Mohon tunggu...
Virania AzzahroElvais
Virania AzzahroElvais Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa,

More humble more noble

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Legal Opinion Pelecehan Seksual terhadap Anak akibat Hukum dan Sanksi Perbandingan Qonun Aceh dan UU Perlindungan Anak

15 Oktober 2021   10:26 Diperbarui: 15 Oktober 2021   11:40 1871
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Lalu pandangan  Pasal 76E Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Dalam Pasal 76E tersebut dikatakan :" Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul".

Tindakan terdakwa diatas sudah jelas termasuk pelecehan terdap anak atau pencabulan. Dimana Terdakwa melakukan onani (mastrubasi ) hingga keluar sperma di hadapan saksi korban yang mana mereka adalah masih anak-anak. Pengertian anak dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Yang dimaksud dengan anak, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Para saksi korban diketahui belum genap delapan belas tahun.

Menurut Undang -- Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 81 ayat (1) berbunyi Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah). (2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain..

Terdakwa memang tidak melakukan persetubuhan, tetapi terdakwa  melakukan onani (mastrubasi ) hingga keluar sperma di hadapan saksi korban yang mana mereka adalah masih anak-anak, dimana perbuatan tersebut sangat tidak bermoral dan tergolong pencabulan sehingga menimbulkan rasa trauma dan takut para korban yang masih anak-anak.

Terkait dengan hak-hak anak ketika dalam proses peradilan diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Dimana dalam pasal ini mengatur ketiks pelaku tindak pidana pencabulan maupun korban pencabulan masih anak, maka proses hukumnya menggunakan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Sedangkan sanksi bagi pelaku kekerasan terhadap anak, baik kekerasan fisik, kekerasan psikis, kejahatan seksual, dan penelantaran diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Yang terakhir diubah dengan dengan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang.

Kesimpulan

Berdasarkan kasus diatas bahwasannya Terdakwa berada di Aceh, dimana Aceh memiliki aturan khusus yaitu peraturan perundang -- undangan daerah atau provinsi berupa Qonun Aceh untuk  mengatur penyelenggaraan pemerintahan dan kehidupan masyarakat Aceh. Terdakwa melanggar aturan Qonun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 Pasal 47 tentang Jinayat , yang berbunyi "Setiap Orang yang dengan sengaja melakukan Jarimah Pelecehan Seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46  terhadap anak, diancam dengan 'Uqubat Ta'zir cambuk paling banyak 90 (sembilan puluh) kali atau denda paling banyak 900  (sembilan ratus) gram emas murni atau penjara paling lama 90 (sembilan puluh) bulan."

Sedangkan pandangan Undang -- Undang Pelindungan anak terkait kasus diatas memandang perbuatan Terdakwa melanggar Pasal 76E Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Dalam Pasal 76E tersebut dikatakan :" Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun