Mohon tunggu...
Venusgazer EP
Venusgazer EP Mohon Tunggu... Freelancer - Just an ordinary freelancer

#You'llNeverWalkAlone |Twitter @venusgazer |email venusgazer@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Money

Membawa Keluarga Dibawah Payung Asuransi, Langkah Bijak Menuju Masa Depan Sejahtera

20 November 2016   03:13 Diperbarui: 20 November 2016   03:47 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keluarga dibawah payung asuransi (sumber AJB Bumiputera)

Sampai saat ini, masih banyak orang yang skeptis bahkan alergi dengan kata “ASURANSI”. Tahu mengapa? Karena banyak orang beranggapan jika ikut asuransi berarti membeli sesuatu yang tidak pasti kapan akan digunakan. Lagi pula, belum tentu juga kita yang akan menikmati apa yang sudah ditanam lewat asuransi. Di sinilah sifat egois kita sebagai manusia muncul.

Padahal asuransi sejatinya malah memberikan kita sebuah kepastian untuk hal-hal yang tidak pasti. Begini, contohkan saja soal kematian. Siapa yang bisa memastikan kapan dan di mana seseorang akan meninggal dunia? Atau apakah kita yakin bahwa jika anak lulus SD tersedia dana cukup untuk kelanjutan pendidikannya?

Ok, orang bisa berkata, “Sekarang saya masih berusia 35 tahun, masih kuat bekerja sampai 20 tahun ke depan. Toh, gaji serta harta kekayaan saya lebih dari cukup untuk menghidupi keluarga.”

Orang lupa bahwa manusia bisa jatuh sakit atau mengalami musibah yang tidak diinginkan. Apalagi di jaman sekarang, penyakit bermacam-macam kasusnya. Biaya perobatan yang tinggi bisa membuat harta kekayaan ludes dalam sekejap. Atau kasus lain ketika pencari nafkah mengalami kecacatan fisik akibat kecelakaan sehingga tidak bisa lagi bekerja. Pada akhirnya anggota keluarga lain ikut menanggung dan merasakan kesusahan. Siapa lagi yang akan menanggung biaya pendidikan anak-anak?

Lalu ada juga orang yang menolak asuransi karena menjadikan Tuhan sebagai asuransi hidupnya. “Hidup ini sudah diatur oleh Tuhan. Semuanya kita serahkan saja pada-Nya.” Betul, tetapi tidak bijak.  Orang juga lupa bahwa Tuhan memberi kita free-will, kehendak bebas. Kehendak bebas dalam memilih apa yang akan kita perbuat. Termasuk juga dalam merencanakan masa depan kita.

Di Indonesia harus diakui asuransi asuransi belum menjadi budaya. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan bahwa baru 11, 81 persen saja masyarakat yang melek asuransi. Artinya literasi keuangan masyarakat akan pentingnya asuransi masih sangat rendah. Padahal 104 tahun yang lalu telah berdiri sebuah perusahaan asuransi di kota Magelang, Jawa Tengah yang menjadi perusahaan asuransi jiwa pertama di Indonesia.

12 Februari 1912, Mas Ngabehi Dwidjosewojo, seorang guru yang juga sekretaris Boedi Oetomo serta Mas Karto Hadi Soebroto dan Mas Adimidjojo  mendirikan Onderlinge Levensverzekring Maatschappij Persatuan Goeroe-goeroe Hindia Belanda, disingkat O.L.Mij PGHB. Seiring perjalanan waktu, perusahaan ini kemudian bertranformasi menjadi AJB Bumiputera.

Nama Bumiputera sendiri bagi saya sudah tidak asing. Awal tahun 80-an, Bapak saya sudah menjadi pemegang polis asuransi Bumiputera kala saya duduk di bangku SD. Sungguh menarik, ternyata kehadiran AJB Bumiputera sudah merambah sampai ke daerah pelosok tidak sebatas di Pulau Jawa saja.

Sedikit flashback ke 3 dasawarsa silam, saya masih ingat bagaimana petugas (agen) asuransi yang kebetulan tetangga sendiri, datang ke rumah kami sebulan sekali pada malam hari yang masa itu hanya diterangi lampu petromaks karena listrik belum ada.

Setelah Bapak memberikan sejumlah uang, petugas asuransi AJB Bumiputera tersebut akan memberikan kertas salinan berwarna kuning. Seiring berjalannya waktu, kertas-kertas kuning itu semakin menumpuk menjadi bundelan-bundelan tebal yang tersimpan rapi di lemari bersama dokumen keluarga lainnya.

Sebagai seorang guru, dengan gaji yang tidak besar, ternyata Bapak sudah memiliki kesadaran dan pandangan jauh ke depan dengan berasuransi sehingga tidak dipusingkan lagi ketika anak-anaknya melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Belajar dari beliau, kesederhanaan hidup seharusnya malah ‘wajib’ untuk ikut asuransi. Apa yang ia tanam terbukti bisa dipetik di kemudian hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun