Mohon tunggu...
Tovanno Valentino
Tovanno Valentino Mohon Tunggu... Konsultan - Hanya Seorang Pemimpi

Hanya Seorang Pemimpi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Jangan Sampai Rakyat Miskin Ditelantarkan Mengurusi Masalah Pangannya Sendiri

25 Oktober 2022   00:44 Diperbarui: 27 Oktober 2022   07:38 13559
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dipl.-Oek. Engelina Pattiasina. (ist) Sinarharapan.net

Judul ini saya ambil dari pernyataan ekonom dan peneliti,Direktur Archipelago Solidarity Foundation, sebagai lanjutan tulisan saya sebelumnya yang berjudul,  Krisis Pangan: Apa Lacur sebagai Mentan Harusnya Legowo Menerima Berbagai Kritikan dan Masukan Termasuk dari Ekonom Ini

Penyataan yang saya maksudkan sebagai judul tulisan ini, yaitu pernyataan pada pemberitaan yang sama, "Pak Menteri, kawasan timur itu kawasan miskin atau dimiskinkan. Papua dan Maluku itu juara dalam kemisknan. Kok tiba-tiba mau mengandalkan pangan orang yang sudah miskin untuk mengatasi masalah krisis pangan. Ketika berpesta lupa orang miskin, ketika kelaparan ambil bagian orang miskin. Kalau tak mampu urus Negara ya jangan coba-cobalah," tegasnya dalam pemberitaan tersebut,

Kritikan ini menurut saya bukan saja "pedas" tapi juga "keras", dari seorang ekononom dan peneliti, Dipl.-Oek. Engelina Pattiasina ketika dihubungi wartawan di Jakarta, Sabtu (8/10/2022).

Seperti yang diberitakan, tribun-maluku.com (9/10/2022) dengan judul berita yang cukup menohok sang menteri, "Menteri Pertanian Jangan Omong Kosong Soal Sagu".

Hal ini dipicu karena pernyataan Mentan, bahwa "Beras, kalau memang harganya tidak bersahabat potong semua pohon sagu yang ada. Kita masih punya 5 juta hektar sagu. Potong 1 juta sudah bisa bertahan 1-2 tahun, makan sagu aja", kompas.com (6/10/2020)

Sekalipun pernyaataan Mentan, sudah diklarifikasi kementan.  Sehari setelahnya, kritikan "pedas" itu terap dikemukakan ekonom lulusan Jerman ini, karena substansi masalah bukan saja soal sagu namun terdapat beberapa hal terkait pangan, dalam menghadapi ancam krisis (khususnya pangan) global, yang mau tidak mau, akan berimbas hingga Indonesia.

Singkatnya menurut Engelina, "Kalau saya ditanyai, ya aneh saja, mereka koar-koar soal food estate, yang tentu didukung anggaran Negara. Tetapi, sagu dijadikan andalan kalau terjadi krisis, sementara harga sagu jauh lebih mahal dari beras. Apa ini bukan omong kosong? Persoalan pangan serius tetapi kok solusinya omong kosong"

Sampai di sini persoalan soal solusi sagu sebagai penganti beras, sudah saya bahas di tulisan sebelumnya.

Sehingga dalam kesempatan ini saya ingin menggali sedikit, sosok Dipl.-Oek. Engelina Pattiasina, termasuk pernyataannya soal lemiskinan. Paling tidak saya dapat menemukan benang merahnya, antara sosok engelina yang  sering menyorti kawasan Indonesia Timur yang masuk dalam kategpri miskin. Salah satunyam  provinsi yang kaya akan hasil alamnya (darat maupun laut) yaitu Maluku. 

Pernyataan Engelina inilah yang menurut saya menarik untuk ditelisik, minimal bagi saya dan mungkin anda yang kurang atau bahkan tidak mengenal sosok ekonom ini.

Biasanya, perdebatan-perdebatan yang ramai dibaca atau diikuti melalui sosial media biasanya twitter baik, dimana banyak terjadi sindir menyindir dan perdebatan  antara sesama tokoh, pakar atau politisi nyentrik bahkan kontrovesi dan diplatform ini ikut diramaikan dengan komentar para netizen.

Engelina juga, jarang tampil di media TV termasuk di youtube seperti para debater-debater yang namanya tidak perlu saya sebutkan satu persatu. Anda tentu lebih banyak tau dari saya.

Inilah keunikan ekonom satu ini. Paling tidak di era awal reformasi, ada seorang ekonom yang ternyata cukup banyak diliput media mainstream (online), baik yang berisi liputan dan wawancara wartawan, maupun artikel yang cukup banyak ditulisnya yang menarik untuk dipejari lebih mendalam. Namun jarang sekali dipilput media TV dan terjun dalam perdebatan.

Bagi tokoh politik senior dan para pengamat serta ekonom senior, paling tidak mengenal tokoh perempuan berdarah Maluku ini. Beliau mengawali karirnya sebagai peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Lembaga yang didirikan  oleh Ali Moertopo,  Soedjono Humardhani, Harry Tjan Silalahi dan Daoed Joesoef ini cukup banyak berperan di dalam kebijakan pemerintah serta melahirkan banyak pakar, ekonom, politisi dan tentu saja para peneliti kawakan.  Salah satu jebolan dan tokohnya yang kini anda kenal sekarang adalah Prof. Dr. J. Kristiadi.

Perempuan yang memiliki hobi di dalam desain dan tanaman ini adalah pendiri dan pemilik majalah LARAS yang cukup terkenal. Majalah interior-Arsitektur pertama yang hadir di Pasar untuk mengisi kebutuhan middle-upper income class, yang di akhir Tahun 1980-an dan di awal Tahun 1990-an mulai tumbuh.

Selain sebagai penulis, peneliti, pengamat, permerhati seni dan budaya, Engelina adalah seorang tokoh politik senior Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, pernah duduk sebagi anggota DPR/MPR RI, dan masih banyak lagi kegiatan organisasi sosial kemasyarakatan  yang ia geluti.

Putri salah satu  tokoh pejuang, dan pelopor perminyakan (Pertamina kini) di Indonesia, Brigjen TNI (Purn.) Johannes Marcus Pattiasina. Setelah tidak lagi duduk sebagai anggota DPR dan tidak lagi menjadi kader PDIP, Engelina ternyata sangat produktif didalam menulis berbagai pandangannnya, baik itu ulasan politik, seni dan budaya bahkan sejarah, dan yang pasti sebagai mantan peneliti dan juga politisi yang pernah duduk sebagai Pimpinan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, paling tidak tahu seluk beluk pengelolaan keuangan dan ekonomi negara  serta arah kebijakan pemerintah tentunya.

Sehingga tak heran kritikannya tajam dan kadang pedas. Tentu saja bukan asal kritik namun memiliki jaringan informasi dan data, yang saya percaya dari sumber A1 karena ia memilki jaringan yang cukup luas.

Sebagai politisi, tentu seperti memasuki medan pertempuran yang kadang samar-samar, misteri, manipulatif dan memiliki resiko berhadapan dengan lawan sekalipun sesama kader. Oleh karenanya, kemelut di tubuh PDIP yang sempat pecah,  Engelinalah yang menjadi salah satu orang yang di depak dari PDI-P karena menentang Munas yang dianggap tidak mencerminkan partai yang menerapkan prinsip-prinsip demokratis.

Walaupun menjadi anggota DPR bukan berasal dari daerah pemilihan umum Provinsi Maluku, serta lahir dan besar di luar negeri dan di beberapa daerah di Indonesia. Kecitaannya terhadap tanah leluhurnya, Maluku, sangat dalam. Terlihat dari berbagai artikel dan liputan media tentang sikapnya untuk memperjuangkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Maluku yang berlimpah ruah kekayaan alamnya namun miskin.  Ia bukan saja menulis dan bicara saja, namun juga turut terjun langsung membantu berbagai pihak yang membutuhkan bantuan agar dapat mewujudkan mimpinya, memakmurkan rakyat Maluku dari belenggu kemiskinan yang dialami bertahun-tahun.

Engelina sangat konsisten dengan kritikannya ketika melihat Maluku semakin terpuruk. Khususnya kemiskinan, kesenjangan, ekonomi dan pendidikan. Padahal di awal kemerdekaan, provinsi Maluku adalah salah satu dari 8 provinsi pertama. Sementara saat ini, dimana terjadi pemekaran wilayah menjadi 34 provinsi, Maluku justru terpuruk dan tertinggal, sebut saja dalam angka kemiskinan, menduduki urutan ke 4 atau ke 3 sebagai provinsi termiskin di indonesia. Di semester pertama tahun 2022, sesuai data BPS, Provinsi Maluku masih berada di urutan ke 4 menurut Persentase Penduduk Miskin (P0) yaitu 15,97%. Ditahun-tahun sebelumnya 2008 -- 2013 menduduki peringkat ke tiga sebagai provinsi termiskin di Indonesia. Sejak tahun 2014 hingga kini, naik menjadi provinsi termiskin di Indonesia di peringkat ke 4 atau urutan ke 30 dari 34 Provinsi di Indonesia.

Sebagai direktur Archipelago Solidarity Foundation, kini ia banyak mencurahkan perhatiannya ke tanah leluhurnya namun tidak ketinggalan dalam masalah politik nasional bahkan, sejarah, ekonomi. sosial, seni dan kebudayaan.

Salah satu upayanya di dalam mengentaskan kemiskinan di Provinsi Maluku adalah melalui jaringannya dan pengetahuannya tentang perminyakan, sebagai putri pelopor perminyakan di Indonesia. Engelina bersama kolega-koleganya, para profesor dan didukung oleh menteri  Dr. Ir. Rizal Ramli, M.A. meyakinkan Presiden Jokowi soal pedebatan skema pengelolaan Blok Masela. Sehinga presiden pada maret 2016,  akhirnya memutuskan skema pengelolaan eksplorasi gas Blok Masela di Maluku Selatan dengan mekanisme darat atau onshore. Keputusan ini disampaikan Jokowi di sela kunjungan kerja di Kalimantan.

"Dari kalkulasi, perhitungan dan pertimbangan-pertimbangan yang sudah saya hitung. Kita putuskan dibangun di darat," kata Jokowi saat mengumumkan keputusan itu di Bandar Udara Supadio, Kalimantan Barat, 23 Maret 2016.

Sekalipun masih banyak pertanyaan, kapan proyek sumber gas abadi dan terbesar milik Indonesia ini. Presiden tetap pada keputusannya, dan mengungkapkan bahwa "Keuntungan besar nanti kalau Blok Masela. adalah di Tanimbar, di Saumlaki dan itu akan baik untuk perputaran di daerah PDRB, di kabupaten Tanibar dan juga Maluku," kata Jokowi, (cnbcindonesia.com 2/9/2022).

Ini adalah salah satu bukti perjuangan engelina untuk mendorong bahkan hingga kini tetap berupaya baik lewat tulisan dan melalui kolega-koleganya mempercepat beroperasi pekerjaan tahap awal Blok Masela dan ikut mengawal, tentu saja bersama-sama rakyat Maluku dan pemerintah.

Pernyataan yang cukup keras dari engelina tentang kemiskinan di provinsi Maluku ketika mentan mengeluarkan pernyataan soal sagu dapat menjadi pengganti beras, tentu antara lain Provinsi Maluku, yang miskin ke 4 di Indonesoa.  "Kok tiba-tiba mau mengandalkan pangan orang yang sudah miskin untuk mengatasi masalah krisis pangan". Kritikan yang Ketus dari Engelina ini masuk diakal saya, entah anda. Sekalipun Provinsi Maluku adalah salah satu Provinsi penghasil sagu di Indonesia namun harganya jauh lebih tinggi dari beras per Kg.  

Kita tengok sebentar terkait Prevalensi Ketidakcukupan Konsumsi Pangan (Prevalence of Undernourishment/PoU), tahun 2019-2021 untuk provinsi Maluku, bersumber data BPS, di tahun 2019 sebesar 34,12%,  di tahun 2020 35,55 dan di tahun 2021 sebesar 29,62%. Selama 3 tahun provinsi Maluku dengan presentase tersebut menduduki peringkat ke 3 di indonesia dengan Prevalensi Ketidakcukupan Konsumsi Pangan paling tinggi.

Prevalensi ketidakcukupan konsumsi pangan atau PoU adalah estimasi proporsi dari suatu populasi tertentu, di mana konsumsi energi sehari-hari dari makanan tidak cukup untuk memenuhi tingkat energi yang dibutuhkan untuk hidup normal, yang dinyatakan dalam bentuk persentase. Defenisi ini, bisa diartikan bahwa selama ini penduduk Maluku bisa jadi, tidak diperhatikan  (berkonotasi dibiarkan) hidup miskin dalam ketidak normalan.

Semakin tinggi prevalensi ketidakcukupan pangan, maka semakin tinggi pula persentase penduduk yang mengkonsumsi makanan, tetapi kurang dari kebutuhan energinya.

Indikator ini juga dapat menggambarkan perubahan ketersediaan makanan dan kemampuan rumah tangga untuk mengakses makanan.

Pelu diketahui bahwa PoU merupakan salah satu indikator SDG (Sustainable Development Goals) dengan target  Tanpa Kelaparan. Pada tahun 2030 diharapkan di dunia sudah tidak ada kelaparan, setiap penduduk miskin mampu mengakses pangan sepanjang tahun.

Sampai di sini cukup jelas, ancaman krisis pangan hingga kelaparan sudah dialami oleh provinsi Maluku, minimal sejak tahun 2019. Data ini memperkuat pernyataan Engelina bahwa dengan kebijakan yang tidak tepat dalam mengatasi krisis pangan, justru provinsi miskin di Indonesia akan  mengalami dampak langsung dan lebih awal. Jadi sepertinya ada benarnya, 

jika apa yang dikemukakan Engelina bahwa kawasan timur itu kawasan miskin atau dimiskinkan karena kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat miskin, yang seharusnya menjadi taggung jawab Negara/Pemerintah sebagaimana diamanatkan undang-undang dasar 1945,  Bahwa Melindungi segenap tumpah darah Indonesia merupakan salah satu dari beberapa tugas negara yang termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945). Frasa lengkapnya yaitu "Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia".

Seerti diuraikan Andi Dzul Ikhram Nur, Kanwil DJPb Provinsi Sulawesi Tenggara. Menjelaskan bahwa, Dalam tipologi linguistik yaitu subjek, predikat, dan objek, maka yang merupakan subjek adalah 'Pemerintah Negara Indonesia', dan predikatnya yaitu 'melindungi', sedangkan objeknya yakni 'segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia'. Adapun makna dari predikat 'melindungi' dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), yaitu:

  • menutupi supaya tidak terlihat atau tampak, tidak kena panas, angin, atau udara dingin, dan sebagainya;
  • menjaga; merawat; memelihara;
  • menyelamatkan (memberi pertolongan dan sebagainya) supaya terhindar dari mara bahaya.

Berdasarkan pengertian dan uraiannya  sebagaimana dijelaskan dalam KBBI, dapat dipahami bahwa melindungi merupakan sebuah upaya yang dilakukan agar suatu hal terhindar dari hal lain yang bertentangan dengan fitrahnya. Kemudian, selain sebuah upaya untuk menghindarkan (pencegahan), melindungi juga dimaknai sebagai sebuah upaya penyelamatan dari bahaya yang tidak dapat dihindari setelah upaya pencegahan dilakukan (penyelamatan atau pemulihan).

So... apakah kritikan Engelina dapat menjadi masukan dan perhatian pemerintah secara serius?  Kita lihat saja nanti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun