Mohon tunggu...
Tovanno Valentino
Tovanno Valentino Mohon Tunggu... Konsultan - Hanya Seorang Pemimpi

Hanya Seorang Pemimpi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Terdapat 201.000 Pengungsi Indonesia Akibat Bencana, Konflik dan Kekerasan, Menurut Laporan IDMC Tahun 2020

30 Januari 2022   06:56 Diperbarui: 30 Januari 2022   12:55 4625
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Screenshot Halaman IDMC untuk Indonesia

Adakalanya, untuk melihat perkembangan suatu negara. Kita memerlukan lembaga resmi yang diakui dunia untuk memberikan informasi menurut metodologi penelitian, pengkajian dan analisa mereka.

Kita ambil sisi positifnya saja, bahwa sekalipun angka-angka yang disajikan kadang dibantah oleh pemerintah karena mungkin berbeda dalam metodologi, pengumpulan data dan pengukurannya serta informasi pendukung. Akan tetapi dapat dijadikan salah satu perbandingan yang cukup baik, dalam rangka perbaikan atau pembenahan dalam melaksanakan pembangunan Indonesia seutuhnya. Khususnya dalam penanggulangan masalah bencana, konflik dan kerusuhan.

Seperrti data yang disajikan oleh  Pusat Pemantauan Perpindahan Internal (IDMC) atau Internal Displacement Monitoring Center (IDMC) dalam laman depan situs resminya menyebutkan secara ringkas bahwa karena permasalahan bencana menyebabkan terjadi 705.000 jiwa perpindahan penduduk Indonesia baru sejak 1 hingga 31 Desember 2020 dan terjadi pengungsian sebanyak 161.000 jiwa per Desember 2020. Sedangkan berdasarkan permasalahan konflik dan kekerasan sebanyak 4.600sejak 1 hingga 31 Desember 2020  menyebabkan perpindahan baru penduduk Indonesia dan terjadai pengungsian sebanyak 40.000 jiwa per Desember 2020.

Sekalipun laporannya per akhir tahun 2020, rasanya masih relefan. Dapat memberi gambaran bahwa negara ini rentan bukan saja masalah bencana yang mendominasi namun juga karena konflik dan kekerasan. Jika proyeksi hal ini menunjukan kerentanan tersebut, masih terbukti benar. Dan harus diakui, sekalipun ditutup-tutupi.

Hingga awal 2022, masih terjadi bencana dan konflik. Paling tidak kejadian gempa di Banten dan sekitarnya, dan  pada tanggal 27 Januari 2022. Konfik yang terjadi di pulau Haruku, kabupaten Maluku Tengah, antar warga dua desa yang diketahui memakan korban dua orang meninggal dunia dan 3 orang luka-luka, sejumlah rumah warga di Desa Kariuw hangus di bakar masa. Dan seorang anggota Polsek Pulau Haruku menjadi korban luka dan tertembak di bagian rahang. Hal ini juga memicu adanya pengungsian warga. (pikiran-rakyat.com 27/01/2022)


Bencana alam memang sulit diprediksi dibandingkan konflik. Namun bila alat negara sigap dalam masalah konflik, kerusuhan atau kekerasan, sebenarnya dapat dideteksi sejak dini dan dapat mengerahkan aparat keamanan yang cukup di dalam penangangan hal ini.

Sehingga laporan IDMC ini mengingatkan kita, khususnya pemerintah dan aparat keamanan serta tentu saja masyarakat agar dapat menghindari atau meminimalisasi dampak dan akibat yang terjadi.

Sebelum masuk ke dalam pemaparan artikel, sebaiknya kita mengenal dulu siapa atau apa itu Internal Displacement Monitoring Center (IDMC).

Sumber Laporan IDMC
Sumber Laporan IDMC

Sumber Laporan IDMC
Sumber Laporan IDMC

MENGENAL DISPLACEMENT MONITORING CENTER (IDMC)

Internal Displacement Monitoring Center (IDMC) adalah "the world's definitive sourceof data and analysis on internal displacement"  atau sumber data dan analisis definitif di dunia tentang perpindahan internal (suatu negara maupun global). Sejak pendiriannya pada tahun 1998 sebagai bagian dari Dewan Pengungsi Norwegia (NRC), IDMC telah menawarkan layanan yang teliti, independen, dan tepercaya kepada komunitas internasional. Pekerjaan mereka menginformasikan kebijakan dan keputusan operasional yang meningkatkan kehidupan jutaan orang yang tinggal di pengungsian internal, atau berisiko menjadi pengungsi di masa depan.

Prestasi yang mereka raih, berkat internationally endorsed mandate,  mandat didukung secara internasional, mereka telah memainkan peran dalam berbagai pertemuan internasional maupun kepada negara-negara dan memberikan masukan dalam proses pengumpulan dan analisis data IDP di seluruh dunia, dan mengkonsolidasikan berbagai sumber informasi tentang skala, ruang lingkup, dan pola perpindahan untuk menyediakan informasi yang komprehensif dan global.

Mereka juga telah bekerja dengan berbagai pemerintah internasional, badan-badan PBB dan pusat-pusat pakar untuk menemukan solusi yang efektif dan telah bertahan lama untuk mengurusi masalah pengungsian internal suatu negara.

Data dan keahlian global mereka telah membantu menjaga masalah ini tetap terlihat dalam agenda internasional, dan telah membentuk beberapa kerangka kerja kebijakan global dan regional utama dunia yang relevan dengan masalah ini, termasuk tentang aksi kemanusiaan, perubahan iklim, dan pengurangan risiko bencana. Data kami digunakan untuk menetapkan sebagai target dan apengukluran kemajuan menuju kerangka kerja yang telah dimulai sejak awal.

Peralatan, Materi, Metodologi, Data dan Fasilitas yang digunakan IDMC

IDMC Menyediakan berbagai jenis alat analisis untuk tujuan yang berbeda, dan menyesuaikan skala temporal dan pelaporan spasial untuk menginformasikan pengambilan keputusan operasional dan kebijakan di berbagai tingkat - dari tingkat lokal hingga global - dan di berbagai sektor, dari pencegahan dan risiko pengurangan, untuk program kemanusiaan, pemulihan pasca krisis dan pembangunan berkelanjutan. Penyajian informasi disampaikan secara transparan dengan data yang mereka olah dan gunakan, dan secara independen disajikan dalam analisis mereka.

Adapun Peralatan atau Fasilitas yang mereka gunakan

  • The Global Report on Internal Displacement (GRID) atau Laporan Global tentang Pemindahan Internal. Yaitu laporan unggulan tahunan mereka yang menggabungkan statistik terbaru, penilaian negara/situasi, analisis tematik dan kebijakan. Setiap tahun laporan ini menyajikan perkiraan terkini tentang perpindahan baru akibat konflik dan bencana, dan jumlah kumulatif total pengungsi di seluruh dunia. GRID adalah referensi global untuk data dan analisis perpindahan internal dan digunakan secara luas oleh pembuat kebijakan, pemerintah nasional, badan-badan PBB, LSM internasional, jurnalis, dan akademisi.
  • Internal Displacement Updates (IDUs) atau Pembaruan Pemindahan Internal. Disajikan dalam fasilitas updatodate/realtime dalam bentuk 'Flash' tentang peristiwa perpindahan baru di seluruh dunia, diterbitkan setiap hari di peta interaktif yang berada di beranda utama situs web IDMC.
  • Country pages atau halaman negara. Adalag gambaran umum tentang angka dan analisis terkini perpindahan internal per negara, termasuk tinjauan umum tentang penyebab dan pola perpindahan, kebutuhan dan kerentanan prioritas, serta kebijakan pemerintah dan tanggapan operasional di tingkat nasional dan sub-nasional.
  • Research papers atau makalah penelitian. Disajikan dalam laporan tematik, negara, dan studi kasus yang mengeksplorasi berbagai dimensi perpindahan internal. Prioritas penelitian saat ini meliputi: 1) dampak ekonomi dari pemindahan; 2) perpindahan perkotaan; 3) perpindahan dalam iklim yang berubah; 4) perpindahan internal ke lintas batas; dan 5) kejahatan dan pengungsian di Amerika Tengah.
  • Global Disaster Displacement Risk Platform atau Platform Risiko Perpindahan Bencana Global. Alat inovatif berdasarkan model probabilistik IDMC untuk mengeksplorasi dan memvisualisasikan metrik risiko perpindahan terkait bencana. Platform tersebut mengungkapkan berapa banyak orang yang kemungkinan akan mengungsi per negara per tahun secara absolut, dan dalam kaitannya dengan ukuran populasi negara, secara total dan untuk tingkat resiko "bahaya" secara  individu. Dengan menggunakan alat ini, pengguna juga dapat menganalisis risiko yang terkait dengan peristiwa perpindahan tertentu di negara tertentu, seperti angin topan yang menggusur 100.000 orang atau gempa bumi yang menggusur 50.000 orang.
  • Displacement Data Exploration Tool atau Alat Eksplorasi Data Perpindahan. Alat yang memungkinkan pengguna membuat bagan khusus mereka sendiri menggunakan data perpindahan IDMC, data pengungsi UNHCR, dan semua indikator dari katalog data terbuka Bank Dunia.
  • I nternal Displacement Event Tagging and Clustering Tool (IDETECT) atau Alat Penandaan dan Pengelompokan Peristiwa Perpindahan Internal. Menggunakan pemrosesan bahasa alami dan algoritme pembelajaran mesin, IDETECT membaca ribuan artikel dan laporan PBB dan pemerintah setiap hari dan mengekstrak darinya informasi penting tentang penyebab perpindahan dan jumlah serta lokasi orang yang dilaporkan mengungsi. Dengan menggunakan IDETECT, kami dapat meningkatkan cakupan pemantauan kami dan mengidentifikasi insiden perpindahan baru atau sekunder dengan lebih baik.
  • Satellite imagery analysis atau Analisis citra satelit. Di area dan situasi yang sulit dijangkau di mana tidak ada aktor di lapangan yang dapat mengumpulkan dan berbagi data tentang perpindahan internal, kami dan mitra kami telah mengembangkan alat untuk mendeteksi dan mengukur perpindahan dengan menganalisis citra satelit resolusi tinggi dari kerusakan perumahan dan penghancuran.

Dengan lebih dari dua puluh tahun pengalaman memantau dan menganalisis perpindahan internal yang sering terjadi di area yang sangat sensitif dan sulit dijangkau, mereka telah mengembangkan alat inovatif dan khusus untuk memperluas cakupan global dan untuk terus meningkatkan pemahaman tentang fenomena ini.

Kita kembali ke analisa atau penyajian laporan tentang Indonesia.

Pengantar IDMC Tentang Indonesia

Kepulauan Indonesia sangat rentan terhadap letusan gunung berapi, gempa bumi, tsunami, banjir dan tanah longsor. Urbanisasi yang cepat juga berkontribusi pada peningkatan paparan populasi dan kerentanan terhadap bencana, yang memicu sejumlah besar perpindahan baru setiap tahun. Kekerasan dan konflik di wilayah Papua juga terus menggusur masyarakat dan puluhan ribu pengungsi tinggal di pengungsian yang berlarut-larut akibat konflik sejak tahun 1998.

Bencana menyebabkan 705.000 pengungsian baru pada tahun 2020. Banjir terutama berkontribusi pada sebagian besar perpindahan ini. Secara khusus, banjir yang terjadi pada bulan Januari di dalam dan sekitar ibu kota Jakarta menyebabkan hampir 397.000 dari perpindahan ini. Konflik dan kekerasan menyebabkan 4.600 pengungsi baru, mayoritas terjadi di Papua.

Kepulauan Indonesia sangat rentan terhadap letusan gunung berapi, gempa bumi, tsunami, banjir dan tanah longsor. Urbanisasi yang cepat juga berkontribusi pada peningkatan paparan populasi dan kerentanan terhadap bencana, yang memicu sejumlah besar perpindahan baru setiap tahun. Kekerasan dan konflik di wilayah Papua juga terus menggusur masyarakat dan puluhan ribu pengungsi tinggal di pengungsian yang berlarut-larut akibat konflik sejak tahun 1998.

Bencana menyebabkan 705.000 pengungsian baru pada tahun 2020. Banjir terutama berkontribusi pada sebagian besar perpindahan ini. Secara khusus, banjir yang terjadi pada bulan Januari di dalam dan sekitar ibu kota Jakarta menyebabkan hampir 397.000 dari perpindahan ini. Konflik dan kekerasan menyebabkan 4.600 pengungsi baru, mayoritas di Papua.

Risiko Perpindahan Di Masa Depan

Jumlah rata-rata perpindahan yang diharapkan per tahun -- untuk bahaya yang terjadi secara tiba-tiba di perkirakan berjumlah 378.246 yang terdiri dari akibat,  gempa bumi yaitu  63.549, banjir/badai  310.554, 21 Gelombang badai,  4.120 Tsunami dan 2 kejadian akibat angin siklon.

IDMC menggunakan informasi tentang kemungkinan skenario bahaya di masa depan untuk memodelkan risiko perpindahan berdasarkan kemungkinan kehancuran perumahan. Untuk mencari tahu bagaimana mereka menghitung metrik dapat melalui tautan ini  dan jelajahi kemungkinan perpindahan di masa depan di seluruh dunia dapat melalui tautan ini. 

INFORMASI UMUM IDMC TENTANG INDONESIA

Pemicu Perindahan Penduduk/Pengungsian

Indonesia terdiri dari lebih dari 17.000 pulau, semuanya rawan bencana. Pertumbuhan penduduk yang cepat dan urbanisasi telah mengkonsentrasikan jutaan orang di daerah yang sangat terbuka, dan beberapa komunitas lebih rentan terhadap dampak bencana karena mereka memiliki kapasitas bertahan yang lebih rendah. Faktor-faktor ini bergabung untuk memberikan Indonesia beberapa tingkat perpindahan tertinggi yang terkait dengan bencana di seluruh dunia. Terlepas dari tantangan-tantangan ini, negara ini memiliki manajemen risiko bencana yang baik, dan sebagian besar perpindahan terjadi dalam bentuk evakuasi pendahuluan dari populasi berisiko yang berlindung di tempat penampungan dan pusat yang dikelola pemerintah.

Model risiko perpindahan bencana prospektif IDMC menempatkan Indonesia pada peringkat kedelapan di dunia untuk risiko perpindahan tahunan rata-rata. Rata-rata 378.000 orang berisiko terlantar akibat bencana yang terjadi secara tiba-tiba pada tahun tertentu di masa depan. Sebagai perbandingan, data historis IDMC menunjukkan bahwa 508.000 orang mengungsi karena bencana yang terjadi secara tiba-tiba setiap tahun antara 2008 dan 2020. Terutama peristiwa besar termasuk banjir di dan sekitar Jakarta pada bulan Januari 2020, yang menyebabkan hampir 56 persen perpindahan baru akibat bencana.

Lokasi Indonesia di Cincin Api Pasifik dan posisinya di persimpangan tiga lempeng tektonik utama membuat negara ini sangat rentan terhadap letusan gunung berapi, gempa bumi dan tsunami. Hal ini juga menandakan juga penyebab terjadinya musim hujan tahunan , yang menyebabkan banjir dan tanah longsor setiap tahun. Peta bahaya menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk tinggal di daerah yang berisiko tinggi terkena bahaya tersebut. Sekitar lima persen, atau lebih dari 11 juta orang, tinggal di daerah rawan gempa , dan sekitar 2,5 juta orang terpapar tsunami .

Setelah beberapa dekade urbanisasi yang cepat , pada tahun 2019, hampir 56 persen penduduk Indonesia tinggal di daerah perkotaan , banyak di antaranya memiliki tingkat paparan bahaya dan dampak perubahan iklim yang tinggi. Hal ini terutama terjadi di ibu kota Jakarta, yang terkena banjir tahunan dan kenaikan permukaan laut. Kota pesisir ini dilintasi oleh 13 sungai yang sering kali jebol saat musim hujan. Pertumbuhan permukiman informal, perubahan penggunaan lahan yang cepat dan ketidakmampuan sistem drainasenya untuk mengatasi juga telah meningkatkan kerentanan kota terhadap banjir. Pihak berwenang setempat telah menyusun rencana aksi iklim dan menerapkan langkah-langkah perlindungan banjir, dan ada jangka panjangberencana untuk memindahkan kota ke lokasi baru.

Indonesia juga memiliki sejarah perpindahan konflik. Sebagian besar berkaitan dengan konflik bersenjata dan kekerasan antarkomunal pada tahun-tahun setelah pengunduran diri Presiden Suharto pada tahun 1998. Sangat sedikit informasi yang ada tentang perpindahan selama masa kekuasaannya, tetapi sebanyak tiga juta orang diperkirakan telah mengungsi secara nasional antara tahun 1998 dan 2004. Ketegangan antara komunitas yang berbeda memicu kekerasan di Sulawesi Tengah, Maluku dan Kalimantan Tengah dan Barat, dan gerakan separatis memicu konflik di Aceh, Papua dan Timor-Leste.

Kekerasan menurun secara signifikan dengan penandatanganan perjanjian Maluku II pada tahun 2002 dan perjanjian damai Aceh pada tahun 2005, dan sebagian besar dari mereka yang mengungsi telah kembali ke rumah. Pengungsian baru dalam beberapa tahun terakhir sebagian besar dikaitkan dengan kekerasan di wilayah Papua.

Sangat sedikit data yang ada tentang perpindahan yang terkait dengan proyek-proyek pembangunan, tetapi kemungkinan besar data tersebut signifikan mengingat pertumbuhan ekonomi yang pesat selama beberapa dekade di Indonesia. Bukti anekdotal menunjukkan ada risiko perpindahan yang terkait dengan proyek energi , pertambangan , pertanian , dan pembaruan perkotaan , tetapi penelitian lebih lanjut diperlukan.

Pola Perpindahan

Badan Nasional Penanggulangan Bencana ( BNPB )  memantau dampak dan mengkoordinasikan bantuan kemanusiaan. Orang-orang yang melarikan diri dari bencana cenderung pindah ke tempat penampungan sementara pemerintah atau tinggal bersama keluarga dan teman. Sistem peringatan dini memungkinkan evakuasi pencegahan untuk bahaya seperti letusan gunung berapi dan tsunami.

Masyarakat yang mengungsi di tempat penampungan sementara sering pulang ke rumah pada siang hari untuk merawat tanah dan ternak mereka, seperti yang terjadi di Bali antara September dan Desember 2017 ketika peningkatan aktivitas seismik di sekitar Gunung Agung memicu evakuasi 150.000 orang . Pergerakan seperti itu dan banyaknya orang yang memutuskan untuk tinggal bersama keluarga dan teman membuat sulit untuk sepenuhnya memahami di mana orang berada dan berapa banyak yang mungkin masih mengungsi.

Mayoritas orang yang terlantar akibat kekerasan dan konflik antar-komunal antara tahun 1998 dan 2004 telah kembali ke rumah, tetapi beberapa masih hidup dalam pengungsian sebagian besar sebagai akibat dari ketegangan etnis dan agama yang belum terselesaikan dan sengketa tanah. Sebagian besar tinggal di Timor Barat di Maluku, yang lain di Sulawesi Utara dan Lombok Barat. Orang-orang yang terlantar akibat serangan terhadap minoritas agama antara tahun 2007 dan 2013 juga tidak dapat kembali . Pengungsian terkait konflik di Papua dan Papua Barat cenderung terjadi di daerah pedesaan terpencil di mana banyak orang takut untuk kembali .

Konflik dan kekerasan terus memicu pengungsian baru di Indonesia, tetapi informasinya terbatas. Lebih dari 4.500 tercatat, sebagian besar di wilayah Papua dan Papua Barat. Juga, sebuah kelompok bersenjata non-negara yang berafiliasi dengan ISIL melancarkan serangan di Kabupaten Sigi di Sulawesi Tengah pada bulan November yang memicu tambahan 750 pengungsian.

Dampak

Bergantung pada skala bencana yang terlibat, orang-orang yang dipindahkan ke tempat penampungan sementara atau pusat evakuasi mungkin tinggal di sana untuk waktu yang lama dengan sedikit atau tanpa pengetahuan tentang kapan mereka dapat kembali untuk memperoleh solusi untuk bertahan lama lainnya. Orang-orang yang terpaksa mengungsi setelah gempa bumi Sumatera 2009 masih menghadapi penundaan dalam memperoleh izin tanah, terus menghadapi bahaya dan tidak memiliki peluang mata pencaharian lima tahun setelah pemindahan mereka. Orang-orang yang mengungsi akibat letusan Gunung Sinabung pada tahun 2013 menghadapi penundaan rekonstruksi dan relokasi. Mengingat kerusakan parah yang disebabkan oleh gempa bumi September 2018 di Sulawesi Tengah dan tsunami setinggi lima hingga enam meter, tidak jelas kapan ribuan pengungsi yang tetap terlantar akan dapat mencapai solusi yang dapat bertahan lama.

Pemindahan juga menimbulkan masalah perumahan, tanah dan hak milik. Kurangnya kepemilikan formal mempersulit orang-orang yang dipindahkan, baik karena konflik atau bencana, untuk mengklaim kembali tanah dan rumah mereka setelah kembali jika kepemilikan disengketakan oleh penggugat lain. Orang-orang yang mengungsi antara tahun 1998 dan 2004 yang gagal kembali juga mengalami kesulitan dalam menemukan tanah dan rumah baru yang dapat mereka tempati untuk kepemilikan. Banyak yang tidak mampu membeli atau mendaftarkan tanah, dan ketegangan muncul antara IDP dan tuan rumah mereka karena masalah ini.

Perpindahan seringkali melibatkan kemunduran dalam hal pendidikan, mata pencaharian, perumahan, infrastruktur, keamanan dan kehidupan sosial. Ini juga dianggap berdampak pada kesehatan fisik dan mental serta kesejahteraan emosional orang, meskipun hanya ada data kuantitatif terbatas yang mendukung hal ini. Sebagai contoh, sekitar 10.000 pengungsi di Bali dilaporkan menderita stres dan kelelahan pada Oktober 2017 akibat kondisi tempat tinggal yang tidak memadai.

Orang-orang yang terlantar akibat kekerasan di Papua dan Papua Barat telah berjuang dengan ketidakamanan fisik, pembatasan pergerakan dan kurangnya akses ke makanan, air, tempat tinggal, peluang mata pencaharian dan perawatan kesehatan.

Tentang Data di Balik Analisa IDMS

Anda dapat mendownload laporan IDMS dalam bentuk pdf di sini 

Pekembangan Kebijakan dan Kerangka Hukum

Pada tahun 2001, Indonesia mengeluarkan Kebijakan Nasional Penanganan Pengungsi/Pengungsi di Indonesia. Teks tersebut membahas perpindahan yang terkait dengan konflik dan kekerasan dan membuka jalan bagi solusi yang tahan lama. Namun, itu tidak berisi langkah-langkah untuk pencegahan pemindahan atau pengurangan konsekuensi pada kelompok lain.

Pada tahun 2007,  Indonesia menerbitkan Undang- Undang Nomor 24 Tentang Penanggulangan Bencana , yang menangani bencana alam, non-alam dan sosial - termasuk konflik dan terorisme. Dokumen tersebut mendefinisikan pengungsi sebagai "orang atau kelompok orang yang terpaksa meninggalkan tempat tinggalnya untuk waktu yang tidak pasti karena dampak negatif bencana", yang dapat diartikan termasuk pengungsi. Teks ini berisi tindakan pencegahan dan mempromosikan solusi yang tahan lama.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana memberikan pedoman dan arahan tentang penanggulangan bencana, termasuk pencegahan, tanggap darurat, rehabilitasi, dan rekonstruksi. Alokasi anggaran diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tentang Penanggulangan Bencana.

Beberapa Catatan IDMC Tentang Perpindahan Baru. Melalui situs resminya IDMC juga menyajikan, laporan, informasi baik dari pemerintah indonesia, berita mainstraim dan sumber lainnya yang dapat dipertanggungjawabkan. Secara cukup lengkap

Demikian yang dapat saya sampaikan tanpa menambah dan mengurangi isi dari laporan IDMC,  untuk keperluan analisa, atau informasi saja. Silahkan mengujungi situs IDMC untuk indonesia. Anda juga dapat meng-explore informasi negara lain, atau secara global, melalui fasilitas yang mereka sajikan, tentu dengan refrensi pendukung yang cukup bukan hanya metodologi dan matrix yang mereka gunakan sebagai alat pengukuran dan menyimpulan untuk di informasikan kepada publik.

Semoga bermanfaat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun