Bulan lalu salah seorang sahabat Kompasiana saya, Kim Foeng, mengirim pesan via WhatsApp mohon doa karena akan menerbitkan sebuah buku. Reaksi tubuh saya seketika merinding kala membaca pesan tersebut. Perasaan senang dan bangga bercampur menjadi satu. Walau tidak mengenal Kim Foeng secara dekat dan personal, saya merasa sungguh excited. Perasaan yang sama pula ketika ada sahabat Kompasianer yang berhasil menerbitkan buku baik itu sendiri maupun keroyokan. Atau ketika ada Kompasianer yang berhasil mendapatkan project karena aktivitasnya di Kompasiana. Bagi saya itu semua adalah sebuah pencapaian tersendiri yang luar biasa.
Tidak lama berselang, Kim Foeng meminta alamat kepada saya. Rupanya bukunya sudah terbit dan ia ingin menghadiahkan 1 karyanya untuk saya. Jujur saya tidak pernah menyangka sama sekali. Beberapa hari kemudian sebuah buku kumpulan cerpen berjudul "Cinta Tanpa Kata" sampai juga di hadapan saya. Empat tahun bergabung di Kompasiana, baru kali itu saya dihadiahi buku dari sang penulisnya langsung. Maka sebagai apresiasi atas kesediaan Kim Foeng berbagi karyanya, saya ingin membuat sedikit review amatiran atas buku kumpulan cerpen "Cinta Tanpa Kata".
Judul Buku         : Cinta Tanpa Kata (Kumpulan Cerpen)
Penulis                : Kim Foeng
Penerbit             : PantaRhei Media Utama Publishing
Tanggal Terbit   : Maret 2014
Dari judulnya pembaca bisa menebak bahwa buku ini akan berbicara banyak mengenai 'cinta'. Cinta Tanpa Kata sendiri diambil dari cerpen berjudul sama yang menjadi cerpen pembuka dalam kumpulan cerpen ini. Sebuah cerpen yang berkisah tentang seorang lelaki yang teguh memegang amanat dari sahabatnya lalu kemudian harus rela melepas apa yang ia miliki demi orang yang ia cintai. Cinta baginya bukan kata manis belaka, namun sebuah tindakan nyata. Walau terkesan kisah ini jamak namun cukup kuat untuk menyapa pembacanya.
Ada banyak kisah cinta dalam buku ini. Namun tidak semua bercerita tentang asmara. Ada kisah menarik tentang sepasang kakek-nenek yang saling menyatakan cinta dengan cara mereka sendiri. Sedikit mengajarkan kepada kita bahwa apa yang selalunya kasat mata tidak selalunya benar. Kisah ini berjudul Hening yang Syahdu dikemas dengan jenius oleh Kim Foeng.
Buku ini semakin memikat karena disertakan juga karya Kim Foeng yang berkolaborasi dengan Kompasianer lain yaitu Hsu dalam Janji Mentari pada Rembulan dan Bintang, Fitri Y-Yeye dan Noorhani Dyani Laksmi dalam Tiga Bidarariku. Juga ada duet bersama Jingga Rangkat dalam cerita Sayang Maaf, Perih Mencintaimu adalah Mahkotaku. Seperti kita tahu mereka semua adalah penulis-penulis fiksi yang handal di Kompasiana dimana karya mereka punya jaminan mutu.
Setelah membaca beberapa kali buku ini, ijinkan saya juga untuk sedikit memberi catatan.