Mohon tunggu...
Vinsens Al Hayon
Vinsens Al Hayon Mohon Tunggu... Guru - Penyuluh-Guru

Menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pesta Paduan Suara: Antara Lomba dan Persaudaraan

9 September 2022   19:25 Diperbarui: 9 September 2022   19:42 372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok. Pribadi. Kontingen yang juara.

Pesta Paduan Suara: ANTARA LOMBA & PERSAUDARAAN 

(Mini tafsir Pasca Pagelaran Pesparani)

Aneka makna dapat kita peroleh usai pagelaran akbar,  "Festival Keagamaan" di Ibukota Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), dengan nama bekennya "PESTA PADUAN SUARA GEREJANI (PESPARANI) KATOLIK, Tahun 2022.

Dalam dan melalui Pesparani ini komunitas/ persekutuan/ masyarakat Katolik diberi ruang dan kesempatan memadahkan kidung-kidung liturgis --gerejani- dalam pentas dan/ atau perlombaan.

Sukacita dan kemeriahan Pagelaran Pesparani Tahun 2022 yang melibatkan 23 (dua puluh tiga) kontingen dari berbagai kabupaten dan kota di Provinsi NTT telah usai, dan yang tesisa adalah kenangan, narasi-narasi kebolehan dan kepatutan, kisah-kisah kagum dan sejumput "joke" untuk diingat, serta beberapa serpihan gunda-kecewa yang bersifat teknis.

Merespon pernyataan: "Pesparani, antara lomba atau persaudaraan !" Jawaban tunggalnya adalah karena "sifat lomba" pada pagelaran itu tidak ada pada urutan satu. Setiap kontingen tidak berambisi mencari juara namun berkehendak menampilkan "yang terbaik."  

Kehendak demikian terbaca jelas pada sikap "nrimo" dari kontingen-kontingen yang tidak masuk nominasi atau belum juara walau sudah berusaha sungguh-sungguh. Katanya mereka bernazar : "Siap tampil lebih baik di pagelaran Pesparani berikut." Salut sekali.

Selain alasan di atas ada alasan eksistensial, bahwa Pesparani adalah momentum pengembangan iman umat dan ajang mengkonstruksi "persekutuan sejati, serta merangkai persaudaraan murni yang berdampak universal, tidak saja untuk Nusa Tenggra Timur tapi untuk Nusanatara, serupa taglinenya: "Dari NTT untuk Nusantara," - bahkan untuk dunia.

Atas alasan di atas maka "platform" perlombaan sedikit diturunkan "sepersekian derajat," dan yang dikedepankan adalah persekutuan hakiki dan persaudaran-murni tulen.  Perlombaan yang dilakukan tidak untuk saling mengalahkan namun sebaliknya mencari "yang terbaik" dalam berkidung dan bermazmur.

Arti pernyataan "yang terbaik" itu mengarisbawahi realita ini: "Semua kontingen berkidung baik dan bermazmur membahana megah namun ada yang lebih baik." Mereka -kontingen yang meraih juara dan siap menjadi duta untuk Pesparani Tingkat Nasional - adalah "yang terbaik dari yang baik."

Dok pribadi. Kontingen Kab. Kupang.
Dok pribadi. Kontingen Kab. Kupang.

Atas kesepemahaman ini, tidak ada keterbelahan, tidak ada blok-blokan atau sikap meminggirkan antarkontingen perlombaan. Yang ada hanya saling menyanjung yang terekspresi secara lahiriah dalam "applause meriah" bagi yang juara dan jadi nominator.

Ketika "Standing Applause" dari sesama kontingen yang belum beruntung (tidak juara/ belum dapat nominasi), ekpresi persaudaraan, persatuan, persekutuan sejati menjadi nyata. Ini bukti "kesesamaan" dalam "kebersamaan"  sebagai  satu komunitas seiman.

Maka "mantul" pernyataan filosofis ini: "Aku menjadi sebagaimana engkau ada, dan engkau ada sebagaimana aku menjadi." Makna eksegetisnya adalah yang juara dan belum juara adalah hasil dari suatu proses yang dikerjakan sejauh ini dan para juri (penilai) memberikan penilaian sebagaimana adanya, sungguh obyektif.

Juara dan belum juara adalah ujung dari berproses. Katakanlah, hasil yang didapat berdasar pada segala upaya, yang terangkum dari semua aktivitas yang dilakukan sejak sebelum hingga pagelaran (perlombaan) terjadi. Dan disinilah letak nilai eksistensial dari Pesparani sebagai perayaan persaudaraan.

Pesparani juga merupakan ajang meningkatkan persekutuan umat sehingga tatkala tidak juara, berlapang dada menerimanya dan tatkala menang tidak membuatnya "gede rasa" namun menjadi tempat pembelajaran bagi "kontingen lain." Aksi lanjutnya, "Nama Tuhan dimuliakan."

Jika demikian maka apabila terjadi hal yang bertentangan dengan visi, misi, dan harapan mulia dari Pesparani maka kebersamaan yang dirajut dalam dan melalui Pesparani belum maksimal dan persekutuan sebagai saudara seiman belum optimal, lantaran masih tersandera kepicikan karena cara pandang kelompokisme dan ego kesukuan-kedaerahan.

Dok. Pribadi. Opening ceremony Pesparani Tk. Prov. 2022
Dok. Pribadi. Opening ceremony Pesparani Tk. Prov. 2022

Jika pesparani tidak dipandang sebagai perayaan persaudaraan dan lebih utamakan perlombaan/ persaingan maka persembahan terbaik dalam cinta kristiani belum terwujud. Masih jauh pangang dari api. Belum nampak "pengorbanan dan penyangkalan diri." Mengapa demikian?

Jawabannya, karena paham "homo homini socius" belum mewarnai kehidupan setiap kontingen yang hadir. Para kontingen dan semua pengurusnya belum melihat suatu mimpi mulia dari pesparani yang harus jadi kenyataan, yakni "Yang juara itu saudara saya dan yang belum menang itu sahabat saya."

"Kita semua basodara, dan Pesta Paduan Suara Gerejani Katolik adalah sarana pengangkatan unsur ilahi yang ada dalam diri masing-masing kita ke tingkat yang lebih tinggi sehingga ada kesadaran manusiawi  untuk memuji "Opus Magna Dei" (karya agung Allah) bagi manusia umatNya.

Melalui Pesparani semua kita mensyukuri Kasih Allah yang mengharuskan kita untuk saling mengasihi sebagai saudara. Karenanya "perlombaan yang telah terselelenggara itu tidak untuk saling menyingkirkan, tetapi "looking for the best." Ini lah konsep dasar yang diusung dalam Pesta Paduan Suara Gerejani Katolik." ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun