Episode sebelumnya: Penjaga Cahaya di Tengah Bayang
Langit ketujuh memancarkan cahaya yang lebih dalam daripada fajar. Mikhael berdiri di tepi altar surgawi, tatapannya menembus ruang dan waktu. Di hadapannya, kilasan sejarah manusia mengalir seperti sungai emas yang menurun dari takhta Tritunggal Mahakudus.
Ada bisik-bisik kekudusan di antara para malaikat: saatnya telah tiba. Janji yang dinantikan sejak Kejatuhan pertama akan segera digenapi — tetapi bukan oleh kuasa, melainkan kerendahan hati. Dan bukan dari takhta kerajaan, melainkan dari rahim seorang perawan kecil di Nazaret.
Gabriel, sang pembawa kabar, berdiri di sisi Mikhael. Jubah cahayanya menyala, seolah seluruh kehendak ilahi bergetar dalam tubuh roh murninya.
“Apakah engkau siap?” tanya Mikhael, bukan karena ia meragukan Gabriel, tapi karena ia tahu: kabar ini akan memisahkan terang dan gelap lebih dalam dari sebelumnya.
Gabriel hanya menunduk.
“Aku tidak akan membawa diriku. Aku hanya membawa sabda-Nya.”
Dan ia pun diutus.
Di balik bayang-bayang kosmos, kekuatan lain juga bergerak.
Di alam kegelapan, di luar batas dunia materi, Lucifer mengamati. Ia bukan lagi ciptaan yang bercahaya, melainkan bayang dari cahaya yang ditolaknya. Wajahnya tak lagi bercahaya, namun sorot matanya masih menyimpan keindahan yang terluka dan kebencian yang mendalam.