Mohon tunggu...
Viola Eva Reditiya
Viola Eva Reditiya Mohon Tunggu... Penulis - Ruang Sendiri

Banyak orang gagal dalam hidup karena tidak menyadari seberapa dekat mereka dengan kesuksesan ketika mereka menyerah (Thomas Edison).

Selanjutnya

Tutup

Diary

Aku dan Temanku yang HTI

24 Januari 2021   20:42 Diperbarui: 24 Januari 2021   21:21 411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://images.app.goo.gl/8VDAYWJQB1QGQqiY7

Mempunyai seorang teman adalah bentuk dari apresiasi diri bahwa ia tidak selamanya sendiri. Pada hakikatnya manusia ditakdirkan menjadi makhluk yang harus berinteraksi.

Walau pada akhirnya, jalan manusia tidak ada yang sama. Tapi apa kalian sadar bahwa setiap diri  membutuhkan sumbangsih dari setiap manusia.

Beberapa kali kita pasti bertemu dengan berbagai macam kepribadian, bukankah dari keberagaman itu kita belajar inilah pentingnya hidup untuk saling bertoleransi antara yang satu dengan yang lain ?

Tapi pernahkah kalian punya teman HTI ?

Langsung saja, aku kenal perempuan ini sejak Sekolah Menengah Pertama. Dekat karena kita satu ekstra, bidang kepenulisan terutama. Hampir 2 tahun, kelas X-XI .Di kelas XII kita tidak lagi bersama karena tidak diperbolehkan untuk bergabung dengan ekstra.

Dua tahun lamanya kita berteman. Dia saat itu terkenal dengan sosok yang pendiam, ramah namun hanya sekali dua kali berbicara ketika ada perlunya . Beberapa tahun setelah lulus dari SMA kita lost contact karena disibukkan dengan dunia.

Pada hari itu, ada seseorang yang mengirimkan pesan di platform media sosialku. Aku membuka dan membalasnya, ya ternyata itu temanku yang kita sudah sama-sama kehilangan jejak beberapa tahun, sejak dinyatakan lulus dari Sekolah Menengah Atas.

Pesan singkatnya yang masih aku ingat, dia menanyakan aku sedang menempuh pendidikan dimana dan jurusan apa. Selang beberapa hari aku sama dia saling bertukar kabar. Hingga di suatu kesempatan dia menanyakan di mana rumahku, katanya ingin datang untuk silaturahmi.

Beberapa kesempatan juga, dia sering membagikan pamflet tentang kajian-kajian muslimah, sembari membujuk untuk aku ikut datang bersamanya. Karena sebelumnya, aku sempat belajar tentang menyikapi orang-orang yang bisa dikatakan keluar dari jalur, hampir tidak ada kesulitan aku meresponnya.

Satu dua pesan aku sengaja untuk berusaha merespon dia, demi melihat apakah yang diikuti temanku ini di jalan yang lurus atau dikatakan tidak. Akhirnya, dugaan ku benar dia tergabung di suatu organisasi yang tidak sewajarnya dia ikuti. Beberapa postingan dia sering menyerukan untuk dirikan negara Khilafah.

Oh ya, semenjak ajakan dia aku tolak untuk mengikuti kajian ukhti-ukhti, sekarang sudah tidak berani mengajak lagi. Karena pada saat itu, aku bertanya kepada dia tentang sedetail mungkin kegiatannya itu sepertia apa. Karena aku sendiri takut masuk ke jalan yang salah.

Aku sempat berfikir untuk mengajak dia kembali lagi di jalan yang benar, jalan yang tidak mudah dipengaruhi oleh orang lain, jalan yang berpedoman kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah, Jalan yang masih membutuhkan ijma' dan qiyas dari para Ulama' .

Beberapa kali di suatu moment bersamaan dengan hadirnya seorang narasumber Ustad ataupun kyai, aku sering menanyakan hal ini. Berharap untuk mengajak temanku, yang ibaratnya sudah masuk ke jurang untuk aku tolong lagi.

Jadi, pesan yang bisa kita ambil dari beberapa jawaban narasumber baik kyai maupun ustad yaitu kita ini hidup di negara yang bertoleransi tinggi. Ada pancasila yang sudah mengatur semuanya, senantiasa menghormati baik antara satu agama dengan agama lain, antar suku, budaya, ras maupun perbedaan kepercayaan. Kita juga berpedoman kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah, dibawah itu ada ijma' dan Qiyas dari para Ulama' atau para mujtahid. Jadi, usahakan jangan mengambil hukum hanya murni dari tafsir Al-Qur'an saja. Takutnya, hukum tersebut menjadi kaku dan tidak mampu melihat suatu kondisi yang terjadi di lingkungan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun