[caption id="attachment_165661" align="aligncenter" width="650" caption="ilustrasi - 1.bp.blogspot.com"][/caption]
Berita yang dimuat oleh seputar-indonesia.com (SINDO) kemarin cukup membuat saya terperanjat dengan judul tulisan Yogya Kota (Geng) Pelajar (tanpa tanda tanya). Sungguh saya baru tau kalo ternyata terdapat 60 geng yang masih 'eksis' (?) tersebar di tingkat SMP dan SMA di  Yogyakarta dan sekitarnya.
Karena khawatir, sebagai orang tua, saya langsung "menginterogasi" putra saya untuk menanyakan hal tersebut sekaligus memberikan pandangan mengenai bahaya yang dapat terjadi apabila dia terlibat dalam geng-geng serupa.
Diapun membenarkan, bahwa jangankan SMA, di SMP saja banyak yang membuat geng-geng sendiri bahkan lebih dari satu geng dalam satu sekolah.
Waw. Dulu memang saat saya SMA, ada geng-geng serupa di Yogyakarta. Misalnya Qizruh dan Joksin Qzruh (qita zuka rusuh) atau Joxzin (joko zinting, aka pojok benzin) - edited by Ajie - yang sering tawuran. Geng tersebut merupakan kumpulan dari para siswa dari sekolah yang berbeda. Sedangkan geng-geng sekolah tidak terlalu terdengar. Kalo kedua geng tersebut terlibat tawuran, berarti melibatkan sejumlah siswa dari beberapa sekolah dan biasanya tidak selalu membawa nama sekolah. Sebaliknya  kalo terjadi tawuran sekolah, gak lagi menggunakan 'bendera' geng namun sudah melibatkan seluruh murid dalam satu sekolah.
Nah sekarang, justeru geng-geng di dalam sekolahlah yang memicu perkelahian antar sekolah. Repot kalo sudah begini.
Pemberitaan SINDO diatas, dipicu oleh adanya tawuran antar sekolah pada sabtu kemarin. Â Sejumlah pelajar berhasil ditangkap di Minggiran, Mantrijeron karena hendak tawuran. Beruntung aksi mereka tercium dahulu oleh polisi.
Sebelumnya, 6 Januari 2012, Tribun Yogya juga telah melaporkan data tawuran di kota yogya pada tahun 2011. Tawuran antar sekolah tersebut antara lain terjadi antara SMU Gama Yogyakarta dengan SMU Bopkri 2 Yogyakarta (22/4/2011). Tawuran antara Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Piri I versus SMK Muhammadiyah 3 Yogyakarta  (01/10/2011). Tawuran antar SMA 6 Yogyakarta dengan SMA Muhammadiyah 2. (29/10/2011).
Terlepas dari data perkelahian yang disebutkan di atas, pertanyaanya apakah sudah mengkhawatirkan sampai-sampai harus menyebutkan identitas Yogyakarta sebagai Kota Pelajar semakin luntur dan tercoreng karena maraknya geng pelajar  ? Apalagi menyebutkan "kota geng pelajar". Jangan-jangan 60 geng mengindikasikan jumlah SMA atau SMP di Kota Yogya ? Kalo belum, sekalian saja ditotalin semua biar mengindikasikan kalo di setiap sekolah pasti memilki geng. Hmm masih terlalu terburu-buru. Kenapa dari dahulu saja gak sebutin demikian, disaat kami juga gak kalah seru nya terlibat tawuran, bahkan mungkin kerap terjadi dibandingkan saat ini.
Mungkin karena disebut kota pelajar, lalu kalo ada sejumlah geng yang belum tentu se-aggressive dan "brutal" yang  dikira,  lalu kota ini disebut kota geng pelajar ? Bisa jadi. Namun saya percaya masih bisa dikendalikan. Toh perkelahian pelajar juga bukan saja terjadi di Yogyakarta namun kerap juga terjadi di kota-kota lain di Indonesia.
Kalo memang sudah mengkhwatirkan, saya sebagai warga Yogya perlu mempertanyakan hal ini pada pihak sekolah, pemerintah daerah khususnya Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Â dan tentunya juga Poltabes Yogyakarta. Karena banyak juga pelajar yang menempuh pendidikan di kota ini namun tidak tinggal serumah dengan orang tua, dalam artian "indekost".