Aku tak tahu persis kenapa lagu itu datang kembali malam itu. Padahal, sudah bertahun-tahun berlalu sejak terakhir kali kudengar "One Day"-lagu kolaborasi Arash dan Helena yang dulu cuma kupahami sebatas "enak didengar". Tapi malam itu, ketika dunia terasa sedikit lebih lebih sepi, suara lembut Helena kembali mengisi ruang kamarku seperti gema dari masa lalu.
"One day, I'm gonna fly away..."
Tak ada petir, tak ada guntur, hanya satu bait yang tiba-tiba membuat dada terasa ter penuh. Lagu itu, yang yang dulu hanya jadi teman belajar waktu SD, kini terdengar seperti doa. Doa dari seseorang yang sedang berusaha bertahan.
Aku mulai mencari tahu lagi tentang lagu itu, seolah ingin memahami mengapa denting nadanya kini terasa berbeda. Lagu ini dirilis pada pada 12 Maret 2014, bagian dari album Superman milik Arash-penyanyi asal Iran yang besar di Swedia, dikenal karena perpaduan pop Barat dan nuansa Timur Tengah. Ia menggandeng Helena, penyanyi asal Rumania yang sudah sering jadi tandemnya, termasuk dalam lagu-lagu populer seperti Broken Angel dan Pure Love.
Tidak ada aransemen musik yang mencolok. Hanya alunan lembut, beat elektronik yang berjalan pelan, dan vokal yang nyaris seperti bisikan. Tapi, justru kesederhanaan itulah yang membuatnya menusuk. Lagu ini bukan untuk dinyanyikan keras-keras di panggung konser, tapi untuk tuk didengarkan dalam keheningan, ketika kita sendirian, mungkin sambil menatap langit-langit kamar. Dan di sanalah, justru lagu ini menjadi teman paling jujur.
Liriknya sederhana. Tidak ada metafora rumit atau kiasan puitis. Tapi mungkin justru karena itulah lagu ini begitu mudah menyentuh.
"One day I'll see your eyes again..."
Kalimat itu terasa seperti mantra. Pengulangan harapan yang nyaris putus asa, tapi tak pernah benar-benar menyerah. Aku membayangkan seseorang, duduk sendiri di ujung ranjang, matanya merah tapi kering, dan satu-satunya pegangan yang ia punya adalah kata: "suatu hari nanti."
Dan bukankah kita semua pernah berada di titik itu? Titik di mana kehilangan sudah terjaidi, tapi hati masih menolak menyerah? Kita tahu orang itu tak akan kembali dalam waktu dekat atau mungkin tak akan pernah tapi tetap saja, kita berharap. Diam-diam. Dalam hati. Dengan cara yang bahkan tak bisa kita jelaskan pada siapa pun.
Sebagian orang mungkin menganggap lagu ini tentang cinta yang kandas. Tapi bagiku, ia lebih ebih dari sekadar kisah asmara. Lagu ini adalah tentang kehilangan-dalam bentuk apa pun. Kehilangan orang tua. Sahabat. Rumah. Atau bahkan diri sendiri yang dulu pernah kita kenal.
Dan dalam kesedihan yang terbungkus musik lembut itu, lagu ini menjadi pelukan. Bukan pelukan yang menenangkan dengan janji manis, tapi pelukan yang hanya berkata, "Aku tahu rasanya.'
Secara psikologis, aku mulai menyadari bahwa lagu ini berdiri di antara dua fase dalam proses berduka: bargaining dan acceptance. Ia bukan tentang penolakan. Ia tahu bahwa yang hilang mungkin tak akan kembali. Tapi ia juga belum siap untuk benar-benar melepaskan. Di situlah letak kerentanannya, sekaligus kekuatannya. Lagu ini mengajarkanku satu hal: bahwa menerima tidak selalu berarti berhenti berharap.
"One day"-dua kata yang bisa terdengar sangat klise, sangat biasa. Tapi dalam nyanyian Arash dan Helena, dua kata itu menjadi simbol dari harapan yang paling tulus. Harapan yang tidak keras kepala, tidak ambisius, tidak dramatis. Tapi sabar. Pasrah. Dan justru karena itu, bertahan lebih lama dari yang lain.
Lagu ini seperti doa dan mantra. Pengulangan yang tak menawarkan jawaban, tapi justru memberi kekuatan untuk terus mengulangnya. Sebuah bentuk meditasi bagi mereka yang sedang menyusun kembali hidupnya dari puing-puing. Dan dalam dunia yang begitu cepat bergerak, kadang kita hanya butuh satu hal yang tetap. Lagu ini, bagi sebagian orang-bagi aku adalah hal itu.
Aku tidak tahu apakah orang-orang yang kucintai juga mendengarkan lagu ini. Tapi aku suka membayangkan bahwa di suatu tempat, di waktu yang berbeda, mereka juga sedang duduk sendiri, mendengarkan "One Day", dan memikirkan hal yang sama: bahwa mungkin, suatu hari nanti, semuanya akan baik-baik saja. Dan jika tidak pun, setidaknya ada lagu ini. Lagu yang tidak menawarkan solusi, tapi memberi ruang. Untuk merasa. Untuk menangis. Untuk diam.
Bagiku, "One Day" bukan hanya sebuah lagu. Ia adalah ruang sunyi yang memeluk kita ketika dunia terlalu bising.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI