Mohon tunggu...
Viola Tri Lestari
Viola Tri Lestari Mohon Tunggu... Mahasiswa

Mahasiswa Universitas Negeri Jakarta/2022. Prodi Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kebaya Crop; Inovasi Fashion atau Penyalahan Makna Budaya

7 Juli 2025   11:08 Diperbarui: 7 Juli 2025   11:08 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kebaya adalah pakaian tradisional perempuan Indonesia yang telah menjadi simbol
keanggunan, kesopanan, dan identitas budaya sejak berabad-abad lalu. Asal-usul kebaya
diperkirakan berasal dari masa Kerajaan Majapahit dan berkembang pesat di berbagai daerah
seperti Jawa, Bali, Sumatra, dan Sulawesi dengan corak dan gaya yang beragam. Ciri khas
kebaya terletak pada desainnya yang mengikuti lekuk tubuh secara lembut, dengan bahan
tipis seperti brokat, katun, atau sutra, serta dipadukan dengan kain panjang seperti batik atau
songket.
Secara filosofis, kebaya melambangkan nilai-nilai luhur perempuan dalam budaya
Nusantara. Potongan kebaya yang tertutup dan tidak berlebihan mencerminkan kesopanan
dan tata krama dalam berbusana. Kancing yang berderet rapi di bagian depan melambangkan
ketertiban dan keharmonisan hidup, sementara kain bawahan yang membalut tubuh dari
pinggang ke bawah menandakan sikap hormat dan ketundukan terhadap norma sosial. Warna
dan motif kebaya pun sering kali menyimbolkan hal-hal tertentu: putih untuk kesucian, merah
untuk keberanian, dan motif bunga sebagai lambang kelembutan dan kehidupan. Dalam adat
Jawa, kebaya juga mengandung pesan tentang keselarasan antara tubuh dan jiwa, serta
pengendalian diri sebagai cerminan kedewasaan seorang perempuan.
Seiring perkembangan zaman, kebaya mengalami banyak modifikasi untuk
menyesuaikan dengan tren mode modern. Muncul berbagai varian seperti kebaya encim,
kutubaru, hingga kebaya kontemporer yang dipakai dalam acara formal maupun kasual.
Meski telah dimodernisasi, esensi kebaya sebagai simbol budaya dan filosofi hidup masih
dijaga oleh banyak kalangan, menjadikannya salah satu identitas penting dalam keberagaman
budaya Indonesia.
Kebaya Crop di Masa Modern
Dalam perkembangan dunia mode saat ini, batas antara warisan budaya dan tren
modern semakin tipis. Banyak busana tradisional dimodifikasi agar lebih sesuai dengan selera
generasi muda yang dinamis. Namun, tidak semua bentuk modifikasi diterima dengan tangan
terbuka. Salah satu yang menuai kontroversi besar adalah tren kebaya crop top ala Korea
yang viral pada awal tahun 2024.
Kasus ini mencuat setelah berbagai unggahan di media sosial menampilkan kebaya
dengan desain crop yang dipotong di atas pinggang, berlengan pendek atau model balon,
serta dipadukan dengan inner tipis dan kain lilit berwarna pastel. Gaya tersebut terinspirasi
dari estetika fesyen Korea Selatan yang feminin dan kasual. Tak butuh waktu lama, tren ini
mendapat perhatian luas, baik dari kalangan muda, selebgram, maupun media fashion daring.
Namun, respon dari masyarakat tidak sepenuhnya positif. Kontroversi mulai menguat setelah
lembaga vokasi tata busana LKP Ayu Busono Tulungagung menyatakan bahwa model
kebaya crop ini telah keluar dari pakem tradisional. Dalam wawancara resmi, Ernarini
Indraswati selaku pengelola lembaga tersebut menyebutkan bahwa kebaya tradisional
memiliki filosofi yang mencerminkan kesopanan dan kerapihan. Desain crop yang
mengekspos bagian tubuh atas dianggap menyalahi nilai-nilai dasar kebaya, yang seharusnya
membingkai tubuh dengan anggun namun tetap tertutup. Kebaya, dalam konteks budaya
Indonesia, bukan hanya soal tampilan luar, tetapi juga cerminan tata krama dan nilai hidup
perempuan.
Kritik juga datang dari masyarakat dan netizen, yang menilai bahwa menyebut busana
tersebut sebagai "kebaya" bisa menyesatkan. Sebagian menyatakan bahwa jika bentuk dan
fungsinya sudah berubah drastis, maka istilah "kebaya" seharusnya tidak lagi digunakan.
Namun, beberapa pelaku industri mode memiliki pandangan berbeda. Mereka menganggap
modifikasi tersebut sebagai bentuk ekspresi budaya baru yang dapat memperkenalkan unsur
kebaya ke pasar global melalui pendekatan estetika modern.
Kebaya Crop dan Pergeseran Makna Budaya
Kebaya, sebagai busana tradisional perempuan Indonesia, memiliki nilai historis dan
kultural yang sangat kuat sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya. Ia tidak hanya berfungsi
sebagai penutup tubuh, tetapi juga menyampaikan pesan tentang kesopanan, keanggunan, dan
identitas perempuan dalam tatanan sosial masyarakat. Bentuknya yang longgar namun rapi,
bahan yang lembut, serta motif yang kaya makna menjadikan kebaya sebagai simbol
kehormatan dan nilai-nilai luhur perempuan Nusantara. Dalam perjalanannya, kebaya telah
mengalami banyak modifikasi, dari kebaya encim, kutubaru, hingga kebaya modern. Namun,
akhir-akhir ini muncul tren baru, yakni kebaya crop. Kebaya crop adalah bentuk modifikasi
dari kebaya tradisional yang dipotong pendek menyerupai atasan crop top, sehingga bagian
perut atau pinggang pemakainya terlihat. Jenis kebaya ini mulai populer di kalangan anak
muda dan sering dikenakan dalam acara-acara nonformal, seperti konser musik, pemotretan
bertema etnik-modern, hingga pesta pribadi.
Popularitas kebaya crop turut didorong oleh platform media sosial yang menampilkan
kebaya versi ini sebagai bentuk ekspresi kreatif dan kebanggaan terhadap budaya lokal yang
dikemas secara kekinian. Namun, tren ini memunculkan berbagai reaksi di tengah
masyarakat. Banyak kalangan terutama budayawan, akademisi, dan masyarakat adat menilai
bahwa kebaya crop telah keluar dari pakem nilai-nilai budaya yang seharusnya dijunjung
dalam berbusana tradisional.
Kebaya secara historis diciptakan untuk menampilkan kesederhanaan, kesopanan, dan
penghormatan terhadap norma sosial. Ketika kebaya dipotong menjadi pendek dan dipadukan
dengan pakaian modern yang cenderung terbuka, banyak pihak menilai bahwa fungsi
filosofis dan simbolis kebaya menjadi hilang. Bentuk kebaya crop dianggap hanya
mengambil tampilan luar kebaya tanpa memahami makna mendalam di balik desain aslinya.
Masalah lain muncul ketika kebaya crop digunakan dalam konteks yang tidak sesuai. Dalam
tradisi Jawa, Sunda, dan berbagai etnis lain di Indonesia, kebaya umumnya digunakan dalam
situasi sakral seperti pernikahan, upacara adat, dan hari besar nasional. Penggunaan kebaya
crop dalam acara hiburan yang tidak memiliki unsur penghormatan terhadap budaya
dipandang sebagai bentuk penyimpangan. Bahkan, ada kekhawatiran bahwa kebaya crop
dapat mengubah persepsi masyarakat terhadap kebaya, menjadikannya sekadar busana fesyen
tanpa nilai budaya, dan mengikis rasa hormat generasi muda terhadap warisan leluhur.
Selain itu, tren kebaya crop juga mencerminkan dilema antara modernitas dan
pelestarian budaya. Generasi muda yang tumbuh dalam lingkungan global cenderung
menginginkan kebebasan berekspresi, termasuk dalam cara berpakaian. Namun tanpa edukasi
budaya yang memadai, kebebasan tersebut berisiko mereduksi makna warisan tradisional
menjadi sekadar tren sesaat. Hal ini diperparah oleh arus komersialisasi mode yang lebih
menekankan pada estetika visual ketimbang makna filosofis dan konteks budaya dari busana
yang dikenakan.
Dengan demikian, tren kebaya crop tidak hanya menyangkut soal desain pakaian,
tetapi juga memperlihatkan pergeseran cara masyarakat memaknai simbol budaya. Ketika
transformasi kebaya tidak disertai pemahaman terhadap nilai-nilai budaya yang melekat di
dalamnya, maka yang terjadi bukan sekadar inovasi, melainkan potensi penyalahan makna.
Masalah ini penting untuk diperhatikan, karena menyangkut identitas kolektif, penghargaan
terhadap tradisi, dan arah perkembangan budaya bangsa di tengah arus globalisasi yang kian
deras.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun