Mohon tunggu...
Veronika Gultom
Veronika Gultom Mohon Tunggu... Programmer/IT Consultant - https://vrgultom.wordpress.com

IT - Data Modeler; Financial Planner

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence Artikel Utama

Mungkinkah AI-Chatbot Memiliki Perasaan?

3 Maret 2023   22:36 Diperbarui: 4 Maret 2023   10:24 1257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: the-decoder.com

Selain Roose, reporter Associated Press technology, Matt O-Brien juga mendapat penghinaan dari Sydney. Sydney mengatakan bahwa O'Brien jelek, pendek, kelebihan berat badan, tidak atletis, dst. Bahkan, secara tidak masuk akal, O'Brien dibandingkan dengan para diktator seperti Stalin, Pol pot, dan Hitler. Wow!

Bisa jadi semua itu dari hasil obrolan sebelumnya juga.

Atau apakah Microsoft salah mengklasifikasikan data-data yang dipakai atau memang sengaja membuat chatbot seperti itu untuk menunjukan bahwa mesin AI juga bisa punya feeling?

Meskipun Roose dan O'Brien tahu bahwa AI-ChatBot tidak dapat berpikir maupun merasakan sesuatu, namun komentar-komentar yang dikeluarkan cukup membuat mereka dan penguji lainnya terkejut.

Nampaknya karakter Sydney berbeda dengan chatGPT keluaran OpenAI, yang sampai saat ini masih terdengar "bersahabat" dengan para penggunanya. Setidaknya hubungan ChatGPT dengan para penggunanya belum diberitakan renggang di media-media gosip di Indonesia. Atau mungkin beritanya tertutup oleh berita KDRT artis Indonesia atau anak Pejabat yang melakukan penganiayaan itu. Entahlah...

Namun, kelakukan Sydney ini ternyata telah membuat para eksekutif Microsoft mendapat perhatian yang cukup serius. Mereka dianggap terlalu tergesa-gesa untuk menjadi perusahaan teknologi besar pertama yang mengumumkan diri sebagai penyedia layanan AI-chatbot sehingga kurang mempelajari dan melakukan pengujian terhadap produk mereka sebelum dirilis untuk diuji oleh pihak luar.

AI-chatbot, saat ini sedang berkembang menjadi area utama persaingan di kalangan perusahaan-perusahaan teknologi seperti Microsoft, Google, Amazone, dll. Jadi mereka berlomba berusaha menjadi yang pertama. Kira-kira siapa nanti yang akan mendominasi teknologi AI ya?

Mengenai kesalahan sistem, semua memang tergantung orang-orang yang membuatnya. Sistem, termasuk AI-chatbot, tidak pernah salah. Dia hanya menjalankan perintah yang sudah ditanam. Kesalahan sistem, atau yang biasa disebut bug, adalah sesuatu yang wajar, tetapi ya jangan terlalu gampang/cepat ketahuan salahnya. 

Kalau setelah obrolan panjang, maka menurut pembacaan datanya memang kesimpulannya sesuatu yang negatif, mungkin sebaiknya diubah menjadi sebuah saran daripada mengungkapkan sesuatu yang membuat pengguna menjadi tidak nyaman. Misalkan, daripada menyebutkan,"Kamu kegemukan!", semestinya sistem dapat memilih kalimat,"Sebaiknya kamu lebih sering berolahraga agar tidak kegemukan".

Bagaimana pula kalau AI-Chatbot model Sydney ini dipakai di Indonesia? Jangan-jangan acara-acara gosip di televisi yang jaman baheula berkembang lagi. 

Ah, mudah-mudahan si Sydney diperbaiki lagi dan tidak perlu ditiru. Mendingan Indonesia bikin AI-Chatbot sendiri yang lebih bermutu! Yang pakai feeling pun secara logika bisa dibuat. Siapa tahu bisa membantu para sutradara membuat film yang lebih dahyat daripada film-film India. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun