Mohon tunggu...
vinaria sinambela
vinaria sinambela Mohon Tunggu... Mahasiswa

Hobi membaca

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Outsourcing Solusi Ekonomi atau Resiko Bagi Hak Tenaga Kerja

16 Oktober 2025   07:40 Diperbarui: 16 Oktober 2025   07:37 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

PENDAHULUAN

Saat ini, istilah outsourcing sering kita dengar dalam konteks kerja modern. Berbagai perusahaan menerapkan sistem ini untuk menekan biaya dan meningkatkan efisiensi. Namun, di sisi lain, langkah ini sering menimbulkan masalah, terutama dalam hal perlindungan tenaga kerja. Di Indonesia, outsourcing telah menjadi topik penting yang tak bisa diabaikan lantaran berkaitan dengan keadilan dan kesejahteraan para pekerja.

Berdasarkan pengamatan, banyak pekerja merasa dirugikan dengan adanya sistem ini. Oleh karena itu, saya berpendapat bahwa sangat penting untuk membahas apakah outsourcing itu merupakan solusi ekonomi atau malah menjadi ancaman terhadap hak tenaga kerja di Indonesia.

Pengertian dan Dasar Hukum Outsourcing

Secara sederhana, outsourcing berarti suatu perusahaan mengalihkan sebagian dari pekerjaannya kepada perusahaan lain atau pihak ketiga. Ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 mengenai Ketenagakerjaan, yang kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, serta diperjelas dalam Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021.

Dalam Pasal 66 UU Ketenagakerjaan, disebutkan bahwa outsourcing seharusnya diterapkan hanya pada pekerjaan yang bukan merupakan kegiatan utama perusahaan dan bersifat penunjang, seperti layanan keamanan, kebersihan, atau transportasi. Namun, dalam praktiknya, banyak perusahaan masih memakai tenaga outsourcing untuk pekerjaan inti, dan ini menjadi permasalahan hukum.

Mengapa Perusahaan Memilih Sistem Outsourcing

Bagi perusahaan, memilih sistem ini dapat dimaklumi. Alasan yang mendasarinya cukup sederhana, yakni untuk mengurangi biaya dan memberikan fleksibilitas lebih dalam mengatur tenaga kerja. Dengan cara ini, perusahaan dapat lebih fokus pada aktivitas utama mereka tanpa harus tenggelam dalam urusan administrasi atau tunjangan karyawan.

Namun, bagi para pekerja, keadaan tidak selalu seindah itu. Banyak yang merasa posisi mereka menjadi tidak stabil. Misalnya, mereka bisa saja diberhentikan mendadak tanpa pesangon yang layak, atau tidak mendapatkan jaminan sosial seperti pekerja tetap. Jadi, bisa dikatakan bahwa sistem ini memiliki dua sisi: memberikan keuntungan bagi perusahaan tetapi seringkali merugikan pekerja.

Dampak Outsourcing terhadap Pekerja

Dari hasil pengamatan di lapangan, pekerja outsourcing sering kali menghadapi ketidakpastian. Banyak di antara mereka memiliki kontrak yang singkat, menerima upah yang lebih rendah, dan kadang tidak memperoleh perlindungan yang memadai. Bahkan, terdapat kasus di mana pekerja outsourcing tidak tahu siapa atasan mereka, sebab posisi mereka ditentukan oleh perusahaan penyedia jasa, bukan oleh perusahaan tempat mereka bekerja setiap hari.

Dari sudut pandang hukum, sebenarnya pekerja outsourcing berhak mendapatkan hak-hak sesuai dengan peraturan yang berlaku, termasuk hak atas upah yang layak, jaminan sosial, dan perlindungan kerja. Namun, dalam kenyataannya, pengawasan pemerintah terhadap sistem ini masih kurang. Menurut pendapat saya, inilah yang menjadikan pekerja outsourcing rentan terhadap perlakuan yang tidak adil.

Antara Solusi dan Ancaman

Jika kita mau jujur, outsourcing memiliki dua sisi. Di satu sisi, sistem ini membantu perusahaan bertahan dalam kompetisi global yang semakin ketat. Namun, di sisi lain, tanpa adanya pengawasan yang memadai, outsourcing bisa menjadi cara bagi perusahaan untuk mengesampingkan hak-hak tenaga kerja.

Sebagai mahasiswa hukum, saya memahami betapa pentingnya menjaga keseimbangan antara kepentingan ekonomi bisnis dan perlindungan bagi para pekerja. Regulasi yang lebih ketat dari pemerintah diperlukan untuk menindak perusahaan penyedia layanan yang melanggar peraturan. Selain itu, penting bagi pekerja untuk mengetahui hak-hak mereka, agar tidak diberdayakan secara tidak adil.Saya percaya bahwa keberadaan serikat pekerja sangat vital. Mereka dapat berfungsi sebagai penghubung antara pekerja dan perusahaan, sehingga suara pekerja outsourcing didengar dan hak-haknya bisa diperjuangkan dengan baik.

Kesimpulan

Dari dua sudut pandang, outsourcing sebenarnya bisa menjadi solusi, asalkan diterapkan secara adil. Namun, ketika disalahgunakan, sistem ini bisa menjadi ancaman serius bagi para pekerja. Pemerintah, perusahaan, dan pekerja semua memiliki peran penting untuk menciptakan hubungan kerja yang adil dan manusiawi. Dengan demikian, bukanlah sistem outsourcing yang bermasalah, melainkan cara penerapannya. Jika dijalankan dengan ketentuan yang jelas dan pengawasan yang kuat, saya yakin outsourcing bisa menjadi solusi antara kepentingan ekonomi dan perlindungan hak-hak pekerja

Daftar Pustaka

Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja, dan Pemutusan Hubungan Kerja.

https://peraturan.bpk.go.id/Details/161904/pp-no-35-tahun-2021 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun