Mohon tunggu...
Verdian AgusSaputra
Verdian AgusSaputra Mohon Tunggu... Mahasiswa - verdian

semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Review: Apa Iya #PercumaLaporPolisi (Full Version) | Mata Najwa

4 September 2022   14:08 Diperbarui: 4 September 2022   14:12 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Berdasarkan chanel youtube Narasi Newsroom yang berjudul "Apa Iya #PercumaLaporPolisi (Full Version) | Mata Najwa" telah menguraikan dan mengupas lebih dalam terkait penangan kasus-kasus kepolisian yang dianggap kurang tuntasnya dalam penyelidikan, kekerasan aparat dalam menyelesaikan kasus di ruangan maupuan di jalanan, serta tebang pilih yang condong pada jabatan maupun kekuasaan ketimbang rakyat jelata.  

Sehingga maraknya tagar #PercumaLaporPolisi menjadi viral di media sosial sebagai reaksi masyarakat untuk menuntut keadilan yang seadil-adilnya. Dalam sesi ini Mata Najwa menghadirkan 3 kasus viral untuk diperjelaskan kepada publik bagaimana kronologi yang sebenarnya dari masing-masing kasus dengan wawancara langsung pada korban.

Kasus pertama yang diangkat yaitu kasus dugaan kekerasan ayah perkosa 3 anak di Luhu Timur. Dimana pada kasus ini kepolisian polres luhu timur dianggap tidak memiliki perspektif perlindungan korban dan tidak profesional dalam melaksanakan pengusutan yang dilakukan. Mulai dari pemeriksaan anak yang dilakukan tanpa didampingi oleh orang tua, pendamping sosial lain, ataupun lainnya dan hanya ada polisi dan anak saja. Ini menjadikan fakta-fakta dalam berita acara tidak terungkap secara utuh. 

Selain itu, sebelum viralnya kasus ini, polres sudah memutuskan untuk menghentikan proses pengusutan perkara karena tidak ada hubungan janggal dari anak dengan ayah. Keputusan ini dianggap keliru/menyesatkan karena pihak asesmnet tidak memiliki kapasitas dalam menilai kasus tersebut.  

Padahal telah terang dalam penyidikan, anak menjelaskan bahwa benar adanya kekerasan yang dialami oleh anak, fakta lain menjelaskan, bahwa Ibu korban juga telah menyerahkan bukti fisik berupa celana dalam, legging, maupun foto-foto pendukung. Namun pernyataan dan bukti ini diabalikan oleh polisi dan menetapkan untuk menghentikan perkara. Anehnya lagi, pihak kepolisisan melakukan pemeriksaan pada Ibu korban terkait dengan kondisi kejiwaan, yang mana ini menjadi bentuk serangan agar Ibu korban dianggap tidak dipercaya.

Kasus kedua yang diangkat yaitu kasus penganiayaan pedagang sayur di Medan namun justru ditetapkan sebagai tersangaka. Ibu Gea (korban) menjelaskan bahwa saat di pasar gambil datanglah preman yang meminta uang Rp500.000,- , kemudian preman ini melakukan tindakan kekerasan dengan menghancurkan dagangan serta memukul, ditendang, dan dipijak termasuk anaknya. 

Saat itu Ibu Gea sempat dirawat selama 2 hari. Luka yang dialami mulai dari kepada, wajah, lutut, punggung dan lainnya. Kemudian korban melapor ke polsek dan memberikan keterangan serta video. Kejanggalan muncul saat pihak polisi mengenali preman yang ada di video secara langsung denga nada dugaan pungli.

Namun, keputusan yang dikeluarkan oleh pihak polsek menentapkan bahwa Ibu Gea ditetapkan sebagai tersangka. Padahal Ibu Gea tidak melakukan pemukulan ataupun perlawanan pada preman pasar tersebut.Alasan dan keptusuan yang tidak jelas inilah yang membuat pubik merasa heran terhadap kepolisian. 

Kondisi ini, menjadikan Ibu Gea (korban) tidak bisa melakukan aktivitas berdangan sampai seminggu lebih dan hanya bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari dari donasi/bantuan yang diberikan oleh relawan. Korban berharap untuk segera menghapuskan ketetapan dirinya sebagai tersangka dan meminta kepolisian agar para preman mendapatkan hukuman yang seadil-adilnya.

Kasus ketiga yang diangkat yaitu kasus Ernawati dua tahun mencari keadilan setelah kakaknya meninggal usai ditangkap polisi. Bahkan sampai saat ini masih belum ada titik terang dari kepolisian atas kematian kakaknya. Eernawati menjelaskan bahwa saat kakaknya ditangkap polisi terdapat sanksi temannya yang melihat korban dilakukan pencekikan dan dijambak rambutnya. Saat kakaknya meninggal, ditemukan bekas benjolan di muka, lutut, dan tempat lainnya. Saat itu Ernawati tidak diperkenankan untuk melihat jasad kakanya serta tidak diberikan pakaian terakhir yang dipakai korban.

Kasus ini semakin janggal, saat beberapa pihak menawarkan uang untuk melakukan aksi perdamaian.  Ernawati merasa adanya penyembunyian kasus ini, anatara RS bayangkara dan polda sulsel telah melakukan kerjasama. Dimana hasil visum dari korban tidak dibuka dan dipaparkan secara transparan ke Ernawati/pubik. Proses pencarin keadilan ini membuat Ernawati melakukan utang untuk biaya proses dari tempat satu ke tempat lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun