Membaca isi sebuah buku yang isinya bagus, kemudian meresapkannya dalam pikiran, dan kemudian turun ke hati, mungkin hanya dapat terjadi kalau kita membaca sebuah buku berbentuk fisik. Setidaknya untuk saya pribadi, saat ini.Â
Karena saat membaca buku dalam bentuk benar-benar sebuah buku, kita hanya akan asik membaca tanpa peduli yang lain.
Sementara membaca bacaan digital, lebih banyak godaan untuk membaca banyak hal. Tidak fokus pada satu bacaan saja. Membaca chat, membaca status teman-teman di medsos, dan membaca yang lain-lainnya.
Selain itu, agak sulit menemukan bacaan-bacaan "bagus" di Internet, saking terlalu banyaknya bacaan. Karena itu, saya tidak tergolong sebagai pembaca digital (meskipun saya menulis di platform digital: Kompasiana). Tetapi saya pembaca artikel-artikel digital dalam hal keperluan pekerjaan saya.Â
Itupun masih dipilih-pilih yang mana yang mau saya baca. Tidak heran kalau saya kurang update dengan berita-berita viral. Dan itu memang pilihan saya.
***
Mengapa public speaking para "pejabat" akhir-akhir ini menjadi perhatian? Bahkan ada yang menyatakan mundur atau dinyatakan mundur setelah berbicara tentang sesuatu yang membuat pendengar memberikan penilaiannya, yang kemudian viral.Â
Mungkin orang-orang ini mendengar sesuatu kemudian rame-rame ikut-ikutan menganalisa omongan mereka dan kemudian memberikan penilaian juga. Sayangnya, kebanyakan yang viral itu adalah kesalahannya.
Atau mungkin ada kelompok yang sengaja memviralkan kesalahan mereka untuk tujuan tertentu. Entahlah!
Tetapi berbicara didepan umum, sekalipun itu hanya secara digital, memang tidak bisa sembarangan. Dan ini berlaku untuk semua orang, bukan hanya para pejabat.
Pandai berbicara di depan umum tetapi miskin pengetahuan, menurut saya tidak baik juga. Karena public speaking yang benar harus tulus dalam menyampaikan informasi, bukan sekedar comot informasi dari sana sini dan kemudian dipidatokan. Kalau tidak mengerti benar yang diomongkan, ya bahaya.
Bacaan adalah makanan untuk para pembicara. Maka bacaannya harus bagus jika ingin menjadi pembicara yang baik.
Namun, makanan yang baik pun harus dicerna dengan benar agar tidak menjadi penyakit.
Jika bacaannya cuma dibaca tanpa dimengerti dengan benar, dan langsung dipidatokan, belum tentu pidatonya bagus. Walaupun cara membawakannya bagus. Saya rasa isi pidato bobotnya lebih tinggi dibandingkan cara membawakan.
Membawakan pidato dengan sangat baik, sebagai pembicara professional, tetapi ternyata isinya salah, bisa jadi senjata makan tuan. Karena pembicara yang fasih berpidato pasti sudah terlatih dalam membuat audiens mendengarkan mereka. Maka ketika audiens sudah bersemangat mendengarkan, mereka akan dengan mudah menangkap sesuatu yang salah dari isi pidatonya.
Sekarang ini, berbicara di depan umum dapat dilakukan tanpa pembicaranya benar-benar hadir dan berbicara di depan umum. Semua orang dapat berdiri di depan kamera, berbicara, dan merekamnya dalam bentuk video. Kemudian mempublikasikannya, sehingga orang lain dapat mendengarkan.
Itu saja isinya sudah dapat dinilai orang. Jangkauannya pun lebih luas karena videonya dapat di-forwad ke segala penjuru dalam hitungan waktu yang cepat.
Justru karena kemudahan itu, sebaiknya berhati-hatilah dalam berbicara.
Berbicaralah yang baik. Seperti penulis yang tulisannya dapat meresap masuk kedalam logika hingga turun ke hati. Menjadi terang melalui tulisan maupun lisan.
Di masa ini, mudah sekali untuk menjadi terkenal jika tujuannya hanya untuk terkenal, atau sekedar mendapatkan uang dari membuat sensasi. Tetapi menjadi penulis atau pembicara yang menginspirasi, saya rasa pada akhirnya akan lebih berguna, dan mungkin juga akan lebih lama diingat orang.
Yang mencari-cari kesalahan mungkin bakal ada juga. Tetapi tulisan dan pidato yang disampaikan dengan tulus dengan isi yang berbobot, walau ada kesalahan-kesalahan kecil yang tidak disengaja, pasti akan tetap berasa bobotnya.
Yang sengaja memalsukan dengan teknologi-teknologi seperti deepfake pun mungkin akan ada. Tetapi bobot seseorang juga bisa ditelusuri, dan setiap orang berhak mengambil kesimpulannya sendiri. Yang penting jujur terhadap diri sendiri.
Membaca tetap penting bagi pembicara. Karena dengan membaca kita tahu sesuatu, membantu menyadari dan mengerti sesuatu dari pengalaman-pengalaman yang kita alami dalam hidup, dan juga belajar sesuatu yang baru. Tentunya, pilihlah bacaan-bacaan yang bagus.
Selamat Hari Literasi International, 8 Sep 2025.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI