Mohon tunggu...
Vania Intan Permatasari
Vania Intan Permatasari Mohon Tunggu... Jurnalistik

Mahasiswa Jurnalistik

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Tolak RUU Polri: Ketika Institusi Bermasalah Diberi Kekuasaan Superbody

6 April 2025   19:25 Diperbarui: 6 April 2025   19:25 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Kekerasan Polri terhadap Warga (Sumber: Google)

Tolak RUU Polri: Ketika Institusi Bermasalah Diberi Kekuasaan Superbody

Aksi demonstrasi mahasiswa beberapa pekan lalu kembali diwarnai kekerasan aparat. Video viral memperlihatkan polisi menghajar mahasiswa yang tengah berunjuk rasa damai, menyeret mereka dengan kasar, dan menggunakan kekuatan berlebihan. Kejadian ini bukanlah yang pertama---sejak lama, Polri memiliki rekam jejak kelam dalam menangani unjuk rasa, dari kasus kekerasan mahasiswa hingga penembakan air keras di Jakarta. Ironisnya, di tengah catatan buruk ini, pemerintah justru berupaya mengesahkan RUU POLRI yang memberikan wewenang lebih luas, bahkan berpotensi menjadikan institusi ini sebagai "superbody" yang kebal hukum. 

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa Polri belum mampu mengatasi masalah internalnya sendiri---mulai dari kekerasan berlebihan, minimnya akuntabilitas, hingga impunitas bagi oknum bermasalah. Di beberapa wilayah, alih-alih memastikan keamanan warga, aparat justru menjadi pelaku pelanggaran HAM. Jika RUU POLRI disahkan, dikhawatirkan kekerasan seperti ini akan semakin sering terjadi karena polisi memiliki kewenangan ekstra tanpa mekanisme pengawasan yang kuat. RUU ini berpotensi melegitimasi tindakan represif, sementara masyarakat sipil kehilangan ruang untuk menuntut keadilan. 

RUU POLRI dinilai sangat tidak sesuai dengan prinsip negara hukum dan demokrasi. Beberapa pasalnya memberikan kewenangan luar biasa kepada Polri, seperti hak penyadapan tanpa izin pengadilan, wewenang membubarkan organisasi tanpa proses hukum jelas, dan perluasan otoritas yang tumpang tindih dengan lembaga lain. Dalam praktiknya, ini bisa menjadi alat untuk membungkam kritik dan melanggengkan kekuasaan. Jika Polri saja belum mampu menindak tegas oknumnya yang melakukan kekerasan, bagaimana mungkin kita percaya mereka akan menggunakan wewenang tambahan ini dengan bijak? 

Sejak reformasi, Polri kerap menjadi instrumen represi ketimbang pelindung masyarakat. Data Komnas HAM mencatat puluhan kasus kekerasan aparat terhadap demonstran dalam 5 tahun terakhir, dengan sebagian besar tidak berujung pada proses hukum yang adil. Jika RUU ini disahkan, bukan tidak mungkin kekerasan negara akan dinormalisasi, sementara ruang demokrasi semakin sempit. Polri seharusnya diawasi, bukan diberi kekebalan. 

Jika pemerintah tetap memaksakan RUU ini, maka Polri akan berubah menjadi alat represi, bukan pelayan publik. Kekerasan yang dilakukan oknum polisi harus menjadi peringatan: jangan beri lebih banyak kekuasaan kepada institusi yang belum bisa mengontrol diri sendiri. Lebih dari sekadar RUU, ini soal apakah Indonesia masih konsisten pada jalan demokrasi atau justru mundur ke era otoritarian. Tolak RUU POLRI, untuk selamatkan hak-hak rakyat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun