Mohon tunggu...
Voni R Damayanti
Voni R Damayanti Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Mahasiswa UIN maulana malik ibrahim malang semoga bermanfaat :)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pendidikanku Membunuh Mimpi Menjadi Petani

17 Februari 2018   15:48 Diperbarui: 17 Februari 2018   15:56 977
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: yoseiniokuru.com

Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat berperan aktif di dunia. Dengan pendidikan kita menjadi seseorang yang dari asal tidak tahu menjadi tidak tahu. Pendidikan selalu dikaitkan dengan istilah belajar. Belajar memang biasa kita lakukan setiap hari baik yang disadari maupun tidak, baik formal maupun tidak. Dan yang dimaksud dari pendidikan adalah belajar secara formal dan profesional dimana ada sebuah proses belajar dan tatap muka antara anak didik dan pengajar atau yang disebut dengan guru. Manusia sejak kecil diberikan pendidikan formal sejak mereka berusia dini, misalnya pendidikan anak usia dini atau yang sering kita sebut dengan (piaud), kemudian TK, SD, SMP, SMA, hingga Perguruan Tinggi.

Dalam usia dini banyak sekali yang kita pelajari dari membaca menghitung dan lain sebagainya, namun pada usia dini anak diberikan pembelajaran yang sangat menyenangkan misalnya belajar sambil bermain, karena memang anak pada usia dini atau sekitar usia 2-5 tahun adalah dimana masa-masa anak berkembang dengan cara bermain. Bermain diujukan agar anak tidak bosan saat proses pembelajaran dan mempunyai kesan menyenangkan.

Sejak kecil masa PAUD atau TK tentu saat belajar disekolah kita tidak langsung disuguhi belajar dengan materi dan soal-soal bukan ? Tapi kita cenderung diajari menyanyi melukis menggambar dan lebih condong untuk bermain, hal tersebut bukanlah tanpa sebab melainkan, untuk membentuk dan melatih kecerdasan kognitif pada anak. Disekolah kita juga dilatih kemampuan untuk berani maju kedepan. Misalnya maju kedepan untuk menunjukan apa cita-cita kita, dan mengapa kita memilih cita-cita tersebut.

Cita-cita merupakan hal yang lumrah dimiliki oleh semua orang, banyak sejak saat anak usia dini saat ini saat ditanya apa cita-citanya kebanyakan mereka menjawab ingin menjadi seorang Dokter, Guru, Arsitek dan lain sebagainya. Hal tersebut merupakan hal yang sangat memprihatinkan. Mengapa saya sebut memprihatinkan ? Padahal cita-cita tersebut adalah cita-cita yang dimiliki anak indonesia pada umumnya.

Sejak kecil dalam belajar di sekolah baik di rumah kita diperkenalkan dengan profesi-profesi yang menurut orang tua dan guru kita adalah profesi yang dianggap keren dan bergaji besar. Misalnya saja yang paling banyak diminati adalah dokter. Sampai banyak sekali dari siswa-siswi yang lolos dari SMA ingin melanjutkan kuliah dengan jurusan kedokteran. Bisa kita lihat dalam web diseluruh perguruan tinggi di indonesia, peminat tertinggi dimiliki oleh jurusan kedokteran. Walaupun untuk masuk kuliah jurusan kedokteran tidaklah murah. Banyak para orang tua rela mengeluarkan banyak uang untuk menguliahkan anak mereka menjadi seorang dokter.

Tanpa kita sadari hal tersebut membunuh cita-cita yang sangat vital di indonesia, misalnya adalah cita-cita sebagai petani ! Mungkin cita-cita sebagai petani sangat terdengar asing ditelinga kita. Memang sangat miris, banyak sekali anak-anak pada zaman sekarang ini lebih tertarik pada profesi dokter guru dan lain sebagainya. Mereka tidak tertarik dengan profesi-profesi seperti petani. Karena memang sejak kecil mereka telah dikenalkan dengan profesi seperti demikian dan menganggap profesi petani dan sejenisnya seperti nelayan bukanlah untuk mereka.

ilustrasi gambar anak maju kedepan | rifalnurkholiq.blogspot.co.id
ilustrasi gambar anak maju kedepan | rifalnurkholiq.blogspot.co.id
Sehingga sangat wajar sekali, apabila di indonesia terjadi kasus import beras ! Banyak warga yang nyiyir, bagaimana indonesia bisa import beras jika seharusnya negara mereka terkenal dengan negara agraris ?. Orang yang berkata seperti itu mungkin tidak sadar apa yang telah mereka lakukan dan tidak menyadari apa sebenarnya yang terjadi dengan keadaan negaranya. Kasus import beras merupakan dampak dari penanaman mindset pada anak-anak usia dini.

Bayangkan saja anak-anak saat dini saja sudah ditanamkan mindset cita-cita profesi dokter, guru dan lain sejenisnya. Tidak diperkenalkan cita-cita sebagai petani. Maka siapa yang akan menjadi petani kita saat masa depan ? Bagaimana kita tidak menggantungkan negara lain untuk persediaan beras sedangkan negara kita sendiri tidak ada generasi penerus para petani ? Sehingga tidak heran bahwa prediksi masa depan untuk profesi petani akan menjadi profesi dengan gaji terbesar di indonesia. Sedangkan profesi dokter dan guru akan berada dibawah petani.

Banyak dari para orang tua yang menginginkan dan berambisi agar anak mereka menjadi seorang dokter, tidak mengetahui apa saja resiko dan tanggungjawab dari seorang dokter, memang menjadi seorang dokter memiliki gaji yang tinggi, namun mereka harus benar-benar siap bertanggung jawab kepada pasiennya dalam keadaan apapun dan kapapun. Sehingga tak heran seorang dokter tak banyak memiliki waktu bersama keluarga.

Dan kebanyakan anak yang memilih untuk menjadi seorang dokter tidak semua mampu mempelajari ilmu-ilmu dokter karena ilmu kedokteran mencakup semua mata pelajaran dari segala aspek. Sehingga di indonesia masih sangat marak mal praktek yang dilakukan oleh dokter-dokter yang tidak sesuai dengan ahlinya.

Jadi, dapat kita ketahui untuk memperbaiki kondisi perekonomian pertanian kita, kita perlu merubah mindset pendidikan indonesia yang dimana dalam hal pemilihan cita-cita ! Anak tidak dikenalkan dengan profesi petani yang dimana sangat vital sekali di indonesia sehingga profesi petani di indonesia semakin lama semakin terbunuh. Karena secara umum anak hanya dikenalkan untuk profesi dokter, guru dan cita-cita pada umumnya. Anak merupakan penangkap karakter terbaik, sehingga ketika kita mngenalkan sesuatu maka akan terbawa sampai ia dewasa.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun