Perspektif Moral Kantian
Dari perspektif etika Kantian, OECD Model tidak universal karena hanya menguntungkan negara maju. UN Model lebih adil, tetapi rawan instrumentalitas karena cenderung melihat investor sebagai sarana fiskal. PMK 35/2019 mencoba mendekati moral universal dengan melindungi kepentingan nasional, namun implementasinya masih agresif. Prinsip Kantian menekankan bahwa setiap pihak harus diperlakukan sebagai tujuan, bukan sekadar alat.
Rekomendasi Reformulasi
PMK 35/2019 perlu direformulasi agar lebih efektif. Pertama, aturan harus disinkronkan dengan P3B agar tidak terjadi tumpang tindih. Kedua, definisi BUT digital harus diperjelas untuk menyesuaikan era ekonomi digital. Ketiga, perlu keseimbangan antara keadilan fiskal dan kepastian hukum. Keempat, transparansi administrasi harus ditingkatkan. Kelima, Indonesia perlu mendorong kesepakatan multilateral untuk memperkuat posisi dalam forum global.
Implikasi Praktis untuk Indonesia
Tanpa aturan kuat, Indonesia sebagai negara sumber berisiko kehilangan penerimaan pajak. PMK 35/2019 memperkuat fiskal domestik, tetapi harmonisasi dengan UN Model dibutuhkan agar keadilan internasional tercapai. Dalam konteks sektor ekstraktif seperti pertambangan, integrasi aturan domestik dan prinsip internasional menjadi kunci untuk memastikan bahwa laba yang dihasilkan dari kekayaan alam Indonesia benar-benar memberikan manfaat bagi bangsa.
Kesimpulan
Secara keseluruhan, OECD Model lebih melindungi negara domisili, UN Model lebih menguntungkan negara sumber, sementara PMK 35/2019 merupakan adaptasi Indonesia yang masih perlu reformulasi. Prinsip keadilan fiskal menuntut bahwa laba yang dihasilkan di Indonesia harus dikenakan pajak di Indonesia. Hal ini bukan hanya masalah teknis, tetapi juga persoalan etika dalam memperlakukan negara sumber sebagai pihak yang setara dalam tata kelola ekonomi global.