Mohon tunggu...
Humaniora Pilihan

Memaknai Energi Listrik dengan Sudut Pandang yang Baru

6 Oktober 2016   10:04 Diperbarui: 19 Oktober 2016   09:33 1459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya teringat dengan kisah William Kamkwamba, seorang pemuda Afrika yang membangun kincir angin dari barang-barang bekas untuk melistriki desanya di Malawi. William putus sekolah karena orang tuanya tidak memiliki biaya. Namun, dia tidak menyerah. Dia mempelajari banyak hal dengan membaca buku di perpustakaan yang ada di desanya. Mimpi William terlalu besar ketika harus dihentikan dengan keterbatasan dana dan daya.

Cerita-cerita semacam ini, menjadi sekedar fiksi bagi kita masyarakat yang hidup di dunia modern. Kita yang sudah terbiasa menakar apa pun dengan hitung-hitungan ekonomis, hampir susah untuk mempercayai bahwa ada seseorang yang berbuat sesuatu tanpa motif profit, apalagi dalam penyediaan 'komoditas' sepenting energi listrik.

Semangat inilah yang selalu coba saya munculkan dari dalam diri. Semangat berbagi pada sesama. Semangat pengabdian ingin memajukan negeri. Semangat yang merasa bahwa bayaran termahal yang kita terima bukanlah dalam bentuk rupiah, melainkan kebahagiaan pelanggan ketika semua kebutuhan hidupnya yang membutuhkan listrik sebagai sumber energi, dapat terpenuhi.

Pagi itu, sebelum berangkat kerja, di kamar saya bercermin sambil bertanya dalam hati: sekarang, apa makna listrik dan PLN bagi diri saya sendiri, terutama setelah ikut terjun langsung dalam usaha penyediaannya? Apakah sekedar tempat bagi saya mencari nafkah, teman dan pengalaman; atau ada makna lain yang bisa saya ambil sejak bergabung dengan perusahaan ini? Lalu, ketika saya sudah menemukan jawabannya, apakah kemudian pemahaman baru itu akan membuat saya melihat hidup dengan cara yang sama sekali baru dari sebelumnya? Saya akan mematikan lampu saat akan pergi, menyalakan televisi jika memang ingin menonton dan bukan hanya sebagai pengusir sepi, segera mencabut charger handphone ketika batrenya sudah terisi penuh, dan menghargai listrik layaknya 'sahabat penolong', bukan 'barang jualan' lagi.

Jujur, sampai saat ini, saya belum bisa menjawab.

Ketika membicarakan listrik di negeri ini, berarti kita membicarakan PLN. Dan ketika membicarakan PLN, berarti kita membicarakan tentang banyak hal.


PLN adalah Badan Usaha Milik Negara dengan aset riil terbesar di Indonesia. PLN adalah satu dari lima ratus perusahaan dengan pendapatan terbanyak di dunia. PLN adalah deru mesin mobil pelayanan teknik yang tak kenal waktu, berusaha datang ke tempat pelanggan secepat mungkin ketika ada keluhan. PLN adalah mata operator yang harus menahan kantuk ketika mendapat shift malam untuk berjaga di mesin pembangkit. PLN adalah nyali para pekerja PDKB yang dengan gagahnya memanjat tiang transmisi untuk mengatasi gangguan. PLN adalah perjalanan tiap butir elektron yang dibangkitkan dari generator di pusat listrik, hingga sampai ke rumah-rumah pelanggan. PLN adalah lima puluh ribu pegawai dengan berbagai latar belakang, pemikiran, dan pandangan; namun memiliki satu tujuan yang sama: melistriki nusantara.

Apapun makna PLN bagi kita, apapun definisi PLN untuk kita, saya kira kita semua harus sepakat, bahwa PLN adalah pengabdian, PLN adalah kedinamisan, PLN adalah kerja nyata.

Selamat Hari Listrik Nasional ke 71.

vava-57f5bea7a0afbd49068b4567.jpg
vava-57f5bea7a0afbd49068b4567.jpg
Vava Muhammad Risdhian

Assistant Engineer Perencanaan dan Pengendalian Bagian Operasi dan Pemeliharaan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun