Mohon tunggu...
Vioneta Rizky
Vioneta Rizky Mohon Tunggu... Freelancer - mahasiswa hukum

-

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penegakan Hukum di Indonesia

21 Desember 2020   11:24 Diperbarui: 21 Desember 2020   11:41 602
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pendahuluan

Dewasa ini, semua negara berlomba-lomba mengklaim bahwa mereka adalah negara hukum. Indonesia adalah negara demokrasi yang berpayung pada hukum. Di Indonesia keberadaan hukum menjadi supremasi atau dasar tertinggi pijakan seluruh aktivitas negara dan masyarakatnya. Hal ini tertuang dalam pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 setelah amandemen yang menegaskan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum, dan mengandung pengertian bahwa segala tatanan kehidupan berbangsa, bermasyarakat dan bernegara adalah didasarkan atas hukum. Walaupun dalam praktiknya berlainan seperti terjadinya penyimpangan, sabotase, dan ketidak adilan. Bahkan ada istilah bahwa penegakan hukum di Indonesia masih tebang pilih, pandang bulu, ataupun tajam ke bawah tumpul ke atas. Tidak dapat dipungkiri bahwa kondisi hukum di Indonesia sangat memprihatinkan. Tidak sedikit kritik pedas yang dilontarkan untuk pemerintah terkait penegakan hukum, kesadaran hukum, dan kualitas hukum itu sendiri.

Sepanjang 10 tahun terakhir, hukum Indonesia seperti panggung sandiwara meja hijau yang menampilkan berbagai macam skenario pelik. Belum hilang dari ingatan kita kasus Nenek Minah pada 19 November 2009 yang digugat oleh PN Purwokerto selama 1 bulan 15 hari penjara dengan masa percobaan 3 bulan karena telah mencuri 3 buah kakao di perkebunan milik PT Rumpun Sari Antan, Banyumas. Kasus selanjutnya berasal dari kalangan elite yang diduga tersandung kasus korupsi yaitu Ketua DPRD Bengkalis. Ia diduga melakukan praktek bancakan korupsi berjamaah dana bansos dan telah merugikan negara Rp 31 miliar. Namun Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pekanbaru, Riau menjatuhkan vonis ringan terhadap Ketua DPRD Bengkalis, Heru Wahyudi. Meski terbukti bersalah melakukan korupsi dana bansos, dia hanya divonis 18 bulan penjara dan denda Rp 50 juta subsider 2 bulan penjara (M Syukur, 2017). Bahkan kasus Juliari Batubara yang diduga oleh KPK telah menerima suap senilai Rp 17 miliar dari komisi pengadaan bantuan sosial sembako untuk masyarakat terdampak Covid-19 di Jabodetabek sampai saat ini penyelidikan dan putusannya belum menemukan titik terang (Eko Ari Wibowo,2020).

Uraian di atas menjadi bukti yang kuat dalam menggambarkan betapa tebang pilihnya penegakan hukum di Indonesia. Maka dapat ditarik permasalahan yaitu bagaimana penegakan hukum di Indonesia agar dapat berjalan dengan baik.

 

Pembahasan

Menilik dari teori Laurent Lavoisier yang mengatakan ada tiga faktor yang menentukan keefektifan dan keberhasilan penegakan hukum.

  • Structure of law
    • Hal yang menyangkut bagaimana aparat kerja penegak hukum yang menjalankan tugasnya menurut ketentuan-ketentuan formalnya. Namun, sepertinya masih banyak kesalahan dalam unsur satu ini, seperti salah satu contoh yaitu prinsip hakim yang saling bersebrangan (hakim A menghukum berat koruptor seperti yang dilakukan oleh Artidjo Alkostar dan hakim B justru melenggangkan koruptor) hal ini dapat disebut sebagai produk gagal dalam pendidikan kehakiman dan kesalahan dalam penyeleksian hakim. Bagaimanapun dan apapun faktornya, hal ini tidak dapat dimaklumi karena pada hakikatnya hakim haruslah bersifat adil. Pun tidak hanya hakim, melainkan juga aparat penegak hukum yang lain. Hal ini haruslah dibereskan baik dari dalam diri para penegak hukum maupun dari lembaga yang bersangkutan dalam hal mendidik dan menyeleksi. Karena jika dalam prosesnya lembaga pendidik dan penyeleksi para penegak hukum sudah maksimal, namun tidak dibarengi dengan kokohnya prinsip para penegak hukum (ketika di tengah perjalanan menjadi penegak hukum justru malah terkikis prinsipnya) hal ini (pendidikan dan penyeleksian) akan menjadi sia-sia.
  • Suntance of law
    • Meliputi perangkat perundang-undangan. Subtansi yang dimaksud adalah peraturan perundang-undangan yang berlaku dan memiliki kekuatan mengikat serta menjadi pedoman bagi aparat penegak hukum. Seperti yang sudah diketahui bahwa terdapat beberapa kelemahan dalam sistem perundang-undangan seperti adanya kecenderungan yang meyimpang dari materi muatan yang seharusnya diatur, ketidaktaatan terhadap materi muatan sehingga memunculkan  persoalan "hyper-regulasi", tidak adanya prosedur pemantauan dan evaluasi peraturan perundang-undangan serta ketiadaan lembaga khusus yang menangani seluruh aspek dalam sistem peraturan perundang-undangan. Jadi untuk memastikan pembenahan berjalan secara sistematis, bekesinambungan, dan menyuluruh dibutuhkan instrument hukum dan kebijakan yang memastikan proses pembentukan perundang-undangan berjalan dengan sinkronisasi system perencanaan peraturan perundang-undangan dengan perencanaan pembangunan nasional, pengendalian proses pembentukan peraturan perundang-undangan dengan pengoptimlisasian perencanaan legislasi, serta pengintegrasian fungsi dalam system perundang-undangan melalui penataan kelembagaan seperti fungsi pemantauan dan evaluasi dalam system perundang-undangan.
  • Legal culture
    • Dapat diartikan bagaimana sikap masyarakat menganut hukum yang hidup (living law). Hal ini penting karena sebaik apapun penataan struktur hukum untuk menajalankan aturan hukum yang ditetapkan dan subtansinya, tanpa didukung oleh budaya hukum akan menjadi isapan jempol semata dengan pengecualian jika negara tersebut adalah negara diktator. Namun Indonesia merupakan negara demokrasi jadi memang hal ini menjadi penting. Banyak permasalahan yang muncul dari unsur ini. Ketidak patuhan pada hukum menjadi yang utama. Mungkin hal ini lahir karena adanya pandangan skeptis kepada pemerintah. Mereka berpikir alih-alih mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia, justru hanya mensejahterakan sekelompok partai. Hal ini juga akan saya kaitkan ke dalam faktor politik pada paragraph selanjutnya. Tidak sedikit masyarakat yang tidak patuh hukum dan banyak bentuknya. Fungsi masyarakat di negara demokrasi memang sebagai kritik publik, namun pemerintah seperti tuli terhadap kritikan tersebut. Seakan kata "demokrasi" hanya memenuhi KBBI. Pemerintah hanya membutuhkan suara rakyat ketika pemilu. Masyrakatpun berpikir pemerintah hanya menguntungkan sekelompok orang saja. Mungkin hal ini pula yang menjadi faktor ketidakpatuhan masyarakat terhadap hukum. Namun kita tidak baik jika bersikap skeptis terus menerus kepada pemerintah sampai demo berjilid-jilid. Sebaiknya kita sebagai masyarakat Indonesia haruslah pula menghargai kinerja pemerintah karena tidak selamanya pemerintah buruk. Kita juga dapat menjadi agen of change di masa mendatang dalam membangun Indonesia ini agar tidak terpuruk seperti sekarang.

Adapun tambahan sedikit dari faktor politik dan faktor perubahan sosial. Seperti yang sudah disebutkan di muka bahwa faktor politik menjadi bagian penting dalam penegakaan hukum karena hukum dibentuk oleh lembaga legislative yang haruslah memiliki kendaraan politik (partai politik). Maka sangat erat kaitannya antara hukum dengan politik. Namun ini bukan berarti ketika pasangan calon terpilih menjadi anggota DPR, lantas mengaminkan seluruh keinginan partai seperti korupsi dan lain sebagainya.

Selanjutnya yang terakhir dari faktor perubahan sosial. Pada hakekatnya hukum haruslah mengikuti perkembangan zaman dan teknologi. Seperti yang sudah kita ketahui bahwa perubahan di muka bumi ini terutama budaya, kebiasaan, pola pikir, dan juga teknologi berkembang sangat pesat. Jadi haruslah hukum mengikuti perkembangan tersebut agar tetap memiliki perannya dalam mengisi dan mengatur pergaulan hidup masyarakatnya. Perlu diketahui ada hukum yang mengikuti perkembangan zaman dan ada juga yang tidak.

Contoh daripada hukum yang tidak mengikuti perkembangan zaman adalah hukum adat yang sangat kental dengan nilai-nilai leluhur. Sedangkan hukum yang mengikuti perkembangan zaman antara lain, jika kita mundur ke belakang hukum dulunya mengatur kejahatan di dunia nyata saja. Namun seiring berkembangnya zaman, Indonesia kini sudah mengesahkan UU ITE Cyber Law yang mana di dalamnya menyantumkan kejahatan di dunia maya yang pada kenyataannya hanya terjadi pada zaman sekarang karena memang zaman dulu belum marak penggunaan teknologi. Ini menandakan bahwa hukum mengikuti perkembangan zaman. Contoh lainnya hukum mengikuti perkembangan zaman adalah UU Cipta Kerja yang menggantikan Undang-Undang Ketanaga kerjaan. Dapat dibayangkan apabila tidak ada hukum yang mengatur tentang kejahatan dunia maya dan tidak mengikuti perkembangan zaman, hukum akan kehilangan perannya sebagai penegakan aturan yang tegas dan menjunjung tinggi keadilan dan kemaslahatan masyarakat. Dunia ini juga tidak teratur karena terlalu banyak tindakan kriminal yang tidak memuat dalam hukum (apabila bersifat statis).

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun