Mohon tunggu...
Caminar yVolar
Caminar yVolar Mohon Tunggu... Freelancer - Penyuka kuliner, travel, dan senang ngobrol.

Camina y vuela, luego flamea el corazón para descubrir la verdad.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Argumen Moral Pemulangan Warga ISIS

23 Juli 2019   17:02 Diperbarui: 23 Juli 2019   17:11 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keamanan. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Pixelcreatures

Di samping pertimbangan hukum yang telah muncul disana sini, kepulangan simpatisan maupun ex-kombatan ISIS juga memancing pertanyaan dan prasangka moral, terutama jika proyek kepulangan itu disokong oleh uang negara yang diperoleh dari para pembayar pajak. Beberapa alasan moral patut diajukan disini.

Pertama-tama, alasan keseimbangan tindakan terutama antara ISIS dengan warga negara lainnya yang bernasib malang di negeri lain. Banyak WNI yang bergulat dengan kesusahan di berbagai negara, terutama para Tenaga Kerja Wanita yang membutuhkan pertolongan yang sama dari pemerintah. Para TKW itu justru berpetualang penuh risiko mencari peruntungan di negara lain untuk menghidupi keluarganya disini. 

Sebagian di antaranya terlantar atau mengalami nasib sial di bawah kungkungan majikan horor. Sangat tepat jika mereka patut dibantu. Secara ekonomi pun mereka memberikan manfaat devisa bagi Indonesia. Singkatnya, banyak WNI yang amat mencintai Indonesia, kemudian ingin pulang tetapi urung terjadi karena tidak punya biaya. Pertanyaan moral pertama, bukankah mereka jauh lebih punya hak moral untuk mendapatkan sokongan pemerintah.

Beda halnya dengan penyokong ISIS yang sejak awal punya intensi membangkang, menghalau identitas Indonesia dari diri dan keluarga mereka, lalu mencari rumah pada ISIS. Terlepas dari status ISIS apakah ia sebuah negara atau tidak, tetapi niat dan tindakan para simpatisan ISIS sangatlah jelas yakni masuk menjadi warga suatu negara yang dipandang lebih mewakili kepentingan mereka (agamis) dari Indonesia. Soal ini, lihat analisis Iqbal Kholidi di geotimes.

Setiap tindakan haruslah memperhitungkan tanggung jawab atau dampak-dampaknya. Demikianlah prinsip moral hidup bersama yang diajarkan pada setiap orang, bahkan sebelum orang itu paham tentang huruf dan angka. Jika tidak demikian, semua orang bisa berbuat semaunya tanpa memikirkan luka dan duka sebagai akibatnya. Dalam kasus ex-ISIS mereka telah menyatakan berbakti pada ISIS melalui dua tindakan nyata, yakni: keluar dari Indonesia untuk bermigrasi ke lokasi penguasaan ISIS dan menyatakan diri menjadi bagian dari negara ISIS. Jika ingin kembali ke Indonesia, Pemerintah perlu memikirkan tindakan hukum yang diperlukan agar dua tindakan nyata yang sudah diambil itu dapat dinyatakan batal. 

Kedua, pengakuan warga negara bukan sekedar tindakan administrasi tetapi juga bagian dari pelaksanaan Hak-Hak Asasi Manusia. Konstitusi dan pertimbangan UU No 12/2006 telah menetapkan hal ini. Bahwa negara Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjamin potensi, harkat, dan martabat setiap orang sesuai dengan hak asasi manusia. Karena itu, warga negara memiliki hak dan kewajiban yang perlu dilindungi dan dijamin pelaksanaannya oleh negara. Pertimbangan ini menunjukan bahwa seseorang diakui sebagai warga negara karena padanya melekat hak asasi manusia. Secara a contrario, warga tersebut harus juga menjalankan kewajibannya untuk menghargai hak-hak asasi manusia sesama warga negara.

Nah..tindakan simpatisan ISIS yang melecehkan dan membunuh sesama warga negara lainnya, kemudian diikuti dengan sikap menyangkal kewarganegaraan Indonesia haruslah pula secara seimbang dipandang dalam konteks HAM. Alasan kemanusiaan sebagai pertimbangan untuk menampung mereka kembali ke Indonesia, perlu secara seimbang mengkalkulasikan hak warga negara lain yang telah mereka nodai, langsung maupun tidak. Pertanyaannya, apakah mereka masih layak mendapatkan status sebagai WNI, manakala secara nyata mereka keluar dari WNI dan secara bersamaan turut mendukung pelecehan terhadap hak-hak asasi manusia yang justru menjadi alasan mengapa kewarganegaraan diberikan.

Kembali ke keseimbangan tindakan. ISIS telah menghabisi nyawa ribuan orang, bukan karena perang tetapi semata-mata karena perbedaan. Tidak sedikit WNI yang tidak tahu apa-apa ikut jadi korban pengeboman. Apakah alasan kemanusiaan terhadap mereka (simpatisan ISIS) lebih bisa diterima daripada kemanusiaan bagi ratusan orang korban selamat yang belum pulih dari cacat fisik maupun mental. Jika esensi kemanusiaan itu sendiri secara elementer sudah dinodai, apakan alasan kemanusiaan masih demikian perlu untuk menjadi alasan menerima mereka kembali ke Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun