Laut Natuna selatan adalah laut yang dimiliki oleh Indonesia dengan kekayaan laut yang begitu beragam dan begitu kaya. Namun di laut ini juga menjadi wilayah yang strategis baik itu dalam sektor perikanan atau sumber daya alam, sektor ekonomi dengan menjadi salah satu jalur perdagangan kapal yang cukup ramai, serta dalam bidang militer karena dari laut Natuna bisa langsung mencapai berbagai negara di Asia Tenggara yang dapat diakses dengan jalur laut. Namun karena letaknya yang strategis dan keuntungan besar yang bisa didapat itu bisa saja memicu konflik yang begitu besar karena adanya tumpang tindihnya klaim bahwa laut Natuna itu merupakan laut milik China atau disebut menjadi laut china Selatan. Dalam hal ini Indonesia sudah melakukan strategi modern yang bisa dilakukan agar keutuhan dan keamanan dari laut Natuna tidak diganggu oleh China. Indonesia menerapakan strategi Deterrence yang berarti efek gentar, kemudian Indonesia juga melakukan diplomasi pertahan yang bertujuan untuk meningkatkan pertahanan dengan jalur softpower, dan pemanfaatan teknologi maritim yang modern seperti penggunaan drone yang dapat dijalankan tanpa awak namun dengan daya jelajah yang luas.
Hal pertama yang telah dilakukan oleh Indonesia Adalah Deterrence yang berarti efek gentar. Strategi Deterrence, atau efek gentar, merupakan langkah pertahanan suatu negara untuk mencegah tindakan merugikan dari pihak lain. Alih-alih memulai konflik, tujuan utama strategi ini adalah membangun kekuatan militer yang meyakinkan calon musuh bahwa setiap agresi akan membawa kerugian yang jauh lebih besar daripada keuntungan yang bisa mereka dapatkan. Indonesia telah melakukan strategi ini dengan cara membangun pangkala militer terpadu di Natuna dan melakukan patroli laut yang dilakukan oleh TNI AL dan juga Bakamla. Penggunaan kapal Friget dan Corvet sering digunakan untuk patrol laut, bahkan TNI AU mengerahkan juga pesawat tempur F-16 untuk meningkatkan pengawasan di wilayah laut Natuna.
Hal kedua yang dilakukan Indonesia Adalah Diplomasi pertahanan. Indonesia menerapkan diplomasi pertahanan untuk mencegah konflik. Komunikasi resmi antara Jakarta dan Beijing terus berjalan, di mana Indonesia menyampaikan keberatan dan menuntut agar Tiongkok menghormati kedaulatan dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia. Selain itu, Indonesia juga menjalin kerja sama diplomatik dengan negara-negara besar seperti Amerika Serikat dan Australia. Kerja sama ini terwujud dalam berbagai bentuk, termasuk latihan militer gabungan, yang secara tidak langsung mengirimkan sinyal kepada Tiongkok mengenai dukungan internasional terhadap posisi Indonesia.
Hal ketiga yang dilakukan oleh Indonesia Adalah penggunaan teknologi modern dalam bidang maritim yang berupa sonar, radar, hingga bahkan drone diterjunkan untuk meningkatkan pertahan di laut Natuna. Pemanfaatan teknologi modern seperti sistem pengawasan satelit, radar, dan pesawat patroli maritim seperti Boeing 737, serta pengembangan drone domestik, meningkatkan kemampuan deteksi dan respons. Sinergi antara semua elemen ini menunjukkan pendekatan komprehensif Indonesia dalam mempertahankan kedaulatan maritimnya.
Di Laut Natuna Utara, Indonesia menerapkan strategi terpadu yang menggabungkan tiga pilar utama untuk menjaga kedaulatan dan kesejahteraan maritimnya. Pertama, strategi Deterrence, atau efek gentar, diwujudkan melalui pembangunan pangkalan militer terpadu di Natuna dan intensifikasi patroli laut oleh TNI AL dan Bakamla. Kapal frigat dan korvet dikerahkan secara rutin, bahkan didukung oleh pesawat tempur F-16 TNI AU, untuk menunjukkan kekuatan dan keseriusan Indonesia dalam menjaga wilayahnya. Kedua, diplomasi pertahanan menjadi instrumen penting untuk mencegah konflik. Indonesia terus menjalin komunikasi resmi dengan Beijing, menuntut Tiongkok untuk menghormati kedaulatan dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia. Selain itu, kerja sama diplomatik dengan negara-negara seperti Amerika Serikat dan Australia, termasuk latihan militer gabungan, secara tidak langsung mengirimkan sinyal dukungan internasional terhadap posisi Indonesia. Ketiga, strategi ini diperkuat dengan adopsi teknologi modern. Penggunaan sistem pengawasan satelit, radar, dan pesawat patroli maritim seperti Boeing 737 dan drone, meningkatkan kemampuan deteksi dan respons Indonesia. Sinergi antara kekuatan laut (deterrence), diplomasi maritim, dan ekonomi biru inilah yang menjadi kunci. Strategi ini menunjukkan bahwa pertahanan kedaulatan tidak hanya bergantung pada kekuatan militer, tetapi juga pada tata kelola lintas sektor dan diplomasi yang cerdas untuk memastikan keberlanjutan dan kesejahteraan maritim.
Secara keseluruhan, strategi Indonesia di Laut Natuna Utara mencerminkan pendekatan yang komprehensif, dinamis, dan adaptif. Pemerintah tidak hanya mengandalkan satu elemen, melainkan mengintegrasikan kekuatan pertahanan, diplomasi, dan teknologi untuk menciptakan efek jera yang kuat sambil tetap membuka ruang dialog. Langkah ini membuktikan bahwa Indonesia memiliki kemandirian dan kapabilitas untuk menjaga wilayahnya dari ancaman eksternal, sekaligus memastikan pemanfaatan sumber daya laut secara berkelanjutan demi kesejahteraan nasional.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI