Mohon tunggu...
Vanessa Karsten
Vanessa Karsten Mohon Tunggu... Freelancer - is not really a writer

Mengabadikan momen lewat tulisan. Pelita Harapan '21.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sebuah Kisah di Balik Sepucuk Surat

18 Agustus 2020   12:35 Diperbarui: 18 Agustus 2020   12:50 427
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Tunggu aku, aku janji kita akan bertemu lagi. Aku janji" ucap Djaya sambil mengusap air mata yang jatuh dari pipi isterinya. "Pergilah, selamatkan dirimu. Aku tidak mau kau pergi bersama mereka. Aku akan baik-baik saja.." 

Belum sempat mengakhiri pembicaraanya, tentara-tentara Jepang itu berhasil melepaskan Djaya dari pelukan istrinya hanya dengan sekali sentakan. Djaya yang tubuhnya jauh lebih kecil dibandingkan dengan tentara-tentara itu hanya bisa berpasrah, ia tersenyum menatap istrinya dan memberikannya isyarat untuk lari.

Sekarang sudah satu tahun sejak perginya Djaya dari sisi Maryam. Ia hidup seorang diri, menanti kedatangan Djaya kesisinya. Setidaknya, mendapat kabar darinya saja sudah cukup untuk Maryam. 

Selama berpisah, Djaya dibawa dan dikumpulkan bersama orang-orang pribumi lainnya ke wilayah lain untuk direkrut menjadi tentara Indonesia dibawah pimpinan Jepang untuk melindungi tanah Jawa dari serangan sekutu.

Pada masa pendudukan Jepang itu, seluruh sumber daya alam di Nusantara dikuras habis oleh pihak Jepang. Mulai dari persediaan makanan, minyak, kina, serta barang-barang pokok yang sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. 

Banyak rakyat menderita karena dijadikan pekerja paksa pada berbagai projek yang diperlukan bagi pertahanan militer, pembangunan benteng, dan sebagainya. Jepang juga memaksa rakyat untuk menyetor padi, jagung, dan ternak dalam jumlah besar. Hal tersebut berlangsung cukup lama.


Hari demi hari berlalu, bulan demi bulan ia lalui. Hingga suatu hari, ia menerima sepucuk surat ditangannya. Maryam sangat senang saat menyadari bahwa surat yang baru saja diterimanya adalah surat dari suaminya, Djaya.

Kepada isteriku tercinta, Maryam.

Maaf Maryam, surat ini terlambat datang kepadamu. Aku tahu kamu pasti menantikan kabar dariku. Begitupun dengan aku. Setiap hari aku berdoa, supaya kamu baik-baik saja disana. Maklumlah, aku cukup sibuk disini. Aku lelah melihat perilaku kasar tentara-tentara Jepang yang tidak henti-hentinya memperlakukan warga pribumi  seperti binatang. Mereka tidak tahu bahwa kita semua sangat menderita! Mereka membentak, bahkan tidak tega menembak jika kami tidak patuh. Aku sangat takut, tapi aku percaya aku akan baik-baik saja disini. Aku harap semua ini segera berakhir. Indonesia pasti merdeka! Aku tak sabar pulang ke kampung halaman untuk menemuimu. Aku janji, Maryam. Aku akan kembali. Bersabarlah. Jangan lupa doakan aku disini.

Salam hangat,

Djaya, suamimu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun