Mohon tunggu...
Vincentius Lionel Justin
Vincentius Lionel Justin Mohon Tunggu... SMA Kanisius Jakarta

Mencoba mewujudkan pondasi nalar yang kritis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Menghadapi Rintangan Guna Meraih Panorama Nirmala

30 Juli 2025   19:25 Diperbarui: 27 Agustus 2025   07:58 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Pemandangan Gunung dari Puncak Surya Kencana

Tidak ada satupun cacat cela dari tubuh, tindakan, dan perkataan. Semuanya begitu sempurna.

Nirmala, kata yang indah didengar. Nirmala sesungguhnya ingin menggambarkan dewi dengan paras yang cantik. Dewi yang diminati banyak pujangga karena kelebihannya. Kebaikan hati, kesucian diri, dan cantik abadi membuatnya terkenang di setiap memori pujangga. Tidak ada satupun cacat cela dari tubuh, tindakan, dan perkataan. Semuanya begitu sempurna.

Kisah Pendakian Menelusuri Keindahan Nirmala Puncak Gunung Gede

Sore itu, aku baru selesai mengikuti acara ret-ret. Bukan sebagai peserta, tapi panitia. Sungguh melelahkan. Tidak hanya tubuh yang letih, tapi pikiran juga terasa semakin sempit dan sulit berpikir.

Perjalanan pulang dari tempat penginapan ke Jakarta juga sangat menguras tenaga. Jalan Raya Puncak yang tidak pernah sepi, selalu dipenuhi beragam kendaraan dengan variasi kode huruf daerah asal, membuat aku semakin lelah di bis. Istirahatpun tidak bisa sebab aku harus mengawasi dan mendampingi anak-anak.

Dengan polosnya, anak-anak bernyanyi dan berdansa bersama di dalam bis. Aku yang sudah setengah sadar, memberi senyuman tipis. Aku yang sedang termenung dan berkhayal, berlabuh di tempat yang sama dengan status berbeda. Aku juga pernah berada di usia mereka dan tidak pernah memikirkan hal-hal besar. Bertindak lepas, tertawa keras, dan tersenyum puas.

Kini, tidak hanya hal besar, mimpi dan cita-cita kecil pun membuat aku takut. Semuanya berenang di kepala tanpa arah dan tujuan yang jelas. Aku merasa seperti dikekang oleh rantai dan jalanku dihambat oleh jangkar yang berat.

Rindu rasanya kembali ke masa kanak-kanak. Masa yang sungguh menyenangkan. Masa yang membuat diriku bisa berekspresi bebas menebar sukacita di sekitar. Namun, kini, telah usai masanya.

Aku sadar bahwa setiap jejak yang kuukir akan menjadi bahan bakar untuk bertumbuh.

Di usia 17 tahun, semakin banyak beban yang harus kupikul. Terkadang, pundak terasa sakit hingga kaki tak lagi sanggup melangkah. Kendati demikian, akupun sadar bahwa setiap jejak yang kuukir akan menjadi bahan bakar untuk bertumbuh. Setiap dinamika menghasilkan pengalaman yang tak ternilai harganya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun