Mohon tunggu...
R.A. Vita Astuti
R.A. Vita Astuti Mohon Tunggu... Dosen - IG @v4vita | @ravita.nat | @svasti.lakshmi

Edukator dan penulis #uajy

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Proyek Sumba

8 Mei 2022   15:32 Diperbarui: 8 Mei 2022   15:37 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Omar Prestwich, sumber: Unsplash.com   

Lea dan Osa

Sudah beberapa bulan terakhir Nael kehilangan sahabatnya. Setelah syuting, Osa langsung menghilang. Setelah pertunjukan, Osa lenyap entah ke mana. HPnya tidak pernah off tapi telponnya tidak pernah diangkat Osa. Iva manajernya seperti menutupi sesuatu tapi tidak terlihat parah.

"Osa punya cewek lagi, ya?" untuk kesekian kalinya Nael mendesak Iva supaya memberitahu keberadaan Osa.

"Memangnya Osa pernah punya cewek?" tanya Iva. Ini untuk dirinya sendiri juga sih. Selama dia menjadi manajer Osa, cowok itu belum pernah menjalin hubungan serius, kecuali yang terakhir ini, pun ini tidak jelas.

"Di medsos selalu banyak ceweknya," kata Nael ngawur. "Yang penting, di mana Osa? Bagaimana aku bisa bicara dengannya. Ada proyek penting."

"Aku manajernya, bicara sama aku saja," kata Iva tenang. Dia sangat tahu, Nael tidak bicara proyek bisnis.

"Tidak bisa, hanya Osa yang mau aku ajak bicara," ternyata Nael bisa juga keras kepala. "Osa akan rugi kalau melewatkan proyekku ini."

Iva tidak sekalipun melihat ada kerugian apapun kecuali yang ditimbulkan oleh Lea, cewek terdekat Osa saat ini.

Keduanya saling keras kepala, mata mereka saling melotot. Tidak ada kesepakatan sampai mereka berpisah sendiri-sendiri ke studio masing-masing.

---

Nael menjadi salah satu director of photography dari film pendek yang dibintangi Osa saat ini. Sebelum syuting sore ini selesai, dia sudah menghubungi Osa supaya menemuinya sebentar, dia pakai pengaruhnya sebagai salah satu kru untuk punya waktu sendiri dengannya.

"Kamu sibuk apa sekarang, Os?" tanya Nael mengawali pembicaraan mereka. Dijawab dengan tawa terbahak dari Osa.

"Tanya Iva kalau itu, atau produserku. Mereka yang mengatur hidupku dan kesibukanku. Kalau hanya tentang ini, aku bukan orang tepat yang kamu ajak bicara, El," Osa berkata sembari berdiri dan membereskan topinya, dia bersiap akan pergi.

"Ini yang akan aku bicarakan, Sa. Kamu selalu lekas pergi setelah syuting, tidak seperti dulu. Kamu berubah, ada apa? Ini yang aku tanyakan, Iva dan produsermu tidak punya jawabannya. Aku sudah bertanya," Nael berdiri juga tapi menghadang Osa di depan pintu.

"Apakah itu salah? Aku sudah melakukan kewajibanku, sekarang aku akan melakukan hakku," Osa bergeser mencari celah untuk keluar. Nael tetap mencoba menghadangnya.

"Salah, karena kamu meninggalkan acara kita ngobrol bareng, kita jarang nongkrong. Ada beberapa proyek baru yang mau aku tawarkan tapi tidak ada waktu karena kamu langsung pergi," kata Nael kesal.

"Proyek apa?" Osa duduk kembali. Dia belum menghubungi Lea. Jadi masih ada waktu.

"Film dokumenter di Sumba, tentang peternakan kuda dan budaya asli sana yang berhubungan dengan kuda. Aku harap kamu tertarik, cuma kamu yang paling cocok jadi narator dan host," kata Nael penuh harap. Timnya tidak mau yang lain, harus Osa.

"Di Sumba? Syuting berapa lama? Kapan?" Osa tidak pernah memikirkan honor atau promosi buat namanya. Dia suka bekerja. Suka syuting, apalagi ini yang menyentuh alam semesta kesukaannya. Namun pulau lain dan waktu yang menjadi ganjalan. Siapa lagi selain Lea, orang terpenting di hidupnya.

"Jadwal bisa aku bicarakan dengan Iva, sekitar dua bulan. Kalau cuaca bagus, bisa lebih cepat. Semua narasumber di sana sudah siap, tinggal menunggu kamu bisanya kapan," Nael melihat secercah harapan. Dia tidak akan mengecewakan para tetua yang sudah mengenal nama Osa.

"Aku tidak bisa menjawab sekarang, kalau kamu ingin aku menjawab sesegera mungkin, biarkan aku pergi, aku harus menemui seseorang untuk keputusan ini," topi coklat kesayangannya yang dibelikan Lea di ulang tahunnya segera dipakainya. Tanda dia benar mau pergi.

"Satu lagi, Os. Thanks sebelumnya untuk proyek Sumba. Tapi aku butuh satu jawaban yang menjadi pertanyaanku beberapa bulan terakhir ini. Apakah kamu sekarang sedang pacaran sama seseorang?" Nael mengubah sikap dan rekanan kerja menjadi sahabat seperti dulu.

"Ah, kamu sudah tidak mengenal aku lagi, El. Tentu tidak, aku masih sendiri," Osa sedikit miris mengatakannya tapi dia yakin Nael tidak bisa menangkap nuansa itu.

"Hanya kamu terlihat lebih bahagia sekarang. Kamu kayak menikmati hidup banget. Jarang juga nongkrong yang random dengan yang lain. Aman sih menurutku, cuma aku kehilangan," Nael akhirnya harus jujur. Perubahan ini baik bagi Osa tapi tidak baik bagi pertemanan mereka.

---

Osa sudah menebak Lea tidak keberatan dia pergi ke Sumba lebih dari sebulan. Ini yang mengecewakan dia. Cowok itu ingin Lea menghambatnya, atau justru ingin ikut. Tapi Lea malah sudah memberi daftar oleh-oleh untuk dibawanya ketika pulang.

"Aku kan tidak bisa meninggalkan pekerjaanku, Sa," Lea pusing membujuk Osa yang menyabotase laptopnya. Minggu ini kasusnya banyak banget. Tentang pelecehan seksual yang semakin merebak informasi dan keterbukaannya. Dia pengacara, membantu para wanita korban untuk mendapatkan haknya.

"Selama dua bulan ini kamu kerjain kasus yang bisa diselesaikan online, Lea," bujuk Osa. Laptop Lea dia sembunyikan di laci dapur. Tempat yang tidak mungkin bisa ditebak Lea yang pikirannya sangat pendek.

"Cuma satu yang bisa, puluhan lainnya butuh aku mendampingi klien dan mencari data di lapangan," Lea hampir putus asa. Sejam lagi dia akan memulai wawancara dengan klien baru yang belum lama mau terbuka dengannya. Materi pertanyaan semua ada di laptop, dia baru baca sekali.

"Aku butuh mengancam kamu, Lea, tapi apa, ya?" Osa berdiri bersandar di dekat kulkas dengan tangan bersidekap dan mengerutkan keningnya seakan berpikir keras. Pose begini menggetarkan Lea, Osa sungguh keren dan cakep kalau lagi serius begini. Hampir saja Lea menyerah dengan ketampanan Osa.

HP Lea berdering. Ringtone khusus untuk panggilan Iva yang tidak diketahui Osa. Belum dia menyentuh HP itu, Osa sudah berhasil menggenggamnya. Ga boleh ngomong sama klien, desis Osa, marah.

"Cek saja layarnya," kata Lea santai. Langsung saja HP itu diberikan pada Lea ketika Osa melihat nama Iva di layar. Dengan berat hati, Lea menjawab panggilan Iva. Pasti topiknya sama, itu yang melelahkan. Osa gagal, Iva yang maju.

"Lea, kapan kamu kosong? Ikut ke Sumba ya, ini proyek dari UNICEF, penting buat karir Osa," kata Iva. Lea melotot, sepertinya Osa tidak tahu menahu tentang lembaga PBB itu. Dia pernah jadi ambasador, tapi semua Iva yang menangani dan timnya.

Setelah bilang ke Iva dia akan menelpon balik karena ada Osa yang ngambek di apartemennya, Lea mengajak Osa untuk duduk manis di sofa yang sejuk karena berbalut kain katun yang baru saja dibelinya.

"Sa, aku ikut ke Sumba kalau aku yang atur waktunya, bisa?" tanya Lea. Osa mengangguk-angguk senang.

"Satu lagi, masukkan aku ke kru kamu, bisa?" pesan Lea. Osa mengangguk mantap.

"Eh, masuk kru yang apa? Semua sudah ada timnya? Kenapa jadi begitu, Sa? Ini berat," tiba-tiba Osa panik.

"Aku tidak mau di sana menganggur hanya nemenin kamu syuting dan makan. Aku mau kerja dan nggak mau dikenal orang sebagai teman kamu. Aku ingin jadi pengacara kru kamu," Lea mendapat ide itu baru saja. Nothing to lose, ga boleh ya ga papa.

"Aku sudah ada notaris?"

"Ya sudah, bye-bye Sumba," jawab Lea.

"Wait, oke deh, kamu pengacaraku."

"Tidak, pengacara kru kamu, termasuk Iva dan produsermu."

---

Dengan senang Osa menarik koper kabinnya bersebelahan dengan Nael yang wajahnya jauh lebih bahagia. Proyek kuda Sumba hanya satu dari program yang akan dia buat dengan UNICEF. Kalau Osa puas dan semua senang dengan keterlibatan Osa. Cowok ini akan menjadi ambasador baru melalui film dokumenter yang dibuatnya.

Nael juga bersemangat, melihat satu orang baru di kru Osa. Cewek manis yang berjalan bersama Iva yang galak. Dia berharap mendapat seat bersebelahan dengan cewek itu, yang bernama Lea, dan ingin mengenalnya lebih dekat.

Tapi Nael harus mengakui, hoki Osa tak akan pernah terkalahkan. Osa duduk dengan Lea di pesawat, satu hal yang belum dikuasainya ketika mengorganisir keberangkatan ke Sumba.

+ 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun