan. Akibatnya, anak-anak yang menderita stunting akan memiliki kondisi fisik lebih pendek dari anak seusianya. Mereka juga memiliki berat badan yang rendah dan proporsi tubuh normal tapi tampak lebih kecil.                     

Stunting ternyata tidak hanya memengaruhi fisik juga. Perkembangan otak mereka juga ikut terganggu. Hal ini berdampak pada proses belajar mereka di sekolah. Anak-anak yang menderita stunting biasanya akan kesulitan dalam belajar, mengganggu kreativitas serta produktivitas mereka juga di sekolah.

Stunting  diakibatkan karena asupan gizi yang kurang dalam jangka waktu yang lama. Asupan makan mereka juga tidak sesuai dengan kebutuhan gizi yang seharusnya didapatkan. Adapun faktor-faktor penyebab penyakit ini banyak. Contohnya, karena rendahnya ekonomi keluarga, penyakit atau infeksi yang terjadi berkali-kali, serta faktor lingkungan seperti polusi udara dan air yang buruk atau tercemar.

Stunting Tertinggi Ada di Nusa Tenggara Timur

Salah satu daerah di Indonesia yang memiliki angka penderita stunting terbesar dan jadi prioritas pemerintah adalah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, NTT merupakan provinsi yang menempati posisi stunting tertinggi se-Indonesia yaitu sebesar 42,6 persen. Angka itu jauh lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata sebesar 30,8%. Tidak main-main, sebanyak 269.658 balita atau 43% dari 633.000 balita di NTT tercatat mengalami stunting (berbadan pendek) dan 12% atau 75.960 balita di antaranya mengalami wasting (kurus). Wah, jumlah yang sangat besar sekali, bukan?

Jumlah tersebut dikhawatirkan dapat berdampak pada hilangnya generasi emas di NTT, dan bonus demografi yang harusnya bisa kita peroleh di tahun 2035 menjadi tertunda untuk waktu yang tidak bisa ditentukan.

Tidak hanya berdampak pada hilangnya generasi di masa yang akan datang. Ternyata stunting ini juga berdampak ke dalam segi ekonomi juga loh. Akibat kasus stunting di NTT, provinsi kepulauan tersebut mengalami potensi kerugian mencapai Rp1,97 Triliun atau 3% dari total Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), yaitu  sejumlah Rp99,09 triliun. 

Sebaliknya, jika stunting berhasil diturunkan, negara akan memperoleh keuntungan ekonomi sampai dengan 48 kali lipat dari investasi yang dikeluarkan. Ternyata sekompleks itu masalah stunting.

Penanganan stunting di NTT juga masih tergolong minim. Dari jumlah penderita gizi buruk di Nusa Tenggara Timur, hanya 3.057 anak yang ditangani dan mendapatkan perawatan. Hal ini berdampak pada tingginya risiko kematian yang disebabkan oleh gizi buruk, yaitu 11,6%. Sedangkan risiko kematian balita akibat kombinasi pendek dan kurus tidak kalah tingginya yaitu mencapai 12,3 %.

Salah satu contoh minimnya penanganan gizi buruk di NTT bisa kita temukan di Alor, NTT. Namanya Ardiyanto, anak bungsu dari 5 bersaudara. Saudara kecil kita ini berasal dari Desa Nusa Kenari, Kecamatan Teluk Mutiara, Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur. Di usianya yang sudah 2 tahun, Ardiyanto belum bisa duduk apalagi berjalan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun