Mohon tunggu...
Vina Enjelia
Vina Enjelia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

-

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Membangun Pendidikan Demokrasi untuk Generasi Milenial

9 Desember 2022   09:22 Diperbarui: 9 Desember 2022   10:28 597
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar contoh demokrasi disekolah sumber : gurusiana.id

Pendidikan merupakan hal penting bagi setiap orang. Pemerintah juga mengatur wajib belajar, artinya anak Indonesia harus belajar  selama 12 tahun. Pendidikan  demokrasi adalah  pendidikan yang memberikan kesempatan yang sama kepada setiap anak untuk memperoleh pendidikan  sesuai dengan kemampuannya di sekolah. Suatu visi yang mengutamakan persamaan hak dan tanggung jawab serta perlakuan  yang sama dan adil terhadap semua peserta didik oleh guru tanpa diskriminasi dalam segala aspek  kegiatan pembelajaran baik di dalam  maupun di luar kelas. Tanpa membeda-bedakan agama, suku, ras dan juga status sosial sehingga masyarakat memiliki kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya melalui pendidikan, mengembangkan potensi dirinya.

Pada kenyataannya banyak terjadi pembedaan perlakuan antara murid dengan murid lain maupun guru terhadap murid. Contohnya ketika proses belajar banyak siswa yang pasif di kelas dan didominan oleh guru dan peristiwa disepelekannya pendapat seseorang ketika forum diskusi karena orang tersebut tidak menonjol dalam hal akademik. Padahal fungsi forum itu untuk menjunjung suatu demokrasi yang ternyata dalam pendapatnya mengandung maksud yang baik untuk suatu forum tersebut. Apalagi jaman sekarang, jaman canggih teknologi dimana anak muda milenial sering mengeluarkan keluh kesahnya di sosial media. Yang seperti kita tahu jejak digital itu tidak akan pernah hilang, dan takutnya menjadi tempat pelampiasan seseorang atas korban permasalahan ini.

Hal-hal seperti ini yang membuat saya ingin mengangkat isu ini, memberikan penjelasan bahwa hal-hal seperti itu adalah hal yang tidak baik dan tidak patut dibenarkan.  Pendidikan adalah suatu hal yang pasti ditempuh oleh setiap orang, dimana kita semua pasti akan mengawali belajar dari pendidikan. Menurut Sosolog Universitas  Erlangga, Hotman M Siahaan kultur demokrasi bagi bangsa Indonesia belum terbangun sehingga pemerintah  harus berani mengambil trobosan melalui pendidikan demokrasi. Dengan begitu, pendidikan adalah awal langkah untuk membenahi hal tersebut.


Demokrasi Pendidikan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, demokrasi diartikan sebagai suatu gagasan atau pandangan hidup yang menekankan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama terhadap semua warga negara. Demokrasi dalam pendidikan adalah pengakuan individu siswa sesuai dengan nilai-nilainya sendiri, karena demokrasi itu kodrat dan manusiawi. Dalam proses pendidikan, semua pihak menyadari adanya sifat atau suasana saling menghargai, terutama antara guru dengan guru, antara guru dengan siswa, dan antara guru dengan anggota masyarakat, termasuk orang tua dan lain-lain.

Dengan kata lain, dalam semangat demokrasi, keputusan bersama atau kesepakatan bersama harus dihormati. Tidak perlu persetujuan tanpa paksaan, tetapi kesepakatan yang menjadi sikap setiap orang, kesepakatan yang saling menghargai pendapat dan persamaan, setiap orang memiliki hak dan kewajiban yang sama. Pendidikan demokrasi dicirikan oleh suasana belajar yang secara optimal membangkitkan kemungkinan-kemungkinan peserta didik untuk mencapai tujuan tertentu dan sebaliknya, sehingga nilai-nilai demokrasi (hak asasi manusia, kebebasan, keadilan, kesetaraan dan keterbukaan) dipahami dan dicapai. Siswa, Anda membutuhkan pendidikan. Misi dari pendidikan ini adalah menanamkan nilai-nilai demokrasi kepada peserta didik (democratic education atau pendidikan demokratis).

Pelaksanaan demokrasi pendidikan di Indonesia pada dasarnya dikembangkan dengan cara mengadopsi prinsip-prinsip demokrasi pendidikan dan mengembangkannya lebih lanjut, terutama setelah proklamasi kemerdekaan sampai sekarang. Pelaksanaan ini tunduk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia sebagai berikut: Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Setelah undang-undang ini, banyak dibicarakan tentang demokrasi pendidikan, terutama tentang hak setiap warga negara atas pendidikan, misalnya. Pasal 5; Setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk memperoleh pendidikan. Pasal 7; Masuk ke lembaga pendidikan sebagai siswa dilakukan tanpa diskriminasi berdasarkan jenis kelamin, agama, suku, ras, status sosial dan kemampuan keuangan, dan dengan mempertimbangkan kekhasan masing-masing satuan pendidikan.


Generasi Milenial
Generasi Langgas (Millenials), atau dikenal juga sebagai Generasi Y, Netter dan Nexters, merupakan generasi yang berkembang dengan banyak inovasi teknologi informasi. Menurut Haroviz (2012), Generasi Y atau generasi milenial adalah sekelompok anak muda yang lahir pada awal tahun 1980-an hingga awal tahun 2000-an. Generasi ini juga menganut keragaman, teknologi, dan komunikasi online untuk tetap terhubung dengan teman-temannya. Menurut Choi et al (dalam Onibala, 2017), generasi ini lebih fleksibel terhadap hal-hal baru dan segala macam kemungkinan, sehingga sering digambarkan sebagai generasi yang sangat nyaman dengan perubahan. Menurut Kapoor & Solomon (dalam Amin et al, 2018), generasi milenial selalu ingin berhubungan dengan atasannya, termasuk melalui email dan SMS. Generasi ini juga cenderung spontan, interaktif dan juga ingin didengarkan, sehingga gaya kepemimpinan yang efektif adalah kolaboratif, tidak hierarkis, dan transparan.


Hadirnya Demokrasi Pendidikan untuk Generasi Milenial
Seperti yang sudah dijelaskan di atas, Milenial adalah generasi yang spontan, interaktif, dan ingin didengarkan. Maka hadirnya demokrasi pendidikan di sekolah menjadi kunci permasalahan ini, karena demokrasi pendidikan mempunyai fungsi yang dikemukakan oleh John Dewey (2004): (1) sekolah harus menyediakan lingkungan yang disederhanakan untuk kompleks yang ada budaya yaitu dipilih berdasarkan hal-hal dasar yang akan diserap oleh siswa, (2) Sekolah membuang sebanyak-banyaknya dari lingkungan yang ada hal-hal yang tidak baik, membuang hal-hal remeh dan tidak berguna dari masa lalu, dan memilih yang terbaik. dan menerima anak Untuk menjadi warga negara yang lebih baik dan masyarakat masa depan yang lebih maju dan sejahtera, (3) sekolah harus menyeimbangkan lingkungan sosial dan berusaha untuk memastikan bahwa setiap orang memiliki kesempatan untuk membebaskan diri dari batas-batas memecahkan kelompok sosial dimana dia dilahirkan Konsep ini sesuai dengan paradigma pendidikan sistematik organik, dimana proses pendidikan formal dalam sistem persekolahan harus memiliki empat ciri sebagai berikut: (1) pendidikan lebih menekankan pada proses belajar daripada mengajar, (2) pendidikan diselenggarakan secara luwes, (3) pendidikan memperlakukan peserta didik sebagai individu yang memiliki ciri khas dan khusus, dan (4) pendidikan merupakan proses yang berkesinambungan dan terus menerus berinteraksi dengan lingkungan.


Kenapa Demokrasi Pendidikan Harus Digunakan?
Evolusi teknologi di kalangan generasi milenial mendorong anak-anak untuk mengembangkan bakatnya dengan menonton video YouTube, Instagram, dan scroll Tiktok. Dengan perkembangan tersebut, pendidikan harus mampu beradaptasi dengan teknologi generasi milenial ini. Pengawasan diperlukan agar anak tidak melakukan kesalahan. Pendidikan demokrasi harus digunakan karena demokrasi melihat anak secara objektif.

Sadiman (2001) menjelaskan bahwa pembelajaran yang mencerminkan nilai-nilai demokrasi adalah: (a) Menempatkan siswa sebagai individu yang unik. Mereka memiliki minat, keterampilan, efisiensi indrawi, kecerdasan, cara menanggapi pelajaran yang diberikan, keterampilan dan sikap yang berbeda satu sama lain, sehingga perlakuan yang berbeda harus diberikan. Proses pendidikan harus mampu menciptakan konsep diri yang positif pada diri siswa. Setiap anak harus merasa mampu dan aman serta menemukan tempat mereka sendiri di komunitas sekolah. Tidak ada anak yang tidak dikenal, semua yang pintar dan yang lemah mendapat perhatian. (b) Pembelajaran harus bersifat individual dalam arti setiap siswa mendapat cara untuk menghadapi karakternya masing-masing. Jika masih sulit, pengelompokan siswa berdasarkan kemampuan "Pengelompokan Prestasi" dapat digunakan. Kelompok ini bersifat dinamis sesuai dengan perkembangan masing-masing individu. Strategi ini bertujuan untuk memberi anak-anak kesempatan untuk berkembang dengan kecepatan mereka sendiri. (c) Demokrasi menghormati kebebasan individu untuk mengekspresikan diri, tetapi tetap menghormati norma dan etika. Proses pendidikan di sekolah dapat melakukan ini secara sadar dan menyediakan setidaknya satu jam belajar mandiri per minggu. Dalam pelajaran ini, anak belajar bertanggung jawab atas kebebasan yang diberikan kepadanya. Melalui penggunaan perpustakaan dan bahan belajar lainnya, anak-anak belajar penentuan nasib sendiri, swadaya, disiplin diri, dan pengendalian diri. Menemukan aktivitas yang sesuai dengan kebutuhan dan tahapan perkembangan masing-masing anak dan berusaha memenuhi kebutuhan tersebut. Pelajaran ini juga melatih siswa untuk menghargai waktu, mengembangkan kemampuan anak untuk memimpin diri sendiri (self-direction), disiplin diri (self-discipline), pengendalian diri (self-control), menolong diri sendiri (self-help), self-help kemandirian (self-reliance) dan menyibukkan diri (self-activity). Dengan demikian, bukankan begitu indahnya bila disekolahan diterapkan demokrasi?


Permasalahan Demokrasi Pendidikan di Indonesia
Salah satu penghambat pendidikan pada Indonesia merupakan keluarnya beberapa permasalahan. Padahal pendidikan adalah cara yg primer pada peningkatan mutu SDM Indonesia. Kali ini perkara yg timbul pada pembahasan demokrasi pendidikan pada Indonesia mencakup: Rendahnya partisipasi warga . UUSPN pasal 54 ayat dua menyatakan bahwa kiprah dan warga pada pendidikan mencakup kiprah dan perorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, & organisasi kemasyarakatan pada penyelenggaraan & pengendalian mutu pelayanan pendidikan. Dalam praktiknya kiprah warga pada pendidikan rendah. Misalnya masih rendahnya pemikiran warga mengenai pentingnya pendidikan, terdapat kalanya pada hal aktivitas sekolah kadang kala orang tua kurang mendukung pada aktivitas sekolah tersebut, & lain-lain. Yang ke 2 rendahnya inisiatif kebijakan yg kurang demokratis. Telah dijelaskan kebijakan-kebijakan pemerintah pada hal pendidikan. Kebijakan Pemerintah ini kurang demokratis pada hal kurang meratanya pendidikan. Pemerintah hanya mempertimbangkan potensi pendidikan secara nasional. Padahal setiap wilayah potensi pada hal pendidikan tidak selaras-beda. Masalah ini mengakibatkan kurang demokratisnya kebijakan pemerintah. Yang ketiga tantangan kehidupan global. Lambat laun seluruh hal mengalami perkembangan. Salah satunya pada hal pendidikan. Pendidikan pula mengalami perkembangan secara global. Semakin canggihnya teknologi menciptakan anak milenial zaman kini galat satu contohnya. Buktinya pemerintah kita menyempurnakan kurikulum yg dulunya hanya menyangkut kognitif saja. Sekarang terdiri aspek kognitif, psikomotor & afektif. Lebih spesifik pada hal demokrasi pendidikan pula mengalami perkembangan. Tapi hal-hal yg terkait pada pendidikan belum mengikuti perkembangan global.


Solusi Atas Permasalahan Demokrasi Pendidikan
Solusi pemasalahan diatas yg dikutip menurut pendapat Sadiman yaitu dengan merancang kurikulum dengan sedemikian rupa yang bisa digunakan untuk menaruh ruang mobilitas bagi sekolah/wilayah eksklusif untuk menyesuaikan menggunakan syarat & kebutuhan setempat tanpa wajib kehilangan orientasi nasional & global. Kurikulum pula wajib menggariskan adanya mata pelajaran-mata pelajaran yg menggiring suasana demokratis pada proses belajar mengajar & dalam gilirannya bisa menanamkan nilai-nilai demokratis dalam diri anak didik. Lalu yg ke 2 menggunakan nir terdapat keharusan bagi sekolah atau forum pendidikan buat memakai bahan belajar eksklusif. Idealnya diberi kebebasan menentukan sendiri bahan belajar (kitab & media) yg mereka nilai baik. Bahan otodidak pula wajib dikemas menggunakan mengakui bahwa setiap murid tidak selaras satu sama lain menggunakan kelebihan & kekurangannya memungkinkan adanya hubungan aktif & menempatkan target didik menjadi subyek bukan obyek pendidikan. Yang ketiga menggunakan wahana prasarana pendidikan pun wajib menunjang terwujudnya nilai-nilai demokrasi pada praktek pendidikan atau belajar mengajara sehari-hari. Misalnya: ruang kelas menggunakan meja kursi bangku nir kaku namun mempunyai fleksibilitas yg tinggi, perpustakaan mempunyai koleksi warna-warni yg nir saja memotivasi murid buat mengunjungi & membaca namun pula menaruh cara lain pilihan asal belajar. Perpustakaan, baik perpustakaan kelas juga perpustakaan sekolah hendaknya sebagai bagian yg menyatu menggunakan proses belajar mengajar pada kelas. Sebagai individu anak hendaknya mempunyai banyak sekali kebutuhan, maka sekolah atau forum pendidkan haruslah bisa menaruh lingkungan belajar yg sanggup memenuhi kebutuhan biologis (makanan, minuman, rasa kondusif & loka istirahat), kebutuhan psikologis & kebutuhan sosial (komunikasi & hubungan menggunakan sesama manusia). Yang keempat menjadi komponen sistem pendidikan, pengajar wajib bersikap demokratis. Pengajar wajib bisa mendapat perbedaan, menghargai pendapat murid nir memaksakan kehendak, merasa paling memahami & membentuk suasana belajar yg demokratis. Peran pengajar bukan menjadi satu-satunya asal belajar lantaran telah/makin poly asal belajar lain pada lebih kurang kehidupan anak. Dan yg kelima bahea proses pendidikan atau belajar mengajar hendaknya mencerminkan nilai-nilai demokrasi.

Dengan demikian demokrasi pendidikan merupakan kebijakan yang sangat diharapkan oleh masyarakat. Bagi generasi milenial, kebijakan tersebut diharapkan dapat meningkatkan kesempatan untuk menikmati pendidikan sesuai dengan keterampilan dan kemampuannya. Mencapai hak dan tanggung jawab yang sama dan menghormati kesetaraan dan keragaman adalah kunci untuk menerapkan demokrasi dalam pendidikan. Dalam membangun demokrasi dalam pendidikan perlu kerjasama pemerintah dalam penyusunan kurikulum, kerjasama guru sebagai fasilitator pembelajaran, dan siswa untuk mendukung nilai kesatuan dan persatuan. Ada ungkapan bahwa pendidikan  untuk semua dan semua untuk pendidikan, kami berharap ini bukan hanya diskusi tetapi harus menjadi tujuan pemerintah dan masyarakat untuk mencapainya. Dengan demikian, permasalahan banyaknya siswa putus sekolah, elitisme, tidak terjangkaunya pendidikan dan sebagainya dapat dihilangkan dengan sendirinya.

DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Syamsul. 2007. Demokrasi dan Urgensi Pendidikan Indonesia. Al-Wasathiyyah,
Vol. 02, No. 08, hal. 11-15.
Dewey, John. 2004. Democracy and Education An Introduction to the Philosophy of
Education. Delhi: Aakar Books.
Englund, Tomas. 2000. Rtehinking Democracy and Dducation: Towards an Education of
Deloberative Citizen. J. Curriculum Studies, Vol. 32, No. 2, 305-313.
Guru Pendidikan. (2021). Pengertian pendidikan.
https://www.gurupendidikan.co.id/pengertian-pendidikan/. Diakses tanggal 08 Desember 2022.
Kusuma, Iskandar Wiryo. 2001. Demokratisasi Belajar dan Pembelajaran Ditinjau dari
Pengalaman Empirik, (Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Teknologi Pembelajaran di Malang tanggal 7 Oktober 2001), 2.
Sihono, Teguh. 2011. Upaya Menuju Demokratisasi Pendidikan. Jurnal Ekonomi &
Pendidikan, Volume 8, Nomor 1, April, hal. 1-22.
Zamroni. 2001 Pendidikan Untuk Demokrasi Tantangan Menuju Civil Society.
Yogyakarta:Biograf

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun