Mohon tunggu...
Vira Puspita Dewi
Vira Puspita Dewi Mohon Tunggu... Psikolog - Ig : virapd_

Vira puspita dewi XII MIPA 3

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Cerpen: Belajar Dari Cobaan

12 November 2020   15:52 Diperbarui: 12 November 2020   16:04 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hai, Namaku Vira puspita dewi. Umurku sekarang 17 tahun. Aku menginjakan kaki dibangku kelas 3 SMA tepatnya di SMAN 1 Padalarang. Aku dari keluarga yang cukup dan sederhana. Orang tuaku selalu mendidik anak - anaknya untuk menjadi orang yang banyak bersyukur apa yang dikasih Allah pada kita. Karena jika kita bersyukur atas nikmat yang Allah beri maka Allah akan menambahkan nikmat nya.

Sebulan yang lalu ibuku jatuh sakit, awalnya ku kira ibu hanya sakit demam biasa, tetapi makin hari ibuku semakin tidak bisa untuk bangun dari tempat tidur. Makan, minum obat, bahkan ganti pakaian pun dibantu oleh aku. Kedua kalinya ibuku pergi ke klinik terdekat tidak ada perubahan bahkan semakin memburuk keadaannya. Aku semakin bingung dan takut apa penyakit ibuku ini hingga seperti ini padahal sebelumnya ibu baik baik saja tidak punya riwayat penyakit berat.

Selepas sholat isya aku beri makan dan minum obat untuk ibu, saat itu juga ibu sudah seperti tidak sadar, yang di ucapkan ibu hanyalah lafadz Laillahaillallah. Aku semakin tidak kuat melihat ibu seperti itu, pikirku kemana - mana, pada saat itu aku dan adekku yang memani ibu karena papah sedang  melaksakan sholat di masjid. Sambil menemani ibu akhirnya papah pulang dari masjid. Aku sangat takut jika ibu harus benar benar pergi meninggalkan aku dan keluarga. Aku hanya bisa menangis dan berdoa kepada Allah SWT. Ibuku belum sempat dibawa ke Klinik lagi keluarga hanya memanggil orang ‘pintar’ di kampung kediamanku ini.

Sesudah itu, ibuku kembali tersadar. Aku cukup tenang karena pikiranku sudah kacau kemana-mana. Malam makin malam ibuku sakit lagi, dada nya terasa panas, perut nya semakin sakit dan mulutnya terasa pahit tidak bisa merasakan apapun. Saat itu jam 12 malam aku, papah, dan adekku menemani ibu, semuanya terdiam memikirkan penyakit apa ibuku ini, hingga aku terpikir apakah ibu mengalami virus yang sudah mewabah ini? Ya virus Corona. “Tidak! Aku tidak boleh berpikiran  ini, ibuku hanya sakit asam lambung yang memang sudah lama diderita nya tapi memang tidak separah ini.” Ucapku dalam hati kala itu. Tidak lama ibuku berbicara “Vir yang dirasain mamah ini penyakit Corona apa ya ko bisa sampe segini nya.” , “Huss gaboleh mikir aneh aneh, coba liat aja di google gejala - gejala asam lambung dengan corona hampir sama mah”. Ucap papah pada ibu.

Masih pada malam itu, aku terus mencari info mengenai gejala - gejala Covid 19, memang benar gejala ibuku itu hampir sama dengan gejala Covid 19. Aku semakin tidak bisa tidur dan terus bertanya - tanya, jika memang ibuku terkena virus yang sedang mewabah ini darimana? Apakah ini kesalahanku yang masih suka keluar rumah? Padahal ibuku dan keluarga tidak bepergian keluar kota. Pikiran semakin kacau lagi, jalan satu satunya yaitu pasrah kepada Allah SWT dan terus berdoa agar diberi jalan keluarnya.

Kemudian di hari selanjutnya, selepas sholat magrib ibuku dibawa ke klinik lagi. Saat itu Klinik merujuk ibuku ke Rumah Sakit Karisma, Cimareme yang jaraknya lumayan jauh dari klinik. Aku hanya bisa berdoa di rumah untuk kesehatan ibu hingga menunggu kabar dari Kakakku yang mengantar ibu ke Rumah Sakit. Tidak lama malam itu Kakakku pulang lalu bercerita kalo ibu harus di rawat di RS terlebih dahulu. Dan kakakku bercerita sambil menangis jika ibu itu Reaktif Covid 19. Tetapi Reaktif juga belum tentu positif Covid 19, hanya saja ibukku sedang drop dan menunjukan gejala Covid 19. Aku, adekku dan kakakku menangis karena takut jika ibu benar positif Covid 19.

Suatu pagi aku pergi ke Rumah Sakit untuk melihat keadaan ibu, aku tidak tega melihat keadaanya yang memakai oksigen  dan ibukku masih ditempatkan di IGD yang tempatnya kecil dan sempit. Sambil menunggu Ibu, aku mengerjakan tugas sambil meneteskan air mata karena tidak tahan jika terus melihat ibu seperti itu, tapi aku terus mengutkan diri agar ibu tidak melihat aku menangis. Karena aku tau jika aku menangis ibu akan semakin drop, semakin kepikiran, aku tidak mau itu terjadi, dan aku ingin ibu sembuh kembali. Ditambah lagi hari itu ada jadwal Ulanga Harian salah satu mapel aku tidak fokus mengerjakannya tapi tetap aku kerjakan.

Saat ibu di Rumah Sakit, aku bolak - balik dari rumah ke RS. Pulang kerumah untuk menyelesaikan pekerjaan rumah dan tugas sekolah, lalu pergi lagi menjaga Ibu. Menyedihkan sekali kala itu. Aku benar - benar dipaksa untuk menjadi seorang yang dewasa, kuat dan sabar.

Di Rumah Sakit Ibuku harus mengikuti Test Swab Covid 19, karena sudah anjuran Rumah Sakit apalagi jika ibu diketahui sudah Reaktif. Keluarga hanya pasrah dan mengikuti saja aturan RS apapun hasilnya yang terpenting kesehatan ibukku kembali lagi seperti biasa. Satu minggu ibukku dirawat di RS keadaannya membaik. Alhamdulillah ibukku boleh pulang kerumah, aku sangat bersyukur melihat kondisi ibu yang membaik. “Setelah pulang kerumah sambil menunggu hasil swab ibu tidak boleh kemana mana dulu dirumah saja nanti pihak Rumah Sakit akan menelfon ke pihak keluarga untuk hasilnya”. Ucap dokter kala itu. Dirumah aku dan keluarga melihat hasil rontjen paru paru ibukku yang hasilnya tidak ada apa apa semuanya jernih, keluarga cukup tenang melihat hasil itu.

Suatu hari aku mengantar pulang kakakku kerumahnya, dan aku pergi ke apotek untuk membeli madu. Sesudah pulang aku sedang duduk santai di ruang keluarga sambil bermain hp, tiba - tiba kakakku datang dari atas gang sambil mengais anakknya lalu tangan kanannya membawa kue ulang tahun, karena hari itu anaknya sedang berulang tahun. Kakakku menangis sambil marah marah, aku, ibu dan adek sangat kaget padahal dia baru saja pulang kerumahnya. Aku bertanya “Ada apa kak?.” “Semua orang gosipin kalo mamah Corona terus mamah bakalan dibawa sama dinas mau di isolasi di RS.” Jawab kakakku sambil emosi dan menangis. Aku terdiam, emosi dan menangis, tidak percaya akan semuanya.  “Kenapa harus keluarga aku yang mengalami ini? Kenapa yaallah.” Itu yang aku terus tanya - tanyakan dalam hati.

Yang aku bingungkan kenapa semuanya sudah meributkan ibukku mengalami Covid 19, padahal keluarga saja tidak tahu apa - apa, tidak ada kejelasan dari Rumah Sakit, tiba - tiba beredar surat hasil swab Ibukku yang hasilnya test 1 positif, test 2 negatif. Bahkan sampai banyak yang membuat Status WhatsAap surat itu. Aku tidak tahu pikiran masyarakat bagaimana, sekampung, bahkan satu desa keluargaku diperbincangkan dan ditakuti karena terkena Covid 19.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun